Gerindra Dukung Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menilai, semakin banyak kementerian justru baik bagi pemerintahan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana penambahan jumlah kementerian pada periode pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapatkan dukungan dari elite Partai Gerindra. Sejumlah kementerian dinilai perlu untuk dipecah karena tugas pokok terlalu luas dan mencakup banyak bidang.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman tidak memungkiri adanya wacana penambahan jumlah kementerian pada masa pemerintahan 2024-2029. Saat ini, pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin memiliki 34 kementerian, sedangkan calon presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, yang tengah menyusun kabinet, dikabarkan merancang struktur kabinet yang terdiri atas 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik. Sebab, Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya. Dibutuhkan peran banyak pihak agar program yang dijalankan sesuai sasaran.
”Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Wakil Ketua Komisi III DPR itu melanjutkan, selama ini juga banyak masukan agar sejumlah kementerian dipecah menjadi entitas berbeda karena cakupan tugas yang sangat berbeda. Contohnya, pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) terdapat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang mengurus soal badan hukum serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang mengurus soal narapidana dan lembaga pemasyarakatan. Tak hanya itu, ada pula Direktorat Jenderal HAM yang lingkup tugasnya mencakup penghormatan dan perlindungan terhadap HAM.
Persoalan juga muncul dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam praktiknya, lingkup kerja di KLHK ada pada dua komisi di DPR.
”Kan, kita bernegara ini berdialektika. Mungkin, praktik-praktik yang kemarin perlu disempurnakan. Konsekuensinya, ya, itu bisa ada pengembangan jumlah kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Wacana penambahan jumlah kementerian berkembang seiring dengan manuver Prabowo untuk memperbesar koalisi pendukungnya di pemerintahan. Saat ini Prabowo dan pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, diusung oleh sembilan partai politik (parpol) yang bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dari sembilan parpol tersebut, empat di antaranya, yaitu Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, lolos ke parlemen dan diperkirakan akan menguasai sekitar 48 persen dari 580 kursi DPR.
Untuk memperkuat dukungan terhadap pemerintahannya, Prabowo berupaya merangkul sejumlah parpol yang menjadi lawan politiknya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Parpol-parpol itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, baru PKB dan Nasdem yang menyatakan dukungan untuk pemerintahan Prabowo-Gibran.
Habiburokhman tidak menepis kritik publik yang menduga penambahan jumlah kementerian merupakan upaya untuk mengakomodasi parpol di luar KIM. Menurut dia, hal itu justru menjadi masukan yang akan dipertimbangkan dalam pembentukan kabinet.
Masukan dari masyarakat kami terima, tetapi kewenangan membentuk kabinet, formasinya seperti apa, jumlahnya berapa, itu ada pada Pak Prabowo.
”Jangan sampai (penambahan kementerian) hanya sekadar untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan politik. Masukan dari masyarakat kami terima, tetapi kewenangan membentuk kabinet, formasinya seperti apa, jumlahnya berapa, itu ada pada Pak Prabowo sebagai presiden terpilih,” ujarnya.
Hak prerogatif
Meski jumlah kementerian dirancang lebih banyak, Habiburrakhman memastikan efektivitas kerja kabinet tetap menjadi pertimbangan Prabowo. Para pengurus Gerindra tidak ikut membahas perihal penyusunan kabinet karena hal itu merupakan hak prerogatif presiden. ”Karena yang akan terima rapor dari rakyat itu, kan, beliau (Prabowo), ya. Kita serahkan kepada beliau (untuk) melaksanakan dan mengeksekusi hak-haknya tersebut,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, setiap periode pemerintahan memiliki kekhususan dan susunan kementerian. Publik hendaknya tidak berasumsi bahwa struktur kementerian hanya berkorelasi dengan situasi politik yang dinamis.
”Portofolio kementerian tentu dibahas sesuai dengan urgensinya, apa tujuan dan sasaran ke depan, itu akan disesuaikan dengan portofolio yang akan disusun oleh Pak Prabowo,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya publik menunggu pengumuman resmi dari Prabowo pada saatnya nanti. Sebagai salah satu parpol pengusung Prabowo, Demokrat pun mempercayakan formulasi kursi menteri kepada Prabowo, termasuk yang akan diberikan kepada parpol tersebut.