Pendidikan Vokasi dan Keselarasan Keterampilan Pekerjaan Masa Depan
Pendidikan vokasi memiliki peran penting menciptakan individu yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan pasar kerja.
Kemajuan sebuah negara dapat dimulai dari majunya sistem pendidikan yang diterapkan, seperti terjadi di Eropa setelah Revolusi Renaissance pada abad ke-14 mengembangkan ilmu pengetahuan dan membawa kemajuan pesat. Di Jepang dan Amerika, mendorong negara tersebut keluar dari masa tertutup dan menjadi maju dengan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengilhami kemajuan industri.
Hal serupa juga terjadi di China dan India, sistem pendidikan yang berkaitan erat dengan industri telah membawa kemajuan yang signifikan. Maka dari itu, program pendidikan saat ini harus berkorelasi langsung dengan industri untuk mencapai kemajuan yang diinginkan, seperti halnya misi dari pendidikan vokasi di Indonesia saat ini.
Pendidikan vokasi memiliki peran penting menciptakan individu yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan pasar kerja. Lulusan vokasi sering dianggap sebagai talenta dengan keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan. Mereka tidak hanya dilengkapi dengan pengetahuan praktis yang kuat, tetapi juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat di dunia kerja.
Baca juga: Pendidikan Vokasi dan Visi Indonesia 2045
Pada 20 Februari 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi meluncurkan Program Doktor Terapan sebagai jawaban akan pertanyaan masyarakat tentang keberlanjutan jenjang pendidikan vokasi, terutama untuk program pascasarjana.
Peluncuran program ini menjadi momen penting dan strategis dalam pengembangan perguruan tinggi vokasi (PTV) sekaligus membangun citra dan pola pikir baru tentang PTV. Langkah ini merupakan bukti komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan vokasi di Indonesia.
Program ini tidak hanya memberikan manfaat bagi lulusan vokasi dalam hal keterampilan praktis dan peluang karir, tetapi juga akan mendorong terciptanya riset-riset terapan yang inovatif dan solutif untuk mendukung industri dan kemajuan ekonomi. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mencetak lulusan vokasi yang skillful dan future fit-in, dan juga mampu menjadi agen perubahan dalam masyarakat.
”Skillful and future fit-in talents”
Kita akan segera menyaksikan pergeseran keterampilan yang signifikan ketika otomatisasi dan kecerdasan buatan mengubah angkatan kerja. Pergeseran ini kemungkinan akan lebih besar dan lebih cepat daripada sebelumnya. Analisis McKinsey Global Institute (2023), sekitar 2.000 aktivitas kerja yang mencakup 800 pekerjaan di 46 negara difokuskan pada 20 keterampilan inti paling penting pada 2030.
Tiga keterampilan teratas, berdasarkan tingkat permintaan yang diharapkan, adalah keterampilan teknologi, keterampilan sosial dan emosional, dan keterampilan kognitif tingkat tinggi. Ini artinya penting memastikan mahasiswa dan lulusan vokasi memiliki kecepatan mengikuti perubahan dan membangun kemampuan untuk beradaptasi, berkembang, dan berhasil dalam dunia yang selalu berubah.
Sementara itu, World Economic Forum (2023) menemukan bahwa pemberi kerja berharap dapat menciptakan 69 juta pekerjaan baru pada 2027. Namun, 83 juta posisi dalam pekerjaan dikhawatirkan bisa dihapus, mengakibatkan hilangnya 14 juta pekerjaan, atau setara dengan 2 persen dari pekerja saat ini.
Ini tantangan bagi penyelenggara pendidikan vokasi untuk menghasilkan lulusan yang sesuai kebutuhan dunia kerja. Lulusan vokasi memiliki peran sangat penting dalam mengisi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Kita akan segera menyaksikan pergeseran keterampilan yang signifikan ketika otomatisasi dan kecerdasan buatan mengubah angkatan kerja.
Mereka bukan hanya terampil dalam keterampilan teknis yang spesifik untuk industri tertentu, melainkan juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat di era digital. Lulusan vokasi sering kali dianggap sebagai talent future fit yang dapat dengan mudah berintegrasi dengan lingkungan kerja modern yang dinamis dan kompleks.
