Mulai Kamis (26/10/2023), 10 pelapor dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi didengarkan keterangannya oleh Majelis Kehormatan MK pimpinan Jimly Asshiddiqie.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/10/2023), akan menggelar sidang perdana kasus dugaan pelanggaran kode etik para hakim konstitusi berkaitan dengan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden. Sebanyak 10 pelapor akan dikonfirmasi mengenai laporan pengaduan yang sudah disampaikan kepada Majelis Kehormatan.
”Semuanya (pelapor). Ada yang melalui Zoom. Hanya untuk sidang klarifikasi saja dulu. Biar laporan-laporan itu segera direspons,” kata Ketua Majelis Kehormatan MK Jimly Asshiddiqie saat dikonfirmasi berapa pelapor yang akan diklarifikasi, Rabu (25/10/2023).
MK sudah membentuk Majelis Kehormatan dengan menunjuk Jimly Asshiddiqie (Ketua MK periode 2003-2008), Bintan R Saragih (Guru Besar Univeritas Pelita Harapan sekaligus anggota Dewan Etik MK periode 2017-2020), dan hakim konstitusi Wahiduddin Adams. Mereka sudah dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua MK Anwar Usman. Setelah mengucapkan sumpah, ketiga anggota Majelis Kehormatan menggelar rapat perdana dan sepakat menunjuk Jimly sebagai ketua.
Hingga Rabu Majelis Kehormatan menerima 10 pengaduan dari berbagai elemen masyarakat. Sebanyak empat pengaduan melaporkan Anwar Usman. Dua pengaduan mempersoalkan dissenting opinion atau pendapat berbeda Saldi Isra (Wakil Ketua MK). Ada pula pengaduan yang melaporkan lima hakim konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan perkara 90. Selain itu, ada juga yang mengadukan hakim konstitusi Arief Hidayat serta mengadukan seluruh hakim konstitusi.
Jimly mengatakan, setiap pengadu akan diberi waktu sekitar 10 menit untuk menjelaskan isi laporannya. Sidang Majelis Kehormatan rencananya digelar di Ruang Sidang Lantai 4, Gedung II Mahkamah Konstitusi.
Semuanya (pelapor). Ada yang melalui Zoom. Hanya untuk sidang klarifikasi saja dulu. Biar laporan-laporan itu segera direspons.
Jimly dipersoalkan
Pengajar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, tetap mempersoalkan Jimly Asshiddiqie sebagai anggota Majelis Kehormatan meskipun Jimly sudah meyakinkan akan bekerja dengan tetap menjaga integritas. Keberadaan Jimly, menurut dia, berpotensi mengganggu independensi MKMK.
”Nuansa konflik kepentingannya begitu kuat, terutama karena Jimly pernah secara terbuka menyampaikan dukungan ke Prabowo. Orang boleh bilang kalau rekam jejak Jimly tidak diragukan. Tapi, soal konflik kepentingan, tidak boleh ada kompromi,” kata Herdiansyah.
Nuansa konflik kepentingannya begitu kuat, terutama karena Jimly pernah secara terbuka menyampaikan dukungan ke Prabowo. Orang boleh bilang kalau rekam jejak Jimly tidak diragukan. Tapi, soal konflik kepentingan, tidak boleh ada kompromi.
Bebasnya Majelis Kehormatan dari konflik kepentingan sangatlah penting sebab nama MK dipertaruhkan. Kritikan terhadap upaya memolitisasi MK (politicization of judiciary) kencang dilontarkan. Oleh karena itu, hal yang sama juga perlu disuarakan terhadap MKMK.
Perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, utamanya Anwar Usman, bagi Herdiansyah, juga merupakan sesuatu yang tidak sulit untuk ditemukan serta dibuat terang dalam putusan 90 lalu. ”Terutama kaitannya dengan pelanggaran prinsip nemo iudex in causa sua yang melibatkan Anwar Usman. Bahkan, bagi saya, itu seperti gunung meletus yang pada dasarnya semua orang tahu, tidak perlu dibuktikan lagi,” tambahnya.
Bisa makin kisruh
Terkait pernyataan Jimly yang akan menjawab keraguan publik dengan bekerja, ia mengungkapkan bahwa hal itu tidak cukup. Apalagi apabila nantinya hasil keputusan MKMK tidak sejalan dengan suasana batin publik yang membuat keadaan justru semakin kisruh.
Logikanya, enggak bisa konflik kepentingan diselesaikan dengan mekanisme konflik kepentingan juga. Itu seperti menyapu lantai dengan sapu kotor. Enggak akan bersih-bersih lantainya.
”Logikanya, enggak bisa konflik kepentingan diselesaikan dengan mekanisme konflik kepentingan juga. Itu seperti menyapu lantai dengan sapu kotor. Enggak akan bersih-bersih lantainya,” kata Herdiansyah.
Namun, apabila Majelis Kehormatan tetap berjalan dengan di bawah kepemimpinan Jimly, ia berharap seluruh proses di Majelis Kehormatan perlu dibuka sehingga publik mudah mengontrol dan mengawasi. Kinerja Majelis Kehormatan harus benar-benar transparan dan akuntabel. Para anggota majelis juga diharapkan memahami bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga MK bergantung kepada hasil kinerjanya.
Sebelumnya, Jimly mengungkapkan, sidang-sidang Majelis Kehormatan akan dilakukan secara terbuka, khususnya saat mendengarkan keterangan para pelapor, saksi-saksi pelapor, ataupun ahli yang dihadirkan oleh mereka. Namun, proses tersebut akan ditutup apabila Majelis Kehormatan meminta keterangan dari para terlapor.