Korupsi Kepala Daerah Marak, Kejar Setoran Tutupi Biaya Politik Jadi Sebab
Korupsi pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan dan perizinan, kolusi, serta nepotisme marak terjadi di daerah. Politik biaya tinggi menjadi sebab maraknya korupsi yang dilakukan kepala daerah.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejar setoran untuk menutupi biaya politik yang telah dikeluarkan menjadi salah satu faktor penyebab maraknya korupsi kepala daerah. Korupsi biasanya dilakukan dengan modus pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, perizinan, kolusi, serta nepotisme.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, korupsi seperti terjadi di Pemerintah Kota Bekasi berlangsung marak di pemerintah daerah lainnya. ”Korupsi di sejumlah daerah dilakukan dengan modus pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, perizinan, kolusi dan nepotisme. Menurut dia, ada banyak faktor yang menjadi penyebab dari korupsi itu seperti kejar setoran atas biaya (besar) politik yang telah dikeluarkan, tetapi ada pula yang memang bentuk dari perilaku tamak atau rakus," tuturnya Sabtu (8/1/2022) malam.
Dengan situasi tersebut, lanjut Nawawi, tidak mengejutkan jika operasi tangkap tangan (OTT) bisa seperti berburu di kebun binatang. Banyak yang melakukan praktik korupsi dengan modus serupa di daerah yang sangat jauh dari jangkauan Jakarta.
”Kondisi ini memang sangat memprihatinkan di tengah upaya pemberantasan korupsi. Terlebih, di saat negeri dan rakyat dalam situasi sulit seperti sekarang ini. Apa yang terjadi dengan pimpinan daerah di Kota Bekasi pada awal tahun baru ini, mudah-mudah menjadi warning bagi yang lainnya, yang masih terus dengan perilaku kotor korupnya,” tuturnya.
Dia berharap, para kepala daerah tidak berpikir aman-aman saja dengan praktik-praktik kotor seperti itu. KPK memiliki mata di masyarakat yang selalu siap melaporkan dugaan penyelewengan yang mereka temukan di daerah. KPK juga memiliki lima Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) yang area kerjanya meliputi seluruh daerah di Indonesia.
”Sekali lagi, hentikan praktik-praktik kotor korup seperti itu. Sejahterakan rakyat di mana anda memegang amanah sebagai pimpinan di daerah tersebut,” kata Nawawi.
Sementara itu, terkait dengan operasi tangkap tangan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Jumat lalu, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan untuk mengusut kasus dugaan korupsi dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Korupsi di sejumlah daerah dilakukan dengan modus pengadaan barang dan jasa, jual-beli jabatan, perizinan, kolusi dan nepotisme. Menurut dia, ada banyak faktor yang menjadi penyebab dari korupsi itu seperti kejar setoran atas biaya (besar) politik yang telah dikeluarkan, tetapi ada pula yang memang bentuk dari perilaku tamak atau rakus.
Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu, mengatakan, tim penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di Jakarta, Kota Bekasi, dan Bogor, Jawa Barat. Tempat-tempat yang didatangi tim penyidik itu di antaranya adalah kantor Wali Kota Bekasi, rumah jabatan dinas Wali Kota Bekasi dan rumah kediaman dari para pihak yang terkait dengan perkara.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka bersama delapan orang lainnya dari kalangan pejabat Pemkot Bekasi dan swasta. Rahmat ditetapkan sebagai tersangka pasca-operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 14 orang di Bekasi pada Rabu-Kamis (5-6/1/2022). Selain Rahmat, empat tersangka di antaranya adalah pemberi imbalan, yaitu Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, Lai Bui Min, Direktur PT Kota Bintang Rayatri Suryadi, serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. Lima tersangka lainnya adalah penerima imbalan yaitu Rahmat Effendi, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi M Bunyamin, Lurah Kati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi. KPK juga menyita barang bukti uang Rp 5,7 miliar. Sebanyak Rp 2 miliar di antaranya masih berada di dalam rekening bank, (Kompas, 7 Januari 2022).
”Dari upaya paksa ini, tim penyidik menemukan dan mengamankan di antaranya berbagai dokumen yaitu dokumen proyek yang dilaksanakan di Kota Bekasi, administrasi kepegawaian aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Bekasi, dan barang elektronik,” kata Ali melalui keterangan resmi.
