Bamsoet: Anak Muda Berintegritas Gagal ke Senayan akibat Kurang ”Isi Tas”
Pimpinan MPR lanjutkan silaturahmi ke Ketua Umum Partai Demokrat, yang dibahas soal anak-anak muda gagal masuk DPR.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai, sistem politik Indonesia perlu dievaluasi. Sistem pemilihan langsung yang sekarang dijalankan justru berdampak pada politik berbiaya tinggi. Tak mengherankan, anak muda berintegritas pun tak bisa lolos di parlemen karena kurangnya biaya politik atau isi tas.
Para pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melanjutkan kunjungan silaturahmi kebangsaan ke Ketua Umum Partai DemokratAgus Harimurti Yudhoyono, Selasa (16/7/2024), di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta. Mereka di antaranya Bamsoet, Sjarifuddin Hasan, Amir Uskara, Hidayat Nur Wahid, dan Jazilul Fawaid. Sesampai di kantor DPP Demokrat, mereka langsung disambut oleh jajaran elite Demokrat dan menggelar pertemuan tertutup.
Seusai pertemuan, Bamsoet mengungkapkan, salah satu hal yang disinggung dalam perbincangan bersama Agus ialah banyaknya anak muda sekarang yang memiliki kapasitas, integritas, kapabilitas dan popularitas, untuk maju ke parlemen, tetapi malah tidak lolos. Menurut dia, hal ini terjadi akibat anak-anak muda tersebut tidak memiliki biaya politik yang cukup.
”Kenapa hari ini makin ke sini, kok, anak muda, orang-orang yang memberi kapasitas, integritas, kapabilitas, dan popularitas, kok enggak lolos, baik di (parlemen) Senayan, maupun di semua tingkatan. Nah, ternyata ada yang lupa. Isi tas yang kurang,” ujar Bamsoet.
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menjawab pertanyaan wartawan setelah pertemuan antara jajaran pimpinan MPR dan pimpinan Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (16/9/2024).
Demokrasi ”NPWP”
Bamsoet melanjutkan, politik berbiaya tinggi ini tak terlepas dari sistem pemilihan langsung yang sekarang dijalankan. Dengan realitas pendidikan rakyat yang masih rendah serta literasi politik rakyat yang juga rendah, demokrasi Indonesia ini seperti demokrasi ”NPWP” yang merupakan kependekan darinomor piro wani piro (nomor berapa, berani bayar berapa).
”Nah, ini juga perbincangan tadi mengapa kita perlu mengevaluasi perjalanan ketatanegaraan kita, perjalanan sistem politik kita, demokrasi kita apakah demokrasi yang kita jalankan lebih banyak manfaatnya atau lebih banyak mudaratnya bagi masa depan bangsa kita ke depan,” kata Bamsoet.
Nah, ternyata ada yang lupa. Isi tas yang kurang
Kunjungan ke Ketua Umum Partai Demokrat ini merupakan rangkaian silaturahmi kebangsaan yang digencarkan para pimpinan MPR periode 2019-2024 sebelum habis masa jabatan. Sebelumnya, mereka telah mengunjungi beberapa presiden dan wakil presiden terdahulu, serta ketua MPR pada masanya. Kemudian hampir seluruh pimpinan partai juga sudah didatangi.
Hasil diskusi dengan para tokoh dan kajian mengenai sistem pemilu di Indonesia ini nantinya akan diserahkan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Dengan begitu, ini akan menjadi dasar evaluasi mengenai sistem politik di Indonesia ke depan.
Hal lain yang perlu dievaluasi, misalnya soal keserentakan pemilu antara pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).
Hal lain yang perlu dievaluasi misalnya soal keserentakan pemilu antara pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg). Menurut Bamsoet, keserentakan ini sangat mengganggu kualitas pemilu karena rakyat justru fokus di pilpres dan melupakan pileg.
”Padahal, di pileg, rakyat juga harus pilih orang-orang yang memiliki kualitas yang bagus,” kata Bamsoet.
Karena itu, perlu dipikirkan adanya pemisahan antara pileg dan pilpres. Lalu, penyelenggaraan pilpres nantinya ditentukan oleh usulan partai-partai politik yang lolos ke parlemen setelah pileg lebih dulu diselenggarakan.
Gagasan lain yang perlu didiskusikan lebih lanjut ialah peningkatan dana bantuan partai. Menurut Bamsoet, dana bantuan partai saat ini sangat rendah, yakni Rp 1.000 per suara. Hal tersebut lantas memicu terjadinya tindak pidana korupsi. Padahal, berdasarkan kajian Komisi Pemberantasan Korupsi, ia mengklaim, dana bantuan partai yang ideal adalah Rp 10.000 per suara.
”Tapi faktanya memang negara belum mampu memberikan pembiayaan kepada partai politik sebesar Rp 10.000, jadi baru Rp 1.000,” tutur Bamsoet.
Menghadirkan pemimpin berintegritas
Sementara itu, Agus melihat memang masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan dievaluasi bersama agar Indonesia semakin baik ke depan. Di antaranya dalam hal kehidupan politik dan demokrasi.
”Hal baik tentu kita bisa pertahankan dan kita lanjutkan, tetapi kalau ada hal-hal yang perlu kita perbaiki bersama, kita evaluasi dan kita koreksi dalam semangat Indonesia harus semakin baik ke depan. ”
”Hal baik tentu kita bisa pertahankan dan kita lanjutkan, tetapi kalau ada hal-hal yang perlu kita perbaiki bersama, kita evaluasi dan kita koreksi dalam semangat Indonesia harus semakin baik ke depan, perlu kita dukung,” tutur Agus.
Menurut Agus, ke depan memang perlu dipikirkan untuk menghadirkan pemilu yang lebih berkualitas. Jangan sampai kemudian biaya politik semakin mahal dari waktu ke waktu dan akhirnya kualitas pemimpin yang terpilih tidak sesuai dengan yang diharapkan.
”Kita tentu ingin menghadirkan para pemimpin, para wakil rakyat yang juga memiliki kapasitas yang baik, integritas diri sehingga bisa benar-benar berkontribusi nyata dengan membawa kemajuan untuk masyarakat dan konstituennya,” kata Agus.