Penyelenggara negara berintegritas sangat dibutuhkan warga negara karena dari mereka memancar nilai-nilai keadilan.
Oleh
INDRA TRANGGONO
·2 menit baca
Kalangan kampus, cendekiawan, tokoh agama, dan para pakar menilai: jagat politik nasional saat ini sedang mengalami darurat integritas. Yakni, kondisi genting ketika para pelaku politik dan elite kekuasaan ramai-ramai menanggalkan integritasnya demi mengejar kepentingan jangka pendek (pragmatis). Yang dikejar tak lain adalah kekuasaan.
Akibatnya, demokrasi menjadi porak-poranda dan hukum menjadi berantakan. Demokrasi dijalani sekadar secara prosedural, tanpa nilai-nilai substansi seperti keadilan, kesetaraan, kebebasan, etika, moral, hukum, dan aturan. Hukum dimainkan atau dimanipulasi demi mendapatkan kebenaran dan legitimasi semu. Semua tindakan politik pun seolah-olah jadi sah. Ini melukai rasa keadilan publik.
Publik pun protes melalui berbagai pernyataan dan petisi keprihatinan. Namun, hal itu tidak mendapatkan reaksi positif dari pihak yang dikritik. Bahkan, pihak pengkritik dituduh memiliki kepentingan politik tertentu.
Padahal, yang terjadi sejatinya adalah gerakan moral untuk mengingatkan agar penguasa tetap berada di koridor demokrasi, etika, dan moral. Rupanya, para pengkritik menghadapi penguasa yang oleh banyak kalangan dinilai ”keras kepala”.
Semestinya, integritas selalu dijadikan basis aktualisasi diri para politisi, pelaku kekuasaan, dan elemen-elemen sosial yang menyertainya. Sehingga, politik menjadi praksis sosial dan kenegaraan yang bermartabat dan berkeadaban.
Pada tataran ideal, politik bukan sekadar alat untuk mencapai kekuasaan, tetapi juga wahana kebudayaan untuk memperjuangkan nilai-nilai kebaikan secara kolektif. Dari situ bisa dicapai keadilan, pemerataan kekuasaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan warga negara.
Di dalam politik selalu terkandung nilai-nilai profetik (istilah sejarawan Kuntowijoyo) yang membebaskan rakyat dari kemiskinan dan keterbelakangan. Ia pun sekaligus meninggikan eksistensi rakyat. Di sini dibutuhkan para aktor politik dan kekuasaan yang memiliki kapasitas sebagai pendekar konstitusi.
Praksis sosial
Integritas bisa dimaknai keutuhan berbagai potensi personal manusia, seperti kejujuran, kepedulian, rasa keadilan, solidaritas, dan kemampuan lain yang berpeluk erat dengan idealisme. Di dalam integritas selalu ada kesesuaian antara ucapan, sikap, dan tindakan. Konsistensi selalu diutamakan. Tidak mencla-mencle demi memberhalakan oportunisme.
Integritas atau kepribadian yang utuh tidak jatuh dari langit. Ia dibentuk melalui pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman yang terkait dengan etika, moral, dan nilai-nilai kebaikan. Keluarga menjadi lembaga fundamental bagi keberlangsungan pendidikan budi pekerti.
Orangtua memberikan pengajaran moralitas dan etika sehingga anak bisa membedakan ucapan dan tindakan yang pantas dan tidak pantas atau yang bernilai ataupun yang tidak bernilai. Anak pun terdidik untuk selalu mengutamakan nilai-nilai yang baik dan ideal dalam praksis sosial.
Integritas pun berelasi dengan nilai-nilai dasar kebudayaan yang memiliki tiga pilar utama, yaitu logika, etika, estetika. Logika bicara tentang kebenaran. Etika bicara soal kebaikan. Dan, estetika bicara perihal keindahan, kepantasan, atau kepatutan. Ini semua bermuara pada praksis kultural yang mengutamakan ide/gagasan, etos kreatif-inovatif, perilaku etik, budaya berkarya, dan budaya nilai.
Adapun orang yang tidak berintegritas selalu mengutamakan kepentingan personal, keluarga, dan golongannya.
Integritas menjadi dasar utama bagi setiap individu untuk menghadirkan nilai-nilai alternatif yang bisa menjawab persoalan. Altruisme atau kepedulian terhadap persoalan orang lain menjadi orientasi nilai aktualisasi diri. Itu dilakukan secara obyektif atau adil, tak pandang suku, agama, sistem keyakinan, budaya, ras, dan golongan. Nilai-nilai kebaikan disikapi sebagai pandangan ideal yang tidak bebas nilai, tetapi justru terikat dengan nilai-nilai yang bertalian dengan kemaslahatan sosial.
Orang berintegritas selalu memilih untuk menjadi subyek dalam berbagai penyelenggaraan kebaikan sosial, dengan semangat dharma. Adapun orang yang tidak berintegritas selalu mengutamakan kepentingan personal, keluarga, dan golongannya. Dan biasanya, kepentingan itu dicapai melalui jalan yang menyimpang dari etika dan moral.
Penyelenggara negara yang berintegritas sangat dibutuhkan masyarakat warga negara. Karena dari mereka memancar nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kebebasan terkait dengan hak-hak fundamental publik. Mereka pun mampu membuka horizon nilai dan horizon harapan yang menjadi acuan publik untuk meninggikan mutu peradaban.