Kehadiran Dewan Medsos seperti diwacanakan Menkominfo seharusnya jadi pijakan baru untuk melakukan perubahan menyeluruh.
Oleh
SUMBO TINARBUKO
·4 menit baca
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menggulirkan rencana pembentukan Dewan Medsos. Kepada pers, Menkominfo mengatakan, ”Jika terbentuk, Dewan Medsos bisa menjadi mitra strategis pemerintah dalam tata kelola media sosial, termasuk memastikan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di ruang digital.”
Menkominfo mengatakan, Dewan Medsos diposisikan seperti halnya Dewan Pers. Pendirian Dewan Medsos dirancang guna mengantisipasi munculnya beragam produk media sosial (medsos) yang bukan hasil produksi perusahaan pers. ”Dengan demikian, Dewan Medsos diharapkan sanggup menindaklanjuti terjadinya sengketa para pihak di medsos,” kata Menkominfo.
Bencana komunikasi daring
Kehadiran Dewan Medsos seperti diwacanakan Menteri Kominfo seharusnya menjadi pijakan baru untuk melakukan perubahan menyeluruh. Perubahan perihal apa? Fenomena bencana komunikasi daring harus dijadikan momentum menumbuhkan kesadaran baru pentingnya menguasai literasi digital. Hal ini perlu diantisipasi pemerintah dan Dewan Medsos.
Mengapa wajib dikendalikan? Agar bencana komunikasi daring akibat berkembangnya ideologi nyinyir-isme yang diusung warganet garis keras dapat diminimalkan dampak negatifnya.
Bagaimana caranya? Salah satunya dengan senantiasa mengedepankan budaya komunikasi dialogis. Siapa saja yang wajib mengedepankan budaya komunikasi dialogis? Tentu saja mereka yang disebut pejabat publik, pemimpin bangsa, anggota dewan, serta tokoh masyarakat. Merekalah sang komunikator. Mereka memiliki tugas negara guna menjalankan proses komunikasi dialogis kepada warga masyarakat dan warganet.
Jalannya lewat jalur apa? Melalui budaya komunikasi dialogis yang mengedepankan unsur komunikasi empatik dalam kemasan komunikasi cinta. Mereka wajib mengantisipasi bencana komunikasi daring lewat berbagai kasus yang membikin gaduh perikehidupan masyarakat di jagat maya.
Mereka harus mampu membuat strategi dan budaya komunikasi dialogis yang baik. Lewat bangunan komunikasi empatik dalam balutan komunikasi cinta, mereka seyogianya dapat mencari solusi atas permasalahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang meruyak di kalangan masyarakat dengan tepat. Upaya pemecahan masalahnya wajib mengutamakan rasa kemanusiaan yang berkeadilan di antara para pihak.
Terpenting, terhadap bencana komunikasi daring, seharusnya pemerintah, Dewan Medsos, dan warganet menyadari keberadaan dirinya sebagai insan sosial yang sepenuh jiwa raganya hidup di jagat raya. Manusia yang menyebut dirinya warganet sejatinya juga manusia yang hidup di bumi pertiwi. Jaringan internet dan medsos harus disikapi sebagai peranti yang didedikasikan untuk memudahkan menjalankan hidup dan kehidupan di jagat raya ini.
Sudah menjadi rahasia umum manakala jaringan internet dan medsos yang diposisikan sebagai produk teknologi digital menyebabkan segala sesuatu yang didekatinya seolah-olah hidup, bernyawa, menyenangkan, dan membahagiakan. Karena bersifat seolah-olah, keberadaannya sama sebangun dengan fatamorgana dan garis cakrawala. Semua bersifat virtual dan semu!
Karena itulah keutamaan dan kesejatian diri manusia itu tidak dapat ditakar dari kesemuan banyaknya follower, like, share, dan komentar yang diperoleh dari postingan konten mereka di medsos.
Terpenting, terhadap bencana komunikasi daring, seharusnya pemerintah, Dewan Medsos, dan warganet menyadari keberadaan dirinya sebagai insan sosial yang sepenuh jiwa raganya hidup di jagat raya.
Konten Kamadhatu
Berkembangnya ideologi nyinyir-isme dan tuturan bernada julid yang berkelindan di linimasa medsos harus diakui menjadi penyebab utama munculnya bencana komunikasi daring. Musabab lainnya ialah merebaknya produksi konten kreator bergaya visual Kamadhatu.
Fragmen relief Kamadhatu seperti yang dipahatkan di dinding Candi Borobudur ditengarai menjadi buku babon bagi kreator konten di medsos yang mengedepankan ideologi nyinyir-isme dan tuturan bernada julid. Di dalamnya berisi, antara lain, pertunjukan nafsu jahat manusia, tindakan mengadu domba, berbohong alias prank, saling fitnah, nyinyir-isme, dan julid-isme.
Ketika konten medsos bergaya visual Kamadhatu mendapatkan respons positif (berupa view, like, share) dari warganet, pada titik itulah sang kreator konten yang berkarya di medsos menjadi raja di jagat maya. Sabda visual sang raja mampu menyihir penonton sekaligus pengikutnya. Mitosnya, apa pun sabda visual dari sang raja konten, keberadaannya dianggap sebuah kebenaran hakiki.
Semakin dahsyat gendam visual konten medsos bergaya visual Kamadhatu, berdampak finansial bagi sang raja konten. Hal itu terlihat dari tebaran iklan produk barang dan jasa yang hinggap di sela tayangan konten medsos bergaya visual Kamadhatu.
Siapa diuntungkan? Tentu sang pemilik akun yang memproduksi konten medsos bergaya visual Kamadhatu. Mereka akan mendapatkan sejumlah cuan dalam jumlah banyak.
Lalu, penonton yang sudah bekerja keras memberikan dukungan like and share mendapatkan apa? Secara finansial, mereka jelas tidak mendapatkan apa pun. Yang mereka peroleh hanyalah persebaran peristiwa hoaks alias kabar bohong.
Dampak psikologisnya, mereka merasa mendapatkan semburan energi negatif. Sebuah energi jahat yang berkelindan di dalam hati dan pikirannya. Keberadaannya senantiasa membakar nadi emosi serta meledakkan urat amarah siapa pun tanpa dapat dikendalikan.
Harus diakui dengan hati legawa, penetrasi budaya layar berwujud konten bergaya visual Kamadhatu di linimasa medsos sudah menjadi realitas sosial baru. Penanda visualnya, ia hadir tanpa beban, bahkan mengabaikan perasaan sungkan. Ciri visual lainnya, semakin jauh dikejar, ia semakin bebas. Bahkan kebebasannya itu diejawantahkan lewat ekspresi pesan verbal-visual yang menerabas sifat tabu dan amoral.
Konten bergaya visual Kamadhatu yang bertebaran di linimasa medsos sejatinya mirip anatomi fisik mulut manusia. Keberadaannya terdiri dari gigi, lidah, dan pita suara. Ia akan menjadi peranti pembunuh paling tajam manakala otak tidak mengontrol aktivitasnya.
Sumbo Tinarbuko, Pemerhati Budaya Visual; Dosen Komunikasi Visual FSRD ISI Yogyakarta