Stagnasi Penanganan Selama Ini Jadi Faktor Anjloknya Peringkat Antikorupsi RI
Pemberantasan korupsi dinilai masih stagnan. Guna meningkatkan pemberantasan korupsi dibutuhkan kolaborasi semua pihak.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberantasan korupsi dinilai masih stagnan. Transparency International Indonesia menyatakan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pun akhirnya terjun bebas dari angka 40 pada tahun 2019 menjadi 34 pada 2022 dan 2023.
Untuk itu, guna meningkatkan pemberantasan korupsi, dibutuhkan kolaborasi efektif seluruh elemen, termasuk organisasi masyarakat sipil, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga calon presiden dan calon wakil presiden yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun mendatang.
Hal itu mengemuka dalam media briefing seusai diskusi publik Masyarakat Sipil: Agenda Prioritas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2024-2029 yang berlangsung di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kamis (2/1/2024).
Diskusi yang berlangsung secara hibrida itu diikuti sejumlah organisasi masyarakat sipil dan akademisi, tim sukses dari tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden, serta KPK. Sejumlah masukan pun dilontarkan oleh berbagai pihak untuk efektivitas pemberantasan korupsi ke depan.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif menyoroti salah satu hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi dengan penegak hukum lain. Selain itu, peningkatan kualitas dan kuantitas laporan penetapan gratifikasi, khususnya di kementerian, lembaga, badan usaha milik negara, dan aparat negara yang selama ini masih kurang.
”Dari masyarakat sipil, kami juga berharap independensi KPK dikembalikan. Salah satunya dengan revisi Undang-Undang KPK. Apakah akan dikembalikan seperti dulu, terserah. Asal dia menjadi independen dan bukan bagian dari eksekutif,” ucapnya.
Menurut Laode, proses seleksi komisioner dan dewan pengawas agar dilakukan lebih transparan dan akuntabel serta rekam jejak yang jelas juga penting sehingga ketika menjalankan tugas, baik saat menjadi komisioner maupun pengawas, benar-benar akuntabel.
Keterbukaan KPK
Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko mengapresiasi keterbukaan KPK yang menggelar diskusi sehingga organisasi masyarakat sipil bisa menyampaikan pokok pikiran terkait tantangan bagaimana meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi, seperti dipersepsikan dalam indeks persepsi korupsi.
Kami juga berharap independensi KPK dikembalikan. Salah satunya dengan revisi UU KPK. Apakah akan dikembalikan seperti dulu, terserah. Asal dia menjadi independen dan bukan bagian dari eksekutif.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyampaikan beberapa poin, di antaranya soal sinergisitas KPK dan aparat penegak hukum lain, termasuk TNI. Pihaknya berharap presiden yang akan datang bisa memfasilitasi komunikasi yang baik antara KPK dan aparat lain.
Begitu pula soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sekian lama ada di lembaga legislatif, pihaknya mengingatkan kembali agar para calon presiden nantinya segera mengesahkan.
Begitu pula dengan regulasi yang tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang terlibat korupsi. Misalnya, soal remisi yang diobral terhadap koruptor, padahal mereka bukan justice collaborator.
”Selanjutnya merevisi regulasi-regulasi yang tidak mendukung peran serta masyarakat. Kita tahu bahwa ada UU yang mendukung peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, tetapi reward-nya masih kurang. Apalagi dibanding ancaman atau hal-hal yang akan dihadapi pelapor. Penghargaan dan sanksi harus diperhatikan dalam regulasi tersebut,” ucapnya.
Independen seperti dahulu
Danang Widoyoko menyatakan idealnya KPK menjadi lembaga independen seperti dahulu. Para pasangan capres dan cawapres juga sudah menyampaikan program-programnya. Pihaknya pun mendorong mereka untuk mengonsolidasi gagasan dengan partai pendukung.
Menurut Danang, rendahnya skor indeks persepsi korupsi salah satunya disumbang oleh transparansi akuntabilitas pendanaan politik. Dalam kesempatan ini semua pasangan calon juga sepakat untuk memperbaiki sistem politik kita. Harapannya bantuan negara bisa ditingkatkan, tetapi di sisi lain akuntabilitas pendanaan politik juga harus meningkat dan transparan.
Masalah lainnya adalah reformasi hukum. ”Agenda reformasi hukum harus dilanjutkan. Ini yang kami dorong kepada pasangan calon dan minta sinergi dengan KPK karena KPK juga punya keprihatinan yang sama bagaimana mendorong integritas di penegak hukum,” katanya.
Pahala Nainggolan dari Divisi Pencegahan Korupsi KPK mengatakan, mulai saat ini KPK akan lebih dekat dengan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media. Namun, untuk masa-masa awal ini perlu disamakan dulu terkait isu teknis, apa saja yang sudah dikerjakan dan apa saja hambatannya.
Menurut Pahala, indeks persepsi korupsi kita dalam 10 tahun terakhir memang stagnan. Artinya, ada sistem di bawah yang tidak berjalan. Sistem yang butuh perubahan masif dan signifikan. Dibutuhkan lompatan untuk bisa keluar dari situasi itu.