Menjadi future fit bukan hanya tentang keterampilan atau kompetensi teknis, melainkan lebih pada seperangkat keterampilan dan sifat pribadi yang mendukung kemampuan seseorang dalam berinteraksi, bekerja sama, dan beradaptasi dalam lingkungan kerja yang kompleks dan berubah-ubah yang juga dikenal dengan istilah power skills. Keterampilan ini meliputi kemampuan komunikasi yang efektif, kepemimpinan, kreativitas, kemampuan berpikir kritis, serta kemampuan untuk belajar secara mandiri dan beradaptasi dengan perubahan.
Power skills juga dikenal sebagai soft skills atau keterampilan lunak. Ini merupakan tambahan yang penting bagi keterampilan teknis atau hard skills dalam menghadapi tantangan di era digital dan globalisasi saat ini.
Menjadi future fit ini berarti juga menjadi ”pembelajar seumur hidup” yang mampu fokus pada pembelajaran terus-menerus dari keterampilan baru yang dicari dan mampu mengklaim kekuatan lulusan dalam menghadapi masa depan kerja dengan sukses. Dalam iklim kerja yang berubah, pembelajaran seumur hidup akan membuka jalan menuju kesuksesan dalam dunia kerja masa depan yang sebenarnya telah tiba dan terus berubah dan berkembang dengan laju eksponensial.
Berdasarkan kerangka Knowing-Doing-Being yang dikemukakan Eric Albertini, Director of Learning Solutions Future Fit Academy, indeks future fit memperhitungkan semua aspek kepemimpinan dan manajemen yang baik dan bagaimana cara kerjanya dalam praktik sehari-hari. Data ini mengakui kebutuhan untuk pengembangan yang melingkupi pengetahuan teknis, kemampuan, dan kesadaran pribadi.
Kenyataannya, banyak kompetensi teknis yang dipelajari di kampus, di tempat kerja, atau ruang bisnis kemungkinan besar akan menjadi usang dan tidak relevan di dunia yang menghadapi perubahan eksponensial (belajar dari Kodak dan Blackberry). Oleh karena itu, kemampuan lulusan untuk merangkul peluang yang datang dengan perubahan, belajar keterampilan baru secara seumur hidup, dan mengatasi tekanan ketidakpastian didasarkan kepada kemampuan untuk memanfaatkan keterampilan masa depan yang sesuai.
Baca juga: Daftar Pekerjaan yang Hilang dan Dibutuhkan di Masa Depan
Misalnya, pengembang perangkat lunak (programmer) yang mempelajari bahasa pemrograman Cobol dan Fortran (sekarang tampak agak usang). Mereka yang terus mengembangkan keterampilan tersebut dan merangkul perubahan di tengah ketidakpastian dunia teknologi telah memperoleh gaji enam digit pada 2020 dengan bahasa pemrograman Python, Perl, Scala, dan Javascript.
Ini pula yang kemudian menjadi pertimbangan para pemimpin bisnis dan humas resources yang ditugaskan untuk merespons keharusan untuk mengubah dan meningkatkan keterampilan seluruh tenaga kerja untuk memberikan model bisnis baru dalam era disrupsi ini. Kualifikasi teknis penting pada tingkat dasar untuk menjadi kompeten melakukan pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu.
Namun, tingkat penguasaan lulusan terhadap keterampilan masa depan yang sesuai akan menentukan kemampuan mereka untuk berkembang, belajar keterampilan baru, berkembang, serta tetap relevan di dunia kerja masa depan dan menjadi pemimpin.
Menyesuaikan kebutuhan belajar
Salah satu keunggulan lulusan vokasi adalah fokus pada keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Mereka dilatih menjadi ahli dalam bidang tertentu, seperti teknologi informasi, komunikasi digital, manufaktur, atau pariwisata, sehingga dapat langsung berkontribusi pada produktivitas dan inovasi perusahaan. Selain itu, lulusan vokasi juga memiliki pemahaman yang kuat tentang etika kerja dan profesionalisme, yang merupakan aspek penting dalam lingkungan kerja yang kompetitif.
Pada konteks pendidikan vokasi, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada mahasiswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan mahasiswa terhadap aktivitas belajar.
Saat ini, sebagian besar gen