Gugatan Pilkada Kalsel Kandas, KPU Segera Tetapkan Sahbirin-Muhidin
Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan sengketa hasil pemungutan suara ulang Pilkada Kalimantan Selatan dari calon Denny Indrayana-Difriadi. Kedudukan hukum tak terpenuhi. Dugaan kecurangan tak terbukti.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum akan segera menetapkan pasangan calon H Sahbirin Noor-Muhidin sebagai gubernur-wakil gubernur Kalimantan Selatan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang tak dapat menerima permohonan sengketa hasil pemungutan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah Kalimantan Selatan dari pasangan Denny Indrayana-Difriadi.
Permohonan itu tak dapat diterima karena raihan suara pemohon tak memenuhi syarat seperti diatur dalam Undang-Undang Pilkada, selain dugaan kecurangan yang didalilkan pemohon dinilai tak terbukti selama persidangan.
”Setelah ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) ini berarti tahapan berikutnya adalah penetapan paslon (pasangan calon) terpilih. Maksimal lima hari setelah pembacaan putusan MK, KPU akan tetapkan paslon terpilih,” ujar komisioner KPU, Hasyim Asyari, saat dihubungi, Jumat (30/7/2021).
Putusan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kalimantan Selatan (Kalsel) dibacakan majelis hakim konstitusi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (30/7/2021).
Majelis hakim menilai kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis (TSM) yang didalilkan pemohon, yakni paslon gubernur-wakil gubernur Denny Indrayana-Difriadi, kepada pasangan Sahbirin Noor-Muhidin tidak terbukti selama persidangan. Pemohon di antaranya menyebut paslon Sahbirin-Muhidin yang memperoleh suara terbanyak berusaha memenangi PSU di tujuh kecamatan dengan mengintimidasi simpatisan pemohon dengan cara premanisme.
Sahbirin-Muhidin juga disebut memanfaatkan aparat desa, yaitu lurah dan pengurus RT, dengan menjadikan mereka sebagai tim sukses. Imbalannya berupa gaji bulanan. Selain itu, mereka juga dituding melakukan politik uang berupa pemberian uang dan barang kepada pemilih dalam bentuk zakat serta sedekah.
”Alat bukti yang diajukan pemohon tidak dapat membuktikan dan meyakinkan mahkamah,” kata hakim Arief Hidayat.
Majelis, misalnya, menyatakan, keterlibatan aparat desa dalam memenangkan paslon Sahbirin-Muhidin tidak terbukti. Alat bukti yang diajukan pemohon tak meyakinkan. Tak ada pula rangkaian fakta yang membuktikan bahwa ada upaya dari aparat desa di tujuh kecamatan memenangkan Sahbirin-Muhidin. Fakta yang terungkap di persidangan bersifat sporadis sehingga tidak masuk TSM.
Begitu pula untuk dugaan pembagian uang dan bahan makanan pokok untuk memengaruhi pemilih, mahkamah juga berpandangan tindakan tersebut hanya bersifat sporadis. Fakta yang disampaikan di persidangan juga belum meyakinkan untuk membuktikan pelanggaran terjadi secara TSM. Jadi, tak tepat jika disimpulkan dapat memengaruhi raihan suara setiap calon secara signifikan.
Ambang batas sengketa
Oleh karena dugaan kecurangan tidak terbukti, majelis hakim kembali melihat kedudukan hukum pemohon. Berdasarkan aturan Pasal 158 Ayat (1) Huruf b UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), syarat ambang batas pengajuan sengketa hasil pilkada di Provinsi Kalsel paling banyak 1,5 persen dari total suara sah. Namun, ternyata selisih suara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak 2,35 persen atau 39.945 suara.
”Berdasarkan pertimbangan hukum ini, mahkamah berpendapat pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan karena tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan,” kata hakim Aswanto.
Untuk diketahui, sebelumnya, MK sempat mengesampingkan syarat ambang batas permohonan sehingga perkara sengketa hasil PSU Pilkada Kalsel diperiksa sampai ke pokok perkara. Namun, karena kecurangan tak terbukti, MK kembali melihat syarat ambang batas pengajuan sengketa dari pemohon.
Karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, majelis hakim konstitusi memutus perkara itu tidak dapat diterima. Mahkamah juga menyatakan keputusan KPU Kalsel tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pasca-PSU tanggal 17 Juni 2021 sah. Dengan demikian, KPU Kalsel diminta segera menetapkan paslon terpilih dalam Pilkada Kalsel 2020, yakni pasangan Sahbirin-Muhidin.
Peneliti Kode Inisiatif, Ihsan Maulana, menilai, dugaan kecurangan yang diajukan pemohon tidak dapat dibuktikan karena ada celah aturan dalam UU Pilkada. Dalam UU Pilkada disebutkan, pelanggaran TSM harus dibuktikan setidaknya di 50 persen daerah penyelenggaraan pilkada. Adapun bukti-bukti yang diajukan pemohon hanya di tujuh TPS yang menyelenggarakan PSU. Karena itu, MK berpendapat, dugaan pelanggaran hanya bersifat sporadis dan tidak signifikan terhadap perubahan perolehan suara.
”Masih ada celah di UU Pilkada yang tidak bisa digunakan secara komprehensif untuk melihat pelanggaran TSM saat PSU,” kata Ihsan.
Selain Pilkada Kalsel, MK juga memutus perkara sengketa hasil Pilkada Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. MK menolak permohonan paslon Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar karena kecurangan yang didalilkan tak terbukti. Atas putusan MK ini, Hasyim pun mengatakan, KPU akan segera menetapkan paslon terpilih di Pilkada Labuhan Batu.