Pemerintah Didorong Tetapkan Darurat Kesehatan Masyarakat
Pemerintah perlu segera menetapkan status kedaruratan kesehatan dan menetapkan langkah-langkah penanggulangan pandemi Covid-19 dengan memprioritaskan korban yang terdampak dan memaksimalkan layanan kesehatan.
Oleh
Edna C Pattisina
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta segera menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penetapan status kedaruratan tersebut dilakukan oleh negara, dilaksanakan oleh otoritas kesehatan, dengan melibatkan aparat keamanan seperti TNI dan Kepolisian Negara RI secara profesional sebagai perbantuan.
Pegiat Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, mengatakan, dalam empat minggu terakhir, negara dengan segala perangkatnya tampak amatir, hilang arah, dan bertindak sporadis dalam menghadapi wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19). Dokter, perawat, dan tenaga pendukung fasilitas kesehatan lainnya dibiarkan mempertaruhkan nyawa tanpa alat pelindung diri yang berkualitas dan dalam jumlah yang memadai. Bahkan, dengan sudah didukung dengan gelombang solidaritas dan donasi warga saja, negara berjalan mundur.
”Kami kira negara belajar dari kesalahannya menganggap remeh Covid-19. Ternyata, kami salah,” kata Wana Alamsyah, Senin (30/3/2020), di Jakarta. ICW merupakan salah satu dari 42 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi juga meminta pemerintah pusat tidak melemparkan tanggung jawab penanganan Covid-19 yang ada dalam kewenangannya kepada pemerintah daerah. Seiring dengan status kedaruratan kesehatan masyarakat tersebut, penentuan prioritas kerja pemerintah difokuskan pada pembenahan penanganan pelayanan kesehatan bagi mereka yang terdampak Covid-19; memastikan dan mendistribusikan secara proporsional persediaan alat pelindung diri, obat-obatan, terutama obat-obatan esensial seperti ketersediaan ARV (antiretroviral), dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan; merombak sistem dan mekanisme informasi dan komunikasi publik menjadi transparan, tepat, cepat, dan peka krisis; dan dikombinasikan dengan tes masif yang valid metodenya, tepercaya hasilnya, dan dijalankan secara efektif.
Pemerintah juga diminta memperhatikan mulai langkanya sejumlah barang, seperti vitamin, obat-obat dasar seperti parasetamol, antiseptik, termasuk hand sanitizer, serta menjamin ketersediaan pangan, air, dan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama kelas sosial ekonomi bawah yang akan terdampak keras dan disproporsional dari kisruhnya kebijakan negara sejauh ini. Pemerintah wajib mengambil langkah nyata untuk memastikan ketersediaan stok pangan dan bantuan lainnya untuk kebutuhan hidup harian; dan mempercepat persiapan dan penyediaan bantuan sosial dan jaring pengaman sosial.
”Warga telah dibiarkan dalam kecemasan dan ketidakpastian selama empat minggu terakhir. Oleh karena itu, kecepatan pengambilan keputusan yang tanggap darurat sangat amat dibutuhkan di saat ini,” kata Wana.
Citra Referendum, anggota Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, salah satu juru bicara Fraksi Rakyat Indonesia (FRI), mengatakan, Senin (30/3/2020), DPR RI melalui sidang paripurna telah memutuskan untuk membuka masa sidang ke-III di tengah pandemi Covid-19. Dengan kata lain, pembahasan seluruh rancangan undang-undang (RUU) termasuk seluruh RUU dalam skema omnibus law akan tetap dilanjutkan.
”Keputusan ini tentu keliru mengingat suara-suara rakyat mendesak penghentian pembahasan seluruh RUU yang menyengsarakan rakyat sangat masif. DPR RI harusnya sudah paham bahwa di tengah perjuangan melawan pandemi global ini, rakyat tidak mampu berpartisipasi dalam mengawal pembahasan produk legislasi,” kata Citra.
Oleh karena itu, FRI menuntut agar DPR secara kelembagaan merealisasikan rencana pemotongan gaji dan tunjangan anggota minimal sebesar 50% tanpa tergantung pada kebijakan fraksi. DPR juga dituntut menghentikan secara resmi seluruh pembahasan RUU termasuk omnibus law karena mengancam hak-hak rakyat miskin. Sementara partisipasi pengawasan rakyat minim.
”DPR dan pemerintah harus memanfaatkan waktu dan upaya lebih serius untuk menangani pandemi Covid-19,” kata Citra.
Citra mengatakan, DPR diminta memaksimalkan fungsi anggaran dan pengawasan secara transparan dengan menjamin realokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19. DPR pun perlu memastikan penyediaan segala kebutuhan masyarakat, termasuk pangan, listrik, air, sanitasi, dan bantuan finansial bagi rakyat miskin.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani dalam pidato pembukaan masa sidang ketiga DPR menegaskan, DPR akan memusatkan kerja pengawasan, legislasi, dan penganggaran terhadap upaya penanganan wabah Covid-19. DPR juga menegaskan akan memberi dukungan yang diperlukan pemerintah untuk menangani Covid-19.
Hingga Senin (30/3/2020), sudah ada 1.414 kasus positif Covid-19 di Indonesia yang tersebar di 31 provinsi. Peningkatan ini cukup signifikan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020. Dua kasus pertama kini sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, DPR mengapresiasi dan akan memberikan dukungan yang diperlukan bagi pemerintah untuk menangani wabah penyakit Covid-19. DPR mencermati dan mengevaluasi perkembangan penanganan wabah tersebut agar dapat berlangsung secara efektif.