Kejagung Harapkan Airlangga Hartarto Penuhi Panggilan Kedua
Diharapkan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memenuhi panggilan kedua yang akan dikirim Kejagung. Keterangan Airlangga dibutuhkan guna penyidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung pada Selasa (18/7/2023). Airlangga dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya.
Pemanggilannya itu juga sudah mundur satu hari. Sedianya pemanggilan dan pemeriksaan Airlangga dilakukan pada Senin (17/7/2023). Untuk itu, Kejagung akan memanggil Airlangga untuk kedua kalinya pada Senin (24/7/2023) depan, dan diharapkan pemanggilan itu dapat dipenuhi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, pada Selasa, mengatakan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Airlangga sedianya dilakukan pada Senin kemarin. Namun, Airlangga meminta agar pemeriksaan diundur menjadi Selasa.
Pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Airlangga sedianya dilakukan pada Senin kemarin.
Ketika dijadwalkan pemeriksaan dilangsungkan pada Selasa pagi, menurut Ketut, Airlangga menyatakan bahwa dia baru bisa datang ke Kejagung pada sore hari sekitar pukul 16.00. ”Kita tunggu sampai jam enam (pukul 18.00) lewat beliau tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi alasan mengenai ketidakhadirannnya,” kata Ketut.
Ketut mengatakan, pemeriksaan terhadap Airlangga terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah dan turunannya. Pada kasus tersebut, penyidik Kejagung telah menetapkan lima tersangka yang semuanya sudah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap. Mereka adalah Indra Sari Wisnu Wardhana, Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma, serta Pierre Togar Sitanggang.
Setelah kasus tersebut berkekuatan hukum tetap, penyidik kemudian menetapkan tiga tersangka korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Menurut Ketut, Airlangga sedianya akan diminta keterangan terkait dengan penyidikan terhadap tiga tersangka korporasi tersebut.
”Kenapa baru dipanggil untuk kasus CPO? Karena berdasarkan putusan Mahkamah Agung, beban kerugian dibebankan kepada tiga korporasi ini, tidak dibebankan kepada para terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap. Karena itu, kami menggali dari sisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan,” tutur Ketut.
Penggalian keterangan tersebut, lanjut Ketut, terkait dengan evaluasi kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. Diduga terdapat kebijakan yang merugikan negara secara signifikan, yakni sekitar Rp 6,7 triliun. Hal-hal itulah yang hendak digali penyidik dari Airlangga.
Ketika ditanya tentang pemanggilan itu terkait dengan politik, Ketut mengatakan bahwa semua pihak selalu mengaitkan ke politik. Namun, Ketut memastikan proses pemanggilan terhadap Airlangga dilakukan secara transparan dan profesional.
Untuk itu, penyidik berencana untuk kembali melayangkan surat panggilan kepada Airlangga pada Kamis (20/7/2023) dan dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan pada Senin (24/7/2023). Ketut pun berharap Airlangga memenuhi panggilan penyidik. ”Harapan kami, semua warga negara patuh hukum,” ujar Ketut.
Terkait penyidikan kasus tersebut, hingga saat ini penyidik telah memeriksa 17 saksi dan menggeledah maupun menyita tujuh kantor perusahaan yang tersebar di beberapa lokasi di Sumatera Utara.
Lokasi yang digeledah tersebut adalah Kantor PT WNI & PT MNA di Gedung B & G Tower (Kota Medan, Sumatera Utara), Kantor PHG di Kota Medan, Kantor PT MM di Kota Medan, Kantor PT PAS di Kota Medan, Kantor PT ABP di Medan Belawan, Kantor PHG di Kota Medan, serta Kantor Bank BCA Cabang Utama Medan di Medan. Penyidik juga telah menyita beberapa aset terkait kasus tersebut.
Hingga saat ini penyidik telah memeriksa 17 saksi dan menggeledah maupun menyita tujuh kantor perusahaan yang tersebar di beberapa lokasi di Sumatera Utara.
Dihubungi secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman berpandangan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Airlangga seharusnya sudah dilakukan penyidik ketika para tersangka perseorangan masih dalam tahap penyidikan. Dengan demikian, pemanggilan yang dilakukan sekarang dinilai sudah sangat terlambat.
Menurut Boyamin, pemeriksaan terhadap Airlangga diperlukan karena kebijakan terkait ekspor minyak sawit mentah dan turunannya tidak hanya diurus oleh Kementerian Perdagangan, tetapi juga beririsan dengan kebijakan yang ditelurkan Kemenko Perekonomian. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap Airlangga memang sudah seharusnya dilakukan.
Terkait dengan mangkirnya Airlangga, menurut Boyamin, ketika seseorang saksi dipanggil penyidik, tetapi tidak datang tanpa pemberitahuan, maka dalam panggilan kedua, penyidik bisa sekaligus menerbitkan perintah membawa. Dengan demikian, jika tidak datang, yang bersangkutan bisa dijemput oleh penyidik. Di sisi lain, Boyamin pun berharap agar Airlangga memenuhi panggilan penyidik sebagai warga negara yang baik sekaligus memberikan contoh bagi masyarakat.
”Mestinya dalam pemanggilan besok Senin sudah disertai dengan surat perintah membawa karena sekarang sudah tahap penyidikan. Tapi kalau ada alasan kenapa mangkir, baru perintah membawa itu disertakan pada perintah ketiga. Kejagung tidak perlu ragu-ragu dengan itu karena hukum mengaturnya,” ujar Boyamin.