Menguak Fasilitas Negara "Amunisi" Tindak Asusila Ketua KPU Hasyim Asy'ari
Putusan DKPP memberhentikan Hasyim Asy’ari juga menguak berbagai fasilitas yang didapat oleh komisioner KPU.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Hasyim Asy’ari sebagai ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum tak hanya menunjukkan terjadinya penggunaan fasilitas negara untuk melancarkan tindak asusila. Putusan etik itu juga menguak fasilitas yang diberikan kepada komisioner KPU yang dinilai berlebihan, dari tiga mobil dinas hingga sewa jet untuk kunjungan kerja ke daerah.
Sebagai Ketua KPU, Hasyim Asy’ari mendapatkan berbagai fasilitas untuk menunjang kinerjanya memimpin lembaga. Salah satunya adalah kendaraan dinas untuk operasional dalam menyelenggarakan seluruh tahapan pemilu.
Dalam sidang pembacaan putusan DKPP, Rabu (3/7/2024), terungkap, kendaraan dinas digunakan untuk kepentingan pribadi. Mobil Toyota Fortuner berpelat dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) itu digunakan untuk mengantar dan menjemput anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, berinisial CAT, ketika berada di Jakarta.
”Berkenaan dengan dalil bahwa teradu (Hasyim) menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan bahwa benar teradu menggunakan kendaraan dinas milik teradu untuk kepentingan pribadi mengantar dan menjemput pengadu (CAT) di luar tugas kedinasan pada saat pengadu berada di Jakarta,” kata anggota Majelis DKPP, Ratna Dewi Pettalolo.
Dalam persidangan terungkap pula, Hasyim juga memberikan berbagai fasilitas kepada CAT yang bukan berasal dari keuangan negara. Beberapa fasilitas itu antara lain tiket pesawat pulang-pergi Jakarta Singapura senilai Rp 8,6 juta dan tiket pesawat pulang-pergi Jakarta-Belanda sebanyak tiga kali senilai Rp 100 juta. Kemudian penginapan di apartemen senilai Rp 48,7 juta serta satu unit monitor senilai Rp 5,4 juta.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Mahfud MD dalam cuitannya di X, Minggu (7/7/2024) malam, mengatakan, publik terus dibuat kaget pasca-putusan DKPP. Sebab, beredar rumor fasilitas yang dimiliki anggota KPU cenderung berlebihan, di antaranya tiga unit mobil dinas, penyewaan jet untuk dinas, dan fasilitas asusila jika berkunjung ke daerah. ”DPR dan pemerintah perlu bertindak, tidak diam,” ujarnya dalam cuitan tersebut.
Menurut dia, enam anggota KPU yang tersisa tidak layak menjadi penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada). Pergantian semua anggota KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda pilkada dan membatalkan hasil pemilu.
Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno saat dikonfirmasi, Senin (8/7/2024), mengatakan, tiap-tiap anggota KPU mendapatkan dua mobil dinas operasional. Kendaraan dinas yang diberikan merupakan hasil sewa, bukan pengadaan. Kedua mobil yang dimaksud adalah Hyundai Palisade dan Toyota Alphard.
Sementara Toyota Fortuner yang digunakan oleh Hasyim merupakan kendaraan patroli dan pengawal (patwal) dari kepolisian. Penggunaan mobil patwal itu dimungkinkan karena setiap anggota KPU mendapatkan hak pengawalan keamanan dari kepolisian. Patwal diberikan selama tahapan pemilu dan pilkada.
”Fasilitas yang didapat oleh komisioner KPU saat ini sudah sesuai dengan peraturan terkait kedudukan hak keuangan dan fasilitasi anggota KPU. Namun, ke depan, akan ditinjau kembali mengingat tahapan pemilu sudah selesai walau tahapan pilkada masih berjalan,” tutur Bernad.
Adapun terkait sewa pesawat angkutan khusus, katanya, memang pernah dilakukan KPU. Sewa pesawat diperlukan untuk monitoring logistik pemilu di daerah-daerah yang sulit terjangkau tetapi membutuhkan waktu yang singkat. Pesawat sewa itu pernah digunakan ke daerah Papua dan Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang berbatasan dengan Filipina.
Pelaksana Tugas Ketua KPU Mochammad Afifuddin menuturkan, fasilitas yang diberikan kesekjenan kepada anggota KPU sudah sesuai ketentuan. ”Apa pun yang pernah diberikan fasilitas ke kita jangan sampai ada yang melanggar aturan, itu saja,” katanya.
KPU, kata Afifuddin, berterima kasih terhadap seluruh kritik dan masukan kepada penyelenggara. Kritikan tersebut merupakan ungkapan rasa sayang yang diterima KPU sebagai bahan perbaikan kelembagaan. Hal itu sekaligus menjadi pengingat bahwa KPU harus senantiasa profesional dan menjaga integritas.
”Kami semua menerima masukan, kami berbenah, dan kami pasti akan melakukan langkah-langkah yang lebih konkret nantinya untuk pilkada yang sedang berjalan,” ujarnya.
Tidak pantas
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rezka Oktoberia, menilai, penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi, apalagi seperti kejadian yang diadukan oleh CAT, merupakan tindakan yang salah. Mobil dinas adalah kendaraan atau mesin yang digunakan untuk mendukung kepentingan pekerjaan, bukan untuk kepentingan pribadi.
”Sangat tidak pantas mobil dinas digunakan untuk kepentingan pribadi seperti itu, apalagi ini terkait dengan tindakan asusila. Kalau mau menggunakan untuk kepentingan pribadi, pakai kendaraan pribadi atau kendaraan umum,” katanya.
Sementara terkait pemberian fasilitas tiket pesawat dan penginapan, kata Rezka, perlu dipertanyakan karena dapat menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang. Sebab, bimbingan teknis di Singapura hanya melibatkan PPLN dari Malaysia, tidak ada PPLN Den Haag. Terlebih, undangan hanya diberikan kepada satu dari enam anggota PPLN Den Haag.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai, terkuaknya penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi Hasyim disebabkan pengawasan internal yang lemah. Kesekjenan tidak mampu mengawasi penggunaan berbagai fasilitas mewah hanya untuk keperluan dinas. Sementara enam anggota KPU lainnya terkesan tidak saling mengingatkan kolega yang bertindak di luar ketentuan.
Situasi ini seakan menunjukkan tidak adanya kontrol dari berbagai pihak untuk menjaga integritas penyelenggara. Sekretariat jenderal dan komisioner cenderung bertindak saling menguntungkan dengan memenuhi keinginan setiap pihak tanpa ada kontrol yang kuat.
”Penyalahgunaan fasilitas negara berpotensi juga dilakukan oleh anggota KPU yang lain, seperti untuk kegiatan organisasi yang tidak terkait dengan KPU,” tuturnya.
Oleh karena itu, kata Neni, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menelusuri dugaan penyalahgunaan wewenang dari KPU. Sebab, tidak menutup kemungkinan tindakan tersebut merugikan keuangan negara. Terlebih, hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa dijadikan acuan untuk memastikan tidak ada penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi anggota KPU.
”DPR juga mestinya melakukan fungsi kontrol terhadap perilaku-perilaku penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara dari KPU,” ujar Neni.