KPK akan menganalisis bukti-bukti yang didapatkan dalam penggeledahan. Selain itu, KPK juga akan menyita sejumlah bukti-bukti untuk melengkapi berkas perkara penyidikan. Dalam waktu dekat, KPK juga akan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan seputar korupsi serta peran para tersangka.
Hak prerogatif
Asisten Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Pengawasan Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah 2 Kukuh Heruyanto mengatakan, KASN menerima dua kali usulan pengisian jabatan di lingkungan Inspektorat Kota Bekasi. Usulan lelang jabatan inspektur itu diajukan sebelum Wali Kota Bekasi ditangkap KPK.
”Panselnya sudah mendapat rekomendasi dari Mendagri. Kemudian, baik dari sisi jumlahnya pun juga sudah sesuai dengan ketentuan. Terkait dengan internal juga diatur agar tidak boleh lebih dari 45 persen. Ketentuan ini pun juga sudah terpenuhi,” kata Kukuh.
Dari sisi eksternal, lanjut Kukuh, KASN juga melihat panitia seleksi sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni terdiri dari kalangan akademisi, guru besar, dan doktor. Regulasinya sudah diatur sejak rencana seleksi hingga persetujuan akhir. Tahapan seleksi dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku hingga menghasilkan tiga nama calon inspektur. Tiga nama itu kemudian diserahkan kepada Wali Kota Bekasi untuk dipilih. Dalam proses pemilihannya pun, Rahmat masih meminta rekomendasi dari KASN.
”Sampai tahapan itu, kami tidak menemukan ada sebuah kejanggalan dari lelang jabatan inspektur. Namun, kalau sudah sampai pada tahapan tiga besar itu kan adalah kewenangan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Untuk memilih salah satunya adalah kewenangan prerogatif dari PPK,” kata Kukuh.
Kewenangan prerogatif inilah yang kemungkinan menjadi celah dalam kasus jual beli jabatan. Karena yang dipilih itu kan tidak harus rangking satu. Kecuali kalau manajemen pengisian dilakukan oleh talent pool. Regulasi juga tidak mengatur secara rinci apakah PKK harus memilih peringkat paling atas atau tidak. Dengan menggunakan mekanisme talent pool, kata Kukuh, kemungkinan jual-beli jabatan menjadi lebih kecil.
Selain lelang jabatan inspektur, kata Kukuh, Pemkot Bekasi juga melakukan rotasi atau mutasi antar-jabatan pimpinan tinggi (JPT). Ada sekitar sepuluh lebih jabatan yang dimutasi dan dirotasi pada bulan Desember. Untuk rotasi dan mutasi jabatan itu pun sebenarnya sudah dilayangkan rekomendasi untuk uji kompetensi di KASN.
”Di ketentuan ini pun, semuanya prosedural semuanya. Mulai dari panselnya, komposisinya, kemudian dari pejabat pimpinan pratama yang akan diikutkan uji kompetensi sudah memenuhi persyaratan SE Menpan Nomor 5 Tahun 2020,” kata Kukuh.
Masukan dari KASN untuk mencegah suap jual-beli jabatan adalah mengubah UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Idealnya, UU ASN juga mengatur tentang kerja sama antar-instansi pemerintah untuk menyiapkan pansel lelang jabatan. Pansel tidak diangkat oleh PPK, tetapi diambil dari pansel nasional sehingga kredibilitasnya lebih terukur.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menambahkan, keterlibatan kepala daerah dalam suap jual-beli jabatan umumnya diakibatkan oleh keinginan mereka mengumpulkan modal politik. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari pemilu yang berbiaya tinggi.
Sehingga dalam melihat masalah korupsi kepala daerah mestinya tidak dipisahkan dengan pembenahan partai politik (parpol). Sebab, akar persoalannya adalah pola perekrutan pemimpin daerah oleh parpol.
”Parpol harus berpikir untuk berbenah dalam seleksi sirkulasi elite politik di daerah. Sebab, pada akhirnya itu akan berdampak pada kualitas anggotanya yang menduduki jabatan publik seperti kepala daerah,” kata Egi. (DEA)