Konsultasi Hukum: Tak Bisa Sembarangan Keluarkan Anak dari Keluarga
Menghapus anak atau anggota keluarga lain dari kartu keluarga (KK) dapat dilakukan. Namun, penghapusan itu dapat dilakukan hanya melalui mekanisme perubahan KK dengan alasan yang limitatif, sesuai undang-undang.
Oleh
Kompas-Peradi
·5 menit baca
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat, melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: [email protected] dan [email protected], yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih
Pertanyaan:
Minggu ini publik diramaikan dengan cerita seorang selebritas olahraga menghapus atau mengeluarkan nama anak kandungnya dari daftar kartu keluarga. Apakah secara hukum dimungkinkan seorang ayah atau kepala keluarga mengeluarkan anak atau anggota keluarga dari kartu keluarga? Apakah ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh anak atau siapapun yang dikeluarkan dari kartu keluarga? Bagaimana tanggung jawab orangtua, khususnya ayah terhadap anak dari hasil perkawinan sebelumnya? Tanggung jawab itu sampai anak umur berapa? Terima kasih (Andreas Benoe AP, Jakarta Pusat)
Oleh Advokat Viator Harlen Sinaga SH MH, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI)
Terima kasih pak Andreas Benoe AP dari Jakarta Pusat atas pertanyaan yang diajukan. Berikut ini penjelasannya.
Apakah secara hukum dimungkinkan seorang ayah atau kepala keluarga mengeluarkan anak atau anggota keluarga dari kartu keluarga?
Dimungkinkan untuk mengeluarkan anak atau anggota keluarga lain dari kartu keluarga (KK). Untuk mengetahui hal tersebut harus dilihat penjelasan Pasal 62 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan: “Yang dimaksud dengan perubahan susunan keluarga dalam KK adalah perubahan yang diakibatkan adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti pindah datang, kelahiran, atau kematian”.
Perubahan pada KK tersebut mensyaratkan adanya peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. Adapun yang dimaksud dengan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. adalah sebagai berikut: Pasal 1 angka (11) UU Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas UU No. 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan menyatakan, “Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap”
Sedangkan yang dimaksud peristiwa penting berdasarkan pasal 1 angka (1) UU No. 24/2013 Tentang Perubahan Atas UU No. 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan, adalah sebagai berikut: “Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan”
Dengan demikian dari seluruh uraian di atas, menghapus anak atau anggota keluarga lain dari KK dapatlah dilakukan. Penghapusan tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan KK dengan alasan yang limitatif sebagaimana diatur dalam UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan jo. UU No. 24/2013, yakni adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting.
Perubahan pada KK tersebut mensyaratkan adanya peristiwa kependudukan dan peristiwa penting.
Apakah ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh anak atau siapapun yang dikeluarkan dari kartu keluarga?
Baik anak ataupun anggota keluarga lainnya yang dirugikan, karena dikeluarkan dari KK dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada ayah atau kepala keluarga yang bersangkutan ke pengadilan. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH)Perdata menyatakan “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Selanjutnya dari pasal 1365 KUHPerdata tersebut memuat unsur-unsur berikut:
Adanya perbuatan melawan hukum
Adanya kesalahan
Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan
Adanya kerugian.
Dengan demikian, apabila dapat dibuktikan keempat unsur perbuatan melawan Hukum di atas, maka anak ataupun anggota keluarga lainnya yang dirugikan karena tindakan penghapusan yang dilakukan oleh ayah atau kepala keluarga yang bersangkutan, dapat memintakan ganti rugi dan/ pembatalan penghapusan tersebut.
Bagaimana tanggung jawab hukum dari orang tua, khususnya terhadap anak hasil perkawinan sebelumnya? Tanggung jawab hukum dari orang tua terhadap anak terhadap secara umum, diatur sebagai berikut:
Tanggung jawab hukum dari orang tua terhadap anak secara umum dapat diketahui dari UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawanan. Pasal 7 ayat (1) UU No. 1/1974 tentang batas usia 16 tahun untuk dapat kawin untuk seorang wanita dan 19 tahun untuk seorang laki-laki yang telah diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-XV/2017. Intinya, dengan perubahan putusan MK tersebut tidak lagi dibedakan batas usia dapat kawin antara laki – laki dan wanita, karena itu disamakan pada usia 19 tahun. Karena itu, untuk laki – laki dan wanita dapat kawin tanpa izin dari orang tua pada usia 19 tahun. Artinya, pada usia tersebut bisa melangsungkan perkawinan, karena itu tidak lagi menjadi tanggung jawab orangtua.
Dengan konstruksi usia perkawinan tersebut sesungguhnya anak di atas usia 19 tahun tidak lagi tanggung jawab orang tua. Dalam Pasal 45 UU No. 1/1974, ditentukan bahwa orangtua wajib memelihara dan dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri. Itulah yang disebut tanggung jawab orang tua. Namun, dalam UU No. 1/1974 untuk berdiri sendiri tidak ditentukan batas usianya. Namun, dalam masyarakat Indonesia, sudah merupakan hukum kebiasaan, bahwa orangtua masih menanggung anak sampai selesai kuliah (kurang lebih 24 tahun).
Dalam perkawinan orangtua mempunyai kewajiban untuk membesarkan dan memelihara anak.
Tanggung jawab orangtua terhadap anak dari perkawinan sebelumnya yang dibawa salah satu pihak (laki – laki atau wanita) dalam perkawinan yang harus dikembalikan kewajiban suami dan istri terhadap anak dalam perkawinan.
Mengenai batas usia tanggung jawab tadi sudah dijelaskan di atas, karena itu yang kita pikirkan sekarang, ialah terlebih pada usia di bawah 19 tahun yang dibawa salah pihak dalam perkawinan. Dalam perkawinan orangtua mempunyai kewajiban untuk membesarkan dan memelihara anak. Anak yang dibawa oleh salah satu pihak, secara hukum anak tersebut, adalah anak sahnya dahulu. Maka, anak tersebut adalah tanggungan dari yang membawa. Sedangkan pasangannya yang baru hanya memiliki tanggung jawab secara moral terhadap anak tersebut. Demikian penjelasan dari kami.