Sudah 65 tahun, setiap 2 Mei, kita selalu diingatkan akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa, yaitu pendidikan yang berkualitas sesuai kemajuan zaman.
Sejak Indonesia merdeka, hampir 79 tahun lalu, sistem pendidikan di Indonesia terus mengalami transformasi dalam upaya menjawab tantangan zaman. Capaian sudah pasti ada. Paling tidak dalam 20 tahun terakhir kita berhasil meningkatkan akses pendidikan dasar dan menengah.
Angka partisipasi kasar dan rata-rata lama sekolah juga terus meningkat meski belum mencapai target. Pada tahun 2000, misalnya, hanya 39 persen anak usia 15 tahun yang bersekolah pada jenjang pendidikan menengah, pada 2023 angka tersebut meningkat menjadi 92,51 persen (BPS, 2023).
Baca juga: Tantangan Pendidikan Indonesia
Namun, capaian tersebut belum berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan. Mengacu skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) sejak 2015 hingga 2022, belum terjadi peningkatan kualitas pendidikan secara signifikan. Skor kemampuan dasar siswa Indonesia masih rendah dan tetap lebih rendah dari rata-rata negara OECD.
Kondisi itu menjadi tolok ukur bahwa kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi lainnya masih rendah. Ini menunjukkan rendahnya kemampuan anak-anak Indonesia usia 15 tahun pada kompetensi abad ke-21, keterampilan yang dibutuhkan untuk menyambut bonus demografi 2030 dan Indonesia Emas 2045.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah memilih jalan transformasi pendidikan melalui kebijakan Merdeka Belajar. Kebijakan ini menawarkan konsep pendidikan yang lebih memerdekakan siswa ataupun guru dan tenaga kependidikan. Pendidikan yang berpusat pada siswa, mengembangkan daya berpikir, kreativitas, dan karakter siswa dengan guru sebagai fasilitator.
Transformasi pendidikan itu bisa berjalan dengan baik jika faktor-faktor pendukungnya memadai. Namun, faktanya, infrastruktur pendidikan belum merata, masih ada ketimpangan, terutama di daerah-daerah pinggiran. Jangankan akses internet, masih ada siswa kesulitan ke sekolah karena medan perjalanan yang berat.
Komitmen untuk menjaga keberlanjutan kebijakan pendidikan memang penting, tetapi lebih dari itu komitmen untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
Masalah kompetensi dan kesejahteraan guru juga belum terselesaikan. Peta jalan untuk menata dan mengelola guru belum juga terwujud, masalah guru masih ditangani secara parsial. Ini sekaligus cerminan bahwa guru belum ditempatkan sebagai garda terdepan pendidikan.
Selain pemerintah pusat, di era otonomi daerah ini pembangunan pendidikan juga ditentukan oleh kemampuan daerah dan komitmen kepala daerah. Masih ada silang pendapat antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan pendidikan, seperti dalam pengangkatan guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk memenuhi kebutuhan guru yang masih kurang.
Pendidikan berkualitas bisa tercapai jika daya dukung dan proses untuk mencapainya juga berkualitas. Jika tidak, pendidikan berkualitas hanya ada di atas kertas dan peringatan Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei sekadar peringatan tanpa ada peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan berkualitas demi kemajuan bangsa.
Sesungguhnya, kuncinya ada di komitmen semua pemangku kepentingan pendidikan, terutama pemerintah pusat dan daerah. Komitmen untuk menjaga keberlanjutan kebijakan pendidikan memang penting, tetapi lebih dari itu komitmen untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
Baca juga: Jaga Kesinambungan Kebijakan Pendidikan Nasional