Salah Gunakan Anggaran Tak Terserap, 10 PNS ESDM Dihukum Penjara Dua-Enam Tahun
Modus yang digunakan para terdakwa dalam memainkan tukin yaitu dengan memanipulasi jumlah nominal setiap tukin pegawai.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepuluh pegawai negeri sipil pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi anggaran tunjangan kinerja divonis hukuman penjara dua sampai enam tahun. Perbuatan mereka dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 27,6 miliar.
Vonis dibacakan oleh ketua majelis hakim Asmudi yang didampingi Sri Hartati dan Sigit Herman Binaji sebagai hakim anggota. Para terdakwa hadir di ruang persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Abdullah, Rokhmat Annashikhah, Hendi, Haryat Prasetyo, dan Maria Febri Valentine divonis hukuman penjara selama dua tahun. Christa Handayani Pangaribowo, Beni Arianto, dan Novian Hari Subagio divonis penjara selama tiga tahun. Sementara itu, Priyo Andi Gularso divonis hukuman penjara selama lima tahun dan Lernhard Febrian Sirait selama enam tahun. Semua terdakwa juga dijatuhi hukuman denda Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Selain hukuman tersebut, para terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti Rp 355 juta sampai dengan Rp 12,4 miliar. Abdullah menjadi terdakwa paling rendah pidana uang penggantinya, sedangkan tertinggi Lernhard.
Perbuatan mereka dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 27,6 miliar.
”Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Asmudi.
Adapun hal yang memberatkan, para terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, memboroskan keuangan negara, dan dilakukan pada saat pandemi Covid-19. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Tak diberikan saat hari raya
Lebih jauh, majelis hakim mengungkapkan, berdasarkan peraturan pemerintah, tunjangan kinerja (tukin) tidak diberikan saat pembayaran tunjangan hari raya dan gaji ke-13 pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Alhasil, terdapat sejumlah anggaran yang tidak terserap.
Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pegawai pada bagian keuangan Kementerian ESDM, yakni Priyo dan Lernhard, untuk melakukan penyimpangan penerimaan tukin dengan memainkan anggaran belanja pegawai. Majelis hakim menemukan tidak ada sampling pemeriksaan laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam pengelolaan anggaran belanja tukin yang menyimpang tersebut.
Modus yang dilakukan Priyo Andi Gularso dan Lernhard Febrian Sirait dalam memainkan anggaran tunjangan kinerja yakni dengan memanipulasi atau mark-up jumlah nominal tunjangan kinerja setiap pegawai setiap bulan dan mencantumkan nama pegawai di direktorat lain.
”Modus yang dilakukan Priyo Andi Gularso dan Lernhard Febrian Sirait dalam memainkan anggaran tunjangan kinerja yakni dengan memanipulasi atau mark up jumlah nominal tunjangan kinerja setiap pegawai setiap bulan dan mencantumkan nama pegawai di direktorat lain,” kata hakim.
Selanjutnya, keduanya mengajak delapan terdakwa lainnya dalam menjalankan modus tersebut.
Tindakan memainkan anggaran belanja tukin tersebut sudah direncanakan Priyo dan Lernhard sejak Juli 2020. Setelah mengajak delapan terdakwa lainnya, mereka mulai memanipulasi tukin pada Agustus 2020 hingga 2022. Perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan negara hingga Rp 27,6 miliar.
Seusai mendengarkan vonis dari majelis hakim, semua terdakwa menerima putusan. Sementara itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pikir-pikir. Asmudi memberikan waktu pikir-pikir selama tujuh hari.