Di Tengah Isu Penggemukan Kabinet Prabowo, DPR Bahas Revisi UU Kementerian Negara
Revisi UU Kementerian Negara mulai dibahas meski tak masuk daftar 43 RUU yang sudah diprioritaskan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat memulai Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023–2024 pada Selasa (14/5/2024). Pada hari pertama setelah reses, pembahasan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara langsung dilakukan oleh Badan Legislasi DPR.
Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara diagendakan untuk dibahas dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa pukul 13.00. Dalam agenda resmi yang diedarkan Sekretariat DPR, dalam pleno tersebut bakal dipresentasikan hasil kajian Tenaga Ahli Baleg mengenai akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Kementerian Negara dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Ditemui seusai Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023–2024, Selasa, anggota Baleg DPR, Mardani Ali Sera, mengaku kaget terhadap undangan rapat pleno pembahasan revisi UU Kementerian Negara. Undangan dimaksud diterima Senin (13/5/2024), atau sehari sebelum masa sidang dibuka Selasa ini.
Meski mengaku belum mengetahui arah pembahasan dalam pleno, Mardani mengungkapkan keberatan jika UU Kementerian Negara direvisi untuk menambah jumlah kementerian. Menurut dia, semestinya kementerian disusun dengan prinsip miskin struktur, tetapi kaya fungsi. ”Kalau semakin banyak kementerian, khawatir akan susah koordinasi, susah sinergi, susah kolaborasi. Kalau ikut jalan reformasi birokrasi, semestinya (jumlah) kementerian justru mengecil bukan membesar,” kata dia.
Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, efektivitas kerja kabinet dengan jumlah kementerian yang besar memang akan sangat bergantung pada kemampuan presiden dalam mengelolanya. Akan tetapi, ia mengingatkan, semakin besar jumlah kementerian akan berdampak pada biaya belanja pegawai yang semakin besar. Koordinasi dan sinergi antarlembaga juga akan semakin sulit, sehingga pemerintahan akan kian jauh dari prinsip reformasi birokrasi, yakni pembangunan institusi yang sedikit tetapi efektif.
Mardani tidak memungkiri, perubahan UU Kementerian Negara terkait dengan rencana pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk menambah kementerian periode 2024–2029. Pasangan presiden dan wakil presiden terpilih itu disebut bakal memperbanyak kementerian untuk mengakomodasi kepentingan politik partai, baik yang mengusung maupun yang berada di kubu lawan mereka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Kendati demikian, Mardani menegaskan, hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden terpilih. Sebelum Prabowo dilantik, urusan struktur kementerian juga masih menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo. ”Karena masa sekarang (Prabowo belum dilantik dan Jokowi belum lengser) mestinya itu kolaborasi mungkin ya,” ujarnya.
Ketua DPR Puan Maharani dalam pidato pembukaan Masa Persidangan V Tahun 2023–2024 yang dibacakan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Nasdem Rachmad Gobel, Selasa, memaparkan, salah satu prioritas kerja lembaganya pada dua masa sidang terakhir sebelum Oktober 2024 adalah menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang masih berada dalam pembicaraan tingkat I. Catatan DPR, ada 43 RUU yang ada dalam daftar tersebut.
”Dalam pembentukan suatu undang-undang, tentu terdapat berbagai dinamika dan sudut pandang yang berbeda-beda. Namun, dinamika tersebut dibatasi oleh norma-norma yang terdapat dalam UUD NRI 1945, DPR RI bersama pemerintah juga harus memperhatikan syarat formal pembentukan undang-undang yang telah menjadi norma dalam keputusan MK,” tutur Puan.
Namun, UU Kementerian Negara tidak ada dalam daftar 43 RUU yang dimaksud Puan. UU Kementerian Negara juga tidak ada dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga tidak memungkiri adanya upaya DPR untuk merevisi UU Kementerian Negara. Ketua Harian Gerindra, salah satu partai pengusung Prabowo-Gibran, itu menegaskan, rencana pengubahan undang-undang tersebut bukan untuk mengakomodasi kepentingan politik dengan menetapkan komposisi menteri dalam jumlah tertentu.
”(Revisi dilakukan) mungkin untuk mengakomodasi kepentingan kebutuhan nomenklatur dan juga bagaimana mengoptimalkan, memaksimalkan kerja-kerja kabinet di masa depan,” lanjutnya.
Menurut Dasco, hal tersebut hingga saat ini belum pernah dibahas bersama tim Prabowo. Oleh karena itu, ia mengklaim, tak bisa menjelaskan lebih jauh mengenai rencana penambahan kementerian. Apalagi, saat ini Prabowo tidak memprioritaskan soal jumlah kementerian.
”Pak Prabowo lebih konsentrasi pada saat ini (untuk) merumuskan, mengkaji soal makan siang gratis dan beberapa program unggulan saat kampanye. Justru untuk pembicaraan mengenai bagaimana mengisi kabinet, siapa saja yang di kabinet, berapa jumlah di kabinet itu belum pernah dibicarakan,” ujar Dasco.