Demi Mempermudah Presiden, Baleg DPR Sepakat Hapus Pembatasan 34 Kementerian
Setelah tiga hari pembahasan, semua fraksi di Baleg DPR sepakat hapus pembatasan 34 menteri di UU Kementerian Negara.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hanya dalam tiga hari, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat rampung menyusun draf revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Seluruh fraksi partai politik di Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat untuk menghapus pembatasan jumlah kementerian paling banyak 34 yang sebelumnya diatur dalam UU No 39/2008 tersebut. Penentuan jumlah kementerian diusulkan untuk diserahkan kepada presiden dengan mempertimbangkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat pleno Baleg DPR dengan agenda pengambilan keputusan atas hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara di Gedung Nusantara I, Jakarta, Kamis (16/5/2024). Semua fraksi di Baleg menyetujui RUU Kementerian Negara menjadi RUU inisiatif DPR. Selanjutnya, Baleg akan mengusulkan kesepakatan RUU Kementerian Negara menjadi RUU inisiatif DPR tersebut dapat disahkan dalam rapat paripurna terdekat.
Persetujuan disampaikan oleh fraksi-fraksi melalui pandangan mini masing-masing setelah mendengarkan laporan panitia kerja (panja) RUU Kementerian Negara Baleg DPR. ”Setelah mendengarkan pendapat atau pandangan fraksi-fraksi, selanjutnya kami minta persetujuan rapat, apakah penyusunan kedua RUU dapat kita setujui?” kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi.
Pertanyaan tersebut kemudian dijawab setuju oleh anggota Baleg yang hadir. Pimpinan sidang pun kemudian mengetuk palu tanda RUU Kementerian Negara telah disetujui bersama menjadi RUU inisiatif DPR.
Baidowi menjelaskan, UU Kementerian Negara direvisi untuk mempermudah Presiden dalam menentukan kementerian negara. RUU Kementerian negara mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan organisasi kementerian secara tegas dan jelas sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) serta kebutuhan presiden dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, demokratis, dan efektif.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menjelaskan, salah satu ketentuan yang diusulkan diubah adalah Pasal 15 UU Kementerian Negara. Jika sebelumnya diatur kementerian dibatasi maksimal 34, Baleg mengusulkan jumlah kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu, fraksi-fraksi di Baleg juga sepakat untuk menghapus penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara yang mengatur tentang pengangkatan wakil menteri. Penghapusan diusulkan agar sesuai dengan putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011 yang dikeluarkan MK pada Juni 2012. Melalui putusan itu, MK membatalkan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang mengatur wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet.
Ketentuan lain yang juga disepakati, menurut Baidowi, adalah penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan undang-undang di ketentuan penutup.
Catatan kritis
Meski setuju, sejumlah fraksi tetap menyampaikan catatan kritis. Mereka, di antaranya, adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Frakasi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Fraksi Partai Demokrat (F-PD), dan Fraksi Partai Gerindra (F-Gerindra).
Anggota Baleg DPR F-PDIP, Putra Nababan, menyampaikan, hilangnya batas jumlah menteri dalam RUU Kementerian Negara harus memperhatikan efektivitas, efisiensi, dan prinsip tata kelola pemerintahan. Sebab, sumber daya negara cenderung terbatas sehingga perlu pengaturan yang efisien agar tidak membebani anggaran.
”Mengingat negara memiliki sumber daya yang terbatas, maka dari itu perubahan jumlah kementerian harus diatur seefisien mungkin agar tidak membebani keuangan negara,” ujar Putra.
Selain itu, F-PDIP juga memandang perlu pengaturan lebih lanjut pada aspek pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaannya. Pasal itu juga harus menambahkan syarat dan ketentuan tentang anggaran kementerian terdapat indikator kinerja.
Mengingat negara memiliki sumber daya yang terbatas, dari itu perubahan jumlah kementerian harus diatur seefisien mungkin agar tidak membebani keuangan negar.
Pertimbangan lainnya adalah kapasitas fiskal belanja pemerintah pusat harus dialokasikan dominan kepada rakyat ketimbang birokrasi. Sejauh ini, kata Putra, 50 persen alokasi belanja cenderung untuk keperluan birokrasi.
Anggota Baleg DPR F-PD, Santoso, menyebutkan, frasa yang diubah tidak boleh sekadar efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Sebab, pelaksanaan pemerintahan juga perlu komitmen pada aspek efisiensi. Ia pun berulang kali menekankan perubahan aturan tetap membutuhkan pertimbangan dan kajian yang komprehensif.
”Presiden memang perlu fleksibilitas untuk menentukan kabinetnya. Namun, perlu didasarkan analisis yang komprehensif. Perubahan harus bisa memastikan setiap kementerian punya tanggung jawab yang jelas dan punya jelas tanpa tumpang tindih fungsi dan gangguan kepada pelayanan publik,” ujanya.
Selain itu, alokasi anggaran setiap kementerian juga perlu diselaraskan. Demokrat ingin anggaran yang besar tetap dialokasikan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dengan demikian, seluruh publik tetap bisa merasakan dampaknya.
Hal senada dituturkan anggota Baleg DPR F-PKS, Al Muzammil Yusuf. Menurut dia, diksi yang dicantumkan tidak cukup hanya efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga perlu dicantumkan pula soal efisiensi. Efektivitas dan efisiensi merupakan elemen yang tak terpisahkan.
Sementara itu, Ketua Kelompok F-Gerindra di Baleg DPR, Heri Gunawan, menuturkan, setiap presiden memiliki visi, misi, dan tantangan yang berbeda-beda. Karena itu, Presiden perlu fleksibilitas dalam menentukan nomenklatur hingga jumlah kementerian.
Meski demikian, frasa efektivitas dan efisiensi perlu dijelaskan lebih lanjut lewat ayat baru. Pada saat bersamaan, jumlah resmi kementerian perlu diatur lewat peraturan presiden.
Baidowi mengatakan, seluruh catatan dari sejumlah fraksi itu akan dibahas kembali saat pembahasan RUU Kementerian Negara bersama pemerintah. ”Tentu tadi ada banyak fraksi yang menyampaikan banyak catatan, dan itu ketika nanti dalam pembahasan akan bisa di-review kembali naskah RUU yang kita usulkan,” katanya.