Uji Materi Usia Capres-Cawapres, Bawaslu: Pertimbangkan Tahapan Pemilu
Semua pihak yang terkait dengan uji materi batas usia capres-cawapres diharapkan mempertimbangkan tahapan pemilu yang sudah berjalan. Pendaftaran bakal capres-cawapres juga tinggal dua bulan lagi dibuka.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SUKABUMI, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mengingatkan seluruh pihak yang terkait dalam uji materi batas usia calon presiden-wakil presiden agar mempertimbangkan urgensi dan waktu tahapan pemilu. Meski demikian, Bawaslu tetap akan menerima dan menjalankan apa pun putusan Mahkamah Konstitusi terkait norma tersebut.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan, ada dua hal penting yang seharusnya menjadi pertimbangan semua pihak yang terkait dengan uji materi batas usia minimal calon presiden-wakil presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pertama, harus ada urgensi dari perubahan norma tersebut berupa hal mendesak yang melatarbelakangi perubahan norma. Kedua, apakah perubahan terjadi di waktu yang tepat di tengah tahapan pemilu yang terus berjalan.
Saat ini, tahapan pemilu sudah berjalan selama 14 bulan sejak dimulai pada 14 Juni 2022 lalu. Bahkan, tahapan pendaftaran capres-cawapres tinggal dua bulan lagi dibuka. ”Kalau bicara soal timing, konteksnya menjadi sangat politis,” ujarnya di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (4/8/2023).
Oleh karena itu, Lolly berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memutus uji materi norma tersebut lebih cepat karena hal itu akan berpengaruh pada persiapan partai politik ataupun gabungan partai politik dalam mengajukan capres-cawapres. Bawaslu bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu juga harus mempersiapkan hal-hal teknis seandainya norma mengenai batas usia capres-cawapres berubah.
”Tetapi, selagi proses uji materi masih berjalan, sebagai warga negara, termasuk Bawaslu, dalam konteks ini menunggu, menghormati, sekaligus memedomani aturan di UU Pemilu yang sampai hari ini belum mengalami perubahan,” katanya.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan uji materi atas Pasal 169 Huruf q UU Pemilu. Pemohon terdiri dari PSI dan sejumlah perorangan warga negara Indonesia, seperti Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachev.
Pasal 169 Huruf q tersebut berbunyi, ”Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun.” Uji materi ini sekaligus meminta batas minimal usia capres-cawapres menjadi 35 tahun.
Tak hanya itu, pengajuan uji materi pasal yang sama disampaikan pula beberapa kepala daerah, yakni Erman Safar (Wali Kota Bukittinggi periode 2021-2023), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024), Ahmad Muhdlor (Bupati Sidoarjo periode 2021-2026), dan Muhammad Albarraa (Wakil Bupati Mojokerto periode 2021-2026). Selain itu, pengaju permohonan serupa adalah Ahmad Ridha Sabana dan Yohana Murtika sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda.
Tidak ada isu konstitusionalitas dalam norma pengaturan batas usia minimal capres-cawapres. Sebab, pilihan batas usia minimal bagi pejabat yang dipilih melalui pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.
Secara terpisah, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai, tidak ada isu konstitusionalitas dalam norma pengaturan batas usia minimal capres-cawapres. Sebab, pilihan batas usia minimal bagi pejabat yang dipilih melalui pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang. Perbedaan batas usia minimal dalam pencalonan presiden-wapres (40 tahun), anggota DPR (21 tahun), bupati (25 tahun), gubernur (30 tahun) menunjukkan usia kematangan sangat tentatif sehingga memunculkan keragaman pilihan dari pembentuk undang-undang.
”Kalau MK memutuskan batas usia 40 tahun inkonstitusinal, sedangkan yang konstitusional adalah usia 35 tahun, bagaimana dengan perbedaan usia minimal pada jabatan politik lain yang sama-sama dipilih melalui pemilu?” katanya.
Lebih jauh, Fadli mengingatkan agar MK konsisten terhadap pengaturan norma batas minimal usia capres-cawapres. Sebab, jika merujuk pada Putusan Nomor 58/PUU-XVII/2019, MK menolak permohonan uji materi yang meminta batas usia minimal kepala daerah diturunkan dari 25 tahun menjadi 21 tahun.
”Sementara jika mengacu pada uji materi batas minimal usia pimpinan KPK yang dikabulkan MK, menjadi tidak apple to apple sebab pengisian jabatan KPK melalui seleksi, sedangkan capres-cawapres adalah jabatan politik yang dipilih melalui pemilu,” tuturnya.
Perludem sebagai salah satu pihak terkait dalam uji materi tersebut menilai, tidak ada diskriminasi dari perbedaan batasan usia minimal sejumlah jabatan politik yang dipersyaratkan undang-undang. Semua warga negara tetap bisa menjadi capres-cawapres selama memenuhi batas usia minimal yang dipersyaratkan. Kalaupun belum mencapai usia minimal, berarti memang belum bisa mendaftar, tetapi tidak kehilangan hak konstitusionalnya.
Menurut Fadli, jika pemerintah dan DPR sama-sama sepakat untuk menurunkan batas usia minimal capres-cawapres, sebaiknya hal itu dilakukan melalui revisi undang-undang. Sebab, menarik MK dalam manuver pencapresan untuk mengutak-atik kerangka hukum pemilu merupakan langkah yang tidak tepat.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid meminta agar MK konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya. Batas usia minimal jabatan politik yang diisi melalui pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka yang menjadi ranah DPR dan pemerintah.
”Sikap konsistensi MK terkait syarat usia pimpinan negara yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai open legal policy harusnya kembali ditunjukkan melalui putusan MK. Konsistensi ini untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen serta jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak mana pun,” ujarnya.
Menurut Hidayat, sikap konsistensi MK perlu ditunjukkan sebagai bentuk kenegarawanan dan penerapan prinsip keadilan. Pasalnya, ada suara dan dugaan kuat di masyarakat bahwa uji materi batas usia minimal capres-cawapres yang baru dilakukan belakangan ini diduga karena adanya kepentingan politik pragmatis untuk meloloskan salah satu figur yang digadang-gadang akan dicalonkan sebagai cawapres. Figur yang diduga adalah Gibran Rakabuming Raka yang juga merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo kini usianya belum mencapai 40 tahun sehingga tidak memenuhi syarat pencalonan.
”Jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran dengan ketidakkonsistenan MK dalam memutus perkara ini,” tuturnya.