Bahas Amendemen Konstitusi, MPR Intens Kunjungi Sejumlah Tokoh Nasional
MPR meminta masukan kepada sejumlah tokoh bangsa mengenai praktik demokrasi yang dijalankan, termasuk pemilu langsung.
JAKARTA, KOMPAS — MPR belakangan ini gencar menyambangi sejumlah tokoh nasional untuk meminta masukan mengenai pentingnya mengamendemen UUD 1945. Salah satu diskusi yang mencuat ialah perlunya mengkaji ulang sistem pemilihan langsung oleh rakyat.
Setelah menemui Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-11 Boediono, serta Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, sejumlah pimpinan MPR lanjut mengunjungi Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/5/2024). Pimpinan MPR yang ikut dalam pertemuan dengan SBY adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo serta Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Syarief Hasan, dan Hidayat Nur Wahid.
Bambang Soesatyo saat ditemui seusai acara ”Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/5/2024), mengatakan, dalam setiap pertemuan dengan sejumlah tokoh itu, MPR meminta masukan mengenai sistem demokrasi yang sudah dijalankan selama ini. Ternyata, semua memiliki keprihatinan yang sama bahwa sistem pemilihan langsung yang sekarang dijalankan makin lama justru makin merusak sendi-sendi moral masyarakat.
Baca juga: Mahfud MD: Amendemen Konstitusi Sudah Berkali-kali, Implementasinya Sering Menyimpang
Dengan realitas pendidikan rakyat yang masih rendah serta literasi politik rakyat yang juga rendah, demokrasi di Indonesia menjadi berbiaya politik tinggi. Bambang bahkan menyebut demokrasi Indonesia ini seperti demokrasi ”NPWP” yang merupakan kependekan dari nomor piro wani piro (nomor berapa, berani bayar berapa).
”Bad news-nya adalah demokrasi yang kita jalankan hari ini berbiaya politik tinggi. Ini yang perlu kita evaluasi,” katanya.
Atas keprihatinan tersebut, menurut Bambang, SBY berpesan bahwa amendemen konstitusi bukan sesuatu hal yang tabu. Namun, perubahan konstitusi harus sesuai dengan kebutuhan bangsa dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Para tokoh nasional yang ditemui MPR pun meminta agar MPR serius mengkaji, apakah rencana mengamendemen konstitusi itu lebih banyak mudarat atau manfaatnya.
”Beliau (SBY) juga menyadari, beliaulah dulu yang berjuang dan mantapkan pemilihan langsung ini, baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Beliau juga meminta kami melakukan evaluasi,” tuturnya.
Bambang mengungkapkan, sejak empat tahun lalu, dirinya sudah meminta sejumlah perguruan tinggi untuk mengkaji sistem pemilu di Indonesia. Menurut dia, hampir semua perguruan tinggi besar menyampaikan bahwa sistem pemilihan langsung yang dianut saat ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Beliau (SBY) juga menyadari beliaulah dulu yang berjuang dan mantapkan pemilihan langsung ini, baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Beliau juga meminta kami melakukan evaluasi.
Selain itu, empat kali amendemen konstitusi juga tidak memuat tata cara pengisian jabatan publik melalui pemilu ketika Indonesia dalam situasi darurat. Situasi darurat yang dimaksud, di antaranya, gempa bumi megathrust, perang, kerusuhan massal, dan pandemi. ”Nah, bagaimana jika dalam situasi itu, sementara masa jabatannya telah berakhir. Ini, kan, belum diatur,” ucapnya.
Politikus Partai Golkar itu pun menyampaikan bahwa permasalahan tersebut harus diejawantahkan dalam konstitusi. Namun, amendemen tidak bisa dilakukan oleh MPR periode 2019-2024 karena sudah melewati tenggat waktu syarat untuk mengubah konstitusi. Amendemen konstitusi bisa dibahas paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan MPR.
”Artinya, kami memberikan rekomendasi kepada MPR yang akan datang untuk melakukan kajian yang lebih dalam lagi untuk secara menyeluruh tentang UUD kita,” ujar Bambang.
Dalam waktu dekat, para pimpinan MPR juga akan bertemu dengan tokoh nasional lain, seperti Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz dan mantan Ketua MPR Amien Rais. Sejumlah pimpinan partai politik dalam waktu dekat juga akan ditemui. Puncaknya, pimpinan MPR akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sementara itu, Syarief Hasan menyampaikan, diskusi dengan para tokoh tersebut juga tidak melulu soal arah kebijakan politik, tetapi juga arah kebijakan ekonomi ke depan. Misalnya, saat bertemu dengan Boediono, MPR banyak mendapat masukan terkait kebijakan bidang perekonomian pemerintahan mendatang.
”Beliau (Boediono) adalah seorang ekonom. Dalam dialog beliau banyak menceritakan tentang situasi ekonomi di era tahun 1950, 1960-an, hinggga sekarang. Kami tidak membicarakan politik, sepanjang dialog hanya soal ekonomi Indonesia,” tutur Syarief.
Baca juga: Demokrat dan PAN Bela Prabowo Soal Demokrasi Melelahkan
Syarief menyebut bahwa pandangan Boediono terkait perekonomian sangat bagus dan bisa dijadikan preferensi untuk pemerintahan mendatang. ”Ternyata beliau sangat memperhatikan laju perekonomian dan berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah selepas beliau menjadi wapres. Banyak pandangan serta analisis beliau yang kami catat dan mudah-mudahan bisa menjadi masukan dalam kebijakan bidang perekonomian pemerintahan mendatang,” ucapnya.