Kualitas pilkada makin menurun dengan banyaknya daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Kotak kosong jadi alternatif.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Ada 43 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon di Pilkada 2024. Rakyat dipaksa memilih kotak kosong sebagai alternatif pilihan politiknya.
Tren calon tunggal meningkat dalam pilkada. Pada pilkada tahun 2015 ada tiga daerah dengan calon tunggal, lalu Pilkada 2017 ada sembilan daerah, Pilkada 2018 ada 16 daerah, dan pada Pilkada 2020 ada 20 daerah.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pada Pilkada 2024 sempat muncul skenario koalisi besar yang digagas Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi partai politik yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden. Harapannya kemenangan pilpres dapat diteruskan di pilkada.
KIM lalu mengajak partai politik di luar koalisi mereka dalam pilpres untuk berkoalisi di pilkada. Koalisi inilah yang disebut KIM plus dan menggalang skenario calon tunggal di sejumlah daerah, seperti dalam pemilihan gubernur Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Rencana ini gagal setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. KPU pun memperpanjang waktu pendaftaran calon kepala daerah demi memberi kesempatan partai politik mengusung kadernya tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Namun, putusan MK pun tetap tak mengubah tren banyaknya daerah dengan calon tunggal. Rakyat pada akhirnya dipaksa untuk memilih antara satu pasangan calon kepala daerah atau kotak kosong sebagai alternatifnya.
Selain menjadi strategi memenangi pilkada, calon tunggal juga terjadi karena kekuatan calon kepala daerah. Di sejumlah daerah, ada pasangan calon yang sangat kuat dan dominan sehingga partai politik tak berani mengusung calon lain, sementara calon perseorangan juga tak berani mengambil risiko berkontestasi.
Selama ini calon tunggal lebih banyak peluang menang jika berhadapan dengan kotak kosong. Satu-satunya kemenangan kotak kosong terjadi di Pilkada Makassar 2018. Itulah mengapa calon tunggal dianggap sebagai salah satu strategi termudah dalam memenangi pilkada.
Seperti ditulis dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, dalam kolomnya di harian ini beberapa hari lalu, ada tiga hal yang menyebabkan rakyat terpaksa dihadapkan pada kotak kosong di pilkada.
Ketiganya terjadi karena peran parpol. Pertama, aturan main dibuat mempersempit pintu masuk kompetisi dengan menaikkan syarat dukungan. Kedua, biaya politik tinggi karena pemilih harus diberikan hadiah agar memilih calon. Ketiga, calon tunggal menjadi cara agar petahana mampu memobilisasi dukungan dan menutup peluang kandidat lainnya.
Hal terakhir bahkan digunakan petahana untuk memobilisasi dukungan terhadap keluarga atau kroninya jika yang bersangkutan tak dapat kembali dicalonkan. Pada akhirnya, kualitas pilkada makin menurun.
Tak pelak, pilkada tak lagi menjadi sarana demokrasi bagi rakyat memilih pemimpin terbaiknya. Parpol, dengan demikian, bertanggung jawab secara moril untuk mengungkit mutu pilkada.