Pemerintah berupaya wujudkan mimpi besar, mengintegrasikan 27.000 aplikasi layanan publik ke dalam satu aplikasi super.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
Keberadaan aplikasi serba otomatis biasanya disukai oleh masyarakat karena memudahkan kerja dan aktivitas sehari-hari. Namun, jika jumlahnya terlalu banyak, bukannya memudahkan justru membuat rumit.
Keberadaan 27.000 aplikasi layanan publik yang dioperasikan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, misalnya, sering membuat masyarakat kerepotan. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengintegrasikan semua itu ke dalam satu aplikasi. Sebuah mimpi besar yang menantang, tetapi diyakini mampu menyelesaikan masalah birokrasi dan pelayanan publik yang selama ini masih dikenal berbelit-belit dan berbiaya tinggi.
Pada Rabu (15/5/2027), di Jakarta, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengenalkan prototipe aplikasi itu melalui perangkat elektroniknya. Dengan antusias, ia menjelaskan rencana akselerasi transformasi digital melalui portal satu pintu pelayanan publik tersebut.
Anas mengatakan, selama ini setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah mengeluarkan berbagai jenis aplikasi yang tidak terhubung satu dengan lainnya. Di Kementerian Kesehatan, misalnya, terdapat 400 aplikasi puskesmas. Aplikasi-aplikasi itu tidak terkoneksi satu dengan lainnya sehingga kerap merepotkan masyarakat.
”Rakyat harus install aplikasi, mengisi data, install lagi, isi data lagi. Rakyat bukannya semakin terbantu, tapi malah semakin rumit,” ucap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini.
Ada sembilan prioritas layanan dalam aplikasi itu nantinya. Pertama, digital ID atau IKD. Prioritas selanjutnya adalah pertukaran data, pembayaran digital, dan layanan administrasi aparatur sipil negara. Selain itu, terdapat pula prioritas layanan SIM online dan perizinan keramaian dari Kepolisian Negara RI, layanan bantuan sosial, layanan kesehatan, hingga layanan pendidikan.
Keberadaan aplikasi yang terkoneksi satu dengan lainnya sangat penting bukan saja untuk memperlancar layanan publik, melainkan juga mendukung pembangunan.
Keberhasilan negara lain
Sejumlah negara besar, seperti Australia, Inggris, Estonia, dan India, telah sukses membangun portal satu pintu.
Hasilnya, negara-negara yang mampu mengimplementasikan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) punya kemampuan yang meningkat di bidang pemberantasan korupsi, kemudahan berusaha, dan penyelenggaraan penegakan hukum. Di India, pembangunan portal satu pintu berhasil mempercepat proyeksi pertumbuhan ekonomi dari rencana 47 tahun menjadi 7 tahun. Di Estonia, pertumbuhan per kapita meningkat 10 kali lipat dalam 20 tahun.
Rakyat harus install aplikasi, mengisi data, install lagi, isi data lagi. Rakyat bukannya semakin terbantu, tapi malah semakin rumit.
Portal layanan satu pintu di Inggris dapat diakses melalui https://www.gov.uk/. Portal yang dikelola oleh Government Digital Service (SDS) di bawah Kantor Perdana Menteri Inggris ini berhasil mengintegrasikan 2.000 lebih website menjadi satu portal. Portal ini menampung lebih dari 7.700 layanan dalam satu kali log in.
Di halaman depan aplikasi terdapat informasi mengenai 16 layanan publik utama, mulai dari akses layanan untuk orang dengan kebutuhan khusus, transportasi, pendidikan dan pelatihan kerja, urusan tempat tinggal, pajak, imigrasi, perekrutan kerja, hingga pensiun.
Keberadaan aplikasi satu pintu ini memudahkan masyarakat dan turis mengakses berbagai layanan publik selama tinggal di Inggris. Selama pandemi Covid-19, Pemerintah Inggris juga membagikan informasi mengenai sebaran virus, layanan vaksin, dan pengobatan melalui aplikasi ini.
Warga mencairkan bantuan dari pemerintah yang berupa uang elektronik melalui kartu telepon seluler di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Untuk mewujudkan mimpi aplikasi satu pintu itu di Indonesia, pemerintah sudah berbagi tugas. Hal ini terlihat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. Terbitnya perpres juga bentuk komitmen negara pada percepatan transformasi digital.
Tim khusus juga dibentuk untuk mengeksekusi pembentukan aplikasi dengan Perum Peruri sebagai koordinatornya. Talenta digital di dalam tim ini didatangkan dari sejumlah kementerian dan perusahaan BUMN. Untuk menopang ini, pemerintah juga secara berkala merekrut talenta digital melalui jalur rekrutmen calon aparatur sipil negara.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, digitalisasi sangat membantu masyarakat. Terlebih jika mimpi portal satu pintu untuk segala pelayanan publik bisa diwujudkan. Hanya saja, ia masih sangsi mimpi itu bisa terwujud. Pasalnya, dalam upaya transformasi digital selama ini, yang tampak justru pendekatan ”proyek”.
”Kementerian A bikin, kementerian B bikin, tidak terkoneksi. Semua hanya jadi proyek. Layanan publik tetap lambat, dikerjakan manual, dan tetap menyogok,” tuturnya.
Ego sektoral juga masih terlihat di setiap instansi sehingga keinginan mengintegrasikan sistem terhambat. Selain itu, sering kali tidak ada keberlanjutan program. ”Apabila aplikasi sudah dibangun, pimpinan ganti, maka aplikasinya ganti. Orang-orang yang membangun tidak merawat karena berpindah tempat kerja,” tambahnya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya komitmen dan konsistensi yang tinggi dari pemangku kebijakan. ”Selama yang dipikirkan masih proyek, ya tidak bisa,” ujarnya.