Masyarakat Sipil Desak Presiden Terbuka dalam Pembentukan Pansel Capim KPK
Presiden diharapkan melibatkan partisipasi masyarakat sejak pembentukan pansel hingga penjaringan capim KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat sipil mengingatkan Presiden Joko Widodo agar segera membentuk panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2024-2029. Presiden Jokowi diharapkan melibatkan partisipasi masyarakat sejak proses pembentukan panitia seleksi hingga penjaringan calon pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
Hingga Minggu (19/5/2024), pemerintah belum juga membentuk panitia seleksi calon pimpinan (pansel capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana telah memastikan, pansel capim dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terdiri atas sembilan anggota yang ditetapkan melalui keputusan presiden.
Pansel tersebut terdiri dari lima orang dari unsur pemerintah dan empat lainnya dipilih dari unsur masyarakat. Ari mengatakan, komposisi pansel tersebut berdasarkan Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas KPK. Menurut dia, pansel ini akan diumumkan pada bulan ini.
Saat ditemui di Jakarta, peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengkritik komposisi pansel tersebut. Menurut dia, pemerintah tidak bisa lagi menggunakan kacamata normal dalam memilih pansel capim KPK.
”Apakah semata-mata karena KPK sudah di bawah pemerintah sehingga pemerintah harus lebih dominan di dalam pansel? Atau mungkin, yang kedua, ada upaya intervensi dalam proses pemilihan pimpinan ataupun Dewas KPK? Bagi kami, proses pemilihan tahun 2024 ini tidak bisa lagi menggunakan kacamata yang normal,” kata Kurnia.
Ia mengatakan, jika Presiden Jokowi mempunyai kompetensi dan pengetahuan yang baik tentang KPK, seharusnya komposisi itu dirombak dengan memperbanyak figur yang tidak beraliansi dengan pihak mana pun, termasuk pemerintah. Figur tersebut harus independen, tidak punya afiliasi, berkompeten, berintegritas, dan bersih. Mereka harus memiliki rekam jejak yang bersih tidak hanya permasalahan hukum, tetapi juga etika.
Kurnia mengingatkan, saat ini sudah menjelang bulan Juni 2024. Masa jabatan pimpinan KPK akan berakhir pada Desember 2024. Oleh karena itu, pembentukan pansel capim KPK jangan diperlama lagi, tetapi tetap akomodatif.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi diharapkan melibatkan partisipasi masyarakat sejak pembentukan pansel hingga penjaringan capim KPK. Wajah dari pansel akan memperlihatkan wajah dari presiden dalam melihat KPK mendatang. ”Jadi, kalau panselnya buruk, berarti keburukan di KPK mendatang yang benar-benar diharapkah oleh Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo),” kata Kurnia.
Jika berkaca pada 2019, pansel yang dibentuk Presiden Jokowi rentan konflik kepentingan. Ada beberapa orang yang terdeteksi memiliki kedekatan khusus dengan institusi penegakan hukum.
Pansel yang ditunjuk juga dinilai mengabaikan nilai integritas. Salah satunya, bekas Ketua KPK Firli Bahuri menjadi calon yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR. Padahal, Firli saat menjadi capim KPK diduga ada permasalahan etik.
Selain itu, ada persoalan dalam melihat aspek integritas. Pansel mengabaikan urgensi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) sebagai salah satu bagian dalam proses seleksi administrasi.
Petisi koalisi masyarakat sipil
Dihubungi secara terpisah, peneliti Transparency International Indonesia, Izza Akbarani, mengungkapkan, pada pekan ini koalisi masyarakat sipil akan ke Sekretariat Negara (Setneg) untuk menyerahkan petisi terkait pembentukan pansel capim KPK.
Izza menjelaskan, petisi tersebut merupakan upaya koalisi masyarakat sipil untuk mendesak presiden agar segera membentuk pansel untuk seleksi capim dan calon Dewas KPK periode 2024-2029 secara terbuka.
Mereka juga berharap pembentukan pansel ini melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya. Sebab, sampai saat ini belum ada nama-nama pansel yang ditunjuk oleh presiden.
Koalisi masyarakat sipil hanya mendapat kabar bahwa sudah ada nama-nama yang diajukan Setneg kepada Presiden. ”Maka, perlu untuk mengingatkan Presiden agar menunjuk orang-orang yang berintegritas untuk mengisi posisi tersebut,” kata Izza.