Pengajuan uji materi yang dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Pasal 29 huruf e UU KPK hanya untuk kepentingan pribadi. Ghufron dinilai sangat berorientasi mencari keuntungan pribadi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melakukan uji materi terhadap Pasal 29 huruf e Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas kepentingan pribadi, bukan sebagai pimpinan KPK. Ia mengajukan uji materi tersebut karena setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan yang sama di hadapan pemerintah.
Ghufron mengungkapkan, uji materi tersebut diajukan pada dua pekan lalu. Ia mengajukan uji materi terhadap Pasal 29 huruf e tentang persyaratan usia yang dari semula pada saat ia diseleksi usia minimal 40 tahun. Dengan adanya revisi undang-undang KPK, aturan tersebut berubah menjadi 50 tahun.
”Itu Pasal 29 yang kami uji. Batu uji adalah menggunakan dengan pengujian sistematis, yaitu kami memandang ketentuan tersebut kontradiksi dengan Pasal 34 UU KPK. Yaitu bahwa pimpinan KPK itu masa jabatannya 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa periode berikutnya,” kata Ghufron di Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Atas nama pribadi Pak Ghufron, bukan Wakil Ketua KPK.
Menurut Ghufron, uji materi ini merupakan hak pribadi. Ia memiliki kepentingan, tetapi tetap memberitahukan kepada pimpinan KPK lainnya. Pimpinan lain telah menyerahkannya kepada Ghufron karena bukan kepentingan kelembagaan. ”Atas nama pribadi Pak Ghufron, bukan wakil ketua KPK,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, persoalan ini adalah hak setiap warga negara. Berdasarkan Pasal 27 UUD 1945, setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan yang sama di hadapan pemerintahan. Berdasarkan Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa pemohon yang berhak mengajukan uji materi, salah satunya perseorangan yang merasa kepentingannya dirugikan atas berlakunya undang-undang.
Saat ditanya apakah Ghufron akan mencalonkan diri lagi sebagai pimpinan KPK, ia tidak menjawab dengan lugas. Ia melakukan uji materi karena norma tersebut mengakibatkan Pasal 34 UU KPK tidak berlaku karena adanya Pasal 29. ”Artinya itu adalah kerugian konstitusional saya dengan berlakunya Pasal 29 huruf e itu,” kata Ghufron.
Artinya itu adalah kerugian konstitusional saya dengan berlakunya Pasal 29 huruf e itu.
Keuntungan pribadi
Menurut Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha, pengajuan judicial review (uji materi) UU KPK ke Mahkamah Konstitusi oleh Ghufron sangat berorientasi untuk mencari keuntungan pribadi. Sebab, revisi UU KPK menimbulkan banyak sekali hambatan pada KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun, Ghufron tidak pernah meributkan revisi yang melemahkan institusi tersebut.
Alih-alih Nurul Ghufron baru bersuara ketika ada kepentingan pribadinya yang terusik untuk maju kembali sebagai pimpinan KPK. Bahkan, untuk menghindari persaingan, Nurul Ghufron hanya meminta perubahan minimal umur, tetapi menambahkan klausul ’pernah menjabat pimpinan KPK’ guna mengakomodasi kepentingan untuk maju tanpa menambah saingan.
”Alih-alih Nurul Ghufron baru bersuara ketika ada kepentingan pribadinya yang terusik untuk maju kembali sebagai pimpinan KPK. Bahkan, untuk menghindari persaingan, Nurul Ghufron hanya meminta perubahan minimal umur, tetapi menambahkan klausul ’pernah menjabat pimpinan KPK’ guna mengakomodasi kepentingan untuk maju tanpa menambah saingan,” kata Praswad.
Ia mengatakan, jika pengajuan uji materi tersebut dikabulkan, hanya Ghufron satu-satunya orang di Indonesia yang bisa mendaftar calon pimpinan KPK tahun depan, meskipun belum berumur 50 tahun sesuai dengan persyaratan UU KPK.
Selain itu, menurut Praswad, ada standar ganda yang digunakan dalam menafsirkan UU KPK. Ghufron selalu berlindung di balik revisi UU KPK pada saat melakukan pemecatan 57 pegawai KPK, yakni seakan UU KPK versi tafsirnya adalah yang paling benar. Ghufron tidak pernah mengambil atau mendukung uji materi untuk mencegah pemecatan, tetapi secara aktif mendukung pemecatan. Namun, ketika menyangkut kepentingannya, ia maju ke MK untuk merevisi UU KPK.
Ghufron dinilai Praswad tidak konsisten. Pada 17 September 2019, Ghufron menegaskan bahwa sebagai pimpinan KPK siap melaksanakan UU KPK hasil revisi tanpa adanya reservasi. Walaupun banyak sekali kritik terhadap substansi UU, Ghufron mengatakan bahwa KPK hanyalah pelaksana UU. Namun, karena UU KPK mengusik terkait hal pribadinya, Ghufron langsung mengajukan revisi UU dengan klausul khusus yang akan menguntungkan dirinya.
”Pimpinan KPK adalah pejuang terdepan dalam perang pemberantasan korupsi, bukan pencari kerja. Mengajukan perubahan UU KPK ke Mahkamah Konstitusi harusnya dilakukan demi berjalannya pemberantasan korupsi secara tegak lurus di Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi agar bisa mendaftar kembali sebagai pimpinan tahun depan,” kata Praswad.