Hakim Konstitusi Diharapkan Konsisten Menolak Perkara Sistem Pemilu
Tak ada isu konstitusionalitas dalam sistem pemilu. Jika ada perubahan pada sistem itu, sebaiknya dilakukan melalui revisi undang-undang karena sistem pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembuat undang-undang.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim Mahkamah Konstitusi diharapkan tetap konsisten menolak gugatan uji materi sistem pemilu seandainya gugatan serupa kembali diajukan oleh pihak lain. Saluran untuk mengubah sistem pemilu semestinya dilakukan melalui proses legislasi oleh pembentuk undang-undang.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan, PAN berharap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dalam memutus uji materi terkait sistem pemilu. Jika ada yang mengajukan gugatan terkait sistem pemilu lagi, hakim konstitusi seharusnya kembali menolak permohonannya. Selain sudah pernah diputus, substansinya pun tidak bergerak dari uji materi sistem pemilu yang sudah diputuskan kemarin.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami percaya penuh majelis hakim konstitusi akan kembali menolak permohonan uji materi sistem pemilu karena substansinya tidak akan berubah dari yang sudah diputus MK,” katanya di Jakarta, Jumat (16/6/2023).
Sebelumnya, MK dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang Pemilu, Kamis (15/6/2023), menolak permohonan sejumlah kader partai dan bakal calon anggota legislatif untuk mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau coblos partai. Sistem proporsional terbuka dinilai lebih dekat dengan konstitusi yang mengamanatkan kedaulatan di tangan rakyat.
”Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca putusan uji materi.
MK dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang Pemilu, Kamis (15/6/2023), menolak permohonan sejumlah kader partai dan bakal calon anggota legislatif untuk mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau coblos partai.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan memberikan apresiasi kepada hakim konstitusi yang menolak gugatan sistem pemilu agar diubah dari proporsional daftar terbuka menjadi proporsional tertutup. Sejak awal, ia percaya bahwa MK akan bertindak sebagai lembaga yang menjaga hukum, demokrasi, dan keadilan di Indonesia. Komitmen sebagai negara yang memegang prinsip demokrasi konstitusional dipertegas oleh keputusan MK yang mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.
”Sikap MK ini menunjukkan komitmen MK dalam membangun demokrasi konstitusional yang memosisikan suara rakyat sebagai suara Tuhan (vox populi vox dei). Sebab, dalam realitasnya, dinamika sosial sebagian besar menginginkan pemilu dengan sistem proporsional terbuka,” katanya.
Zulkifli yakin bahwa MK bertindak dan berpikir secara mandiri atau independen dan tidak dalam intervensi dari pihak mana pun. Keputusan MK yang bersifat final dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain yang dapat mengubah putusan tersebut menjadikan kehadiran MK harus dijaga dengan serius, hati-hati, dan sepenuh jiwa raga. Ia pun berharap agar MK akan terus menjadi lembaga penjaga konstitusi serta menjaga hukum dan keadilan di Indonesia.
Beberapa hal yang menjadi faktor penyebab kelemahan di pemilu, misalnya praktik politik uang, kompetisi calon anggota legislatif (caleg) yang tidak normal, kecurangan penghitungan suara, kemandirian, dan profesionalitas penyelenggara, haruslah diperbaiki bersama-sama. Seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, partai politik, penyelenggara pemilu, pemantau pemilu, kekuatan prodemokrasi, hingga seluruh masyarakat, harus turut memperbaiki kelemahan yang masih terjadi.
”Saya menyadari setiap periodisasi pemilu haruslah meniadikan kehidupan demokrasi Indonesia semakin baik dan bermanfaat untuk rakyat, bangsa, dan negara. Pemilu harus memperkuat pelembagaan demokrasi, meningkatkan kualitas lembaga legislatif dan eksekutif, serta mempercepat terwujudnya masyarakat adil, makmur berdasarkan cita-cita kemerdekaan,” ujar Zulkifli.
Ketua DPP Partai NasdemSaan Mustopa sependapat, jika ada pihak lain yang kembali menggugat sistem pemilu proporsional terbuka harus ditolak. Argumen yang diberikan pasti tidak jauh berbeda dengan yang sudah diputus MK. Terlebih, tidak ada isu konstitusionalitas dalam perkara sistem pemilu.
Jika ada perubahan, sebaiknya melalui revisi undang-undang karena sistem pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembuat undang-undang.
Menurut dia, semua pihak harus menghormati putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Jika ada perubahan, sebaiknya melalui revisi undang-undang karena sistem pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembuat undang-undang. Pemerintah dan DPR akan terus berusaha mencari sistem pemilu yang paling mendekati ideal sekaligus mengeliminasi kekurangan-kekurangan dari sistem pemilu yang telah diterapkan.
”Sistem proporsional daftar terbuka telah mengakomodasi kepentingan parpol dan pemilih,” kata Saan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, tidak tertutup kemungkinan ada pihak yang ingin menguji lagi sistem pemilu ke MK. Namun, ia optimistis hakim konstitusi tidak akan menerima gugatan karena sudah pernah diuji sebelumnya. Bahkan, tidak ada isu konstitusionalitas dalam sistem pemilu.
”Kalaupun putusan bisa berbeda, harus ada argumentasi yang kuat dalam pertimbangan hakim dan situasi yang berbeda dari sekarang sehingga putusannya relevan,” kata Fadli.
Menurut dia, jika ada pihak yang ingin mengkritisi sistem pemilu, sebaiknya dilakukan melalui forum legislasi. Sebab, sistem pemilu memiliki banyak varian dan berdampak ke banyak hal, mulai dari manajemen pemilu hingga rekrutmen caleg. Oleh karena itu, perubahan sistem pemilu seharusnya melibatkan semua pihak.
Meski demikian, lanjut Fadli, revisi harus tetap mempertimbangkan putusan MK, di antaranya perubahan diharapkan tidak terlalu sering dilakukan demi terwujudnya kepastian hukum suatu sistem pemilu. Perubahan hanya dilakukan dalam rangka menutup kelemahan sistem yang berlaku dan dilakukan saat penyelenggaraan pemilu baru dimulai. Selain itu, perubahan sistem pemilu ditujukan untuk menjaga keseimbangan peran parpol dan prinsip kedaulatan. Hal yang juga penting adalah perubahan sistem pemilu harus memperhatikan pendapat seluruh kalangan dan dengan menerapkan partisipasi bermakna.