KPK Dalami Dugaan Keterlibatan Politikus dalam Korupsi Ekspor Benur
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah muncul dalam percakapan antara terdakwa, bekas Menteri Edhy Prabowo, dan anak buahnya, Safri.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan mendalami dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor benih bening lobster atau benur. Dua nama tersebut sebelumnya muncul dalam percakapan antara terdakwa, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dan anak buahnya, Safri.
Safri dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benur dengan terdakwa Edhy Prabowo, Selasa (15/6/2021). Jaksa KPK mempertanyakan kepada Safri terkait keterlibatan Azis Syamsuddin dan Fahri Hamzah dalam kasus tersebut. Sebab, dua nama itu muncul dalam percakapan antara Safri dan Edhy.
Awalnya, jaksa membacakan berita acara pemeriksaan yang berisi percakapan Safri dan Edhy. Isinya terkait dengan orang yang terafiliasi dengan Azis, Novel Esda, yang ingin ikut budidaya lobster. Jaksa juga menanyakan soal percakapan antara Edhy dan Safri pada 16 Mei 2020 yang memuat nama Fahri. Saat itu, Edhy mengatakan bahwa Fahri ingin ikut budidaya lobster (Kompas.com, 16/6/2021).
Terkait dengan keterangan saksi itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (16/5/2021), mengatakan, fakta sidang perkara tersebut akan dianalisis oleh tim jaksa penuntut umum KPK dalam surat tuntutan. Fakta persidangan yang akan dianalisis itu meliputi keterangan saksi dan para terdakwa. Analisis dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan apakah keterangan saksi itu saling terkait dengan alat bukti lain sehingga dapat membentuk fakta hukum yang bisa dikembangkan.
”Prinsipnya, tentu sejauh ada kecukupan, yaitu dua bukti permulaan yang cukup. Kami pastikan perkara ini akan dikembangkan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka,” kata Ali.
Dihubungi secara terpisah, Fahri Hamzah mengatakan, dirinya memang pernah mengurus izin budidaya lobster pada saat Edhy Prabowo menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun, menurut Fahri, izin yang dia dapatkan itu legal.
Oleh karena itu, dirinya mengaku tidak takut dan tidak akan lari. ”Enggak usah takut, saya enggak akan lari. Ini tanah tumpah darah saya. Asalkan saya diberi hak membela diri terbuka di depan mahkamah. Asalkan kalian (KPK) jangan menegakkan hukum sambil frustrasi,” kata Fahri.
Fahri menegaskan akan taat hukum. Sebagai warga negara yang baik dia juga berharap penyidik di KPK dapat bekerja memberantas korupsi dengan baik. Dengan dasar hukum UU KPK yang baru, KPK harus bisa bekerja lebih baik dari sebelumnya di bawah pimpinan Firli Bahuri.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin tidak memberikan jawaban atas pertanyaan konfirmasi dari Kompas. Kompas mencoba menghubungi Azis melalui sambungan telepon dan pesan singkat, tetapi tidak direspons.
Seperti diberitakan sebelumnya, Edhy Prabowo bersama lima terdakwa lainnya didakwa menerima suap senilai Rp 25,7 miliar terkait ekspor benih bening lobster. Edhy Prabowo dan terdakwa lain diduga melakukan pengumpulan uang suap terkait ekspor benur melalui skema bank garansi. Suap diberikan untuk mempercepat pemberian izin ekspor para perusahaan eksportir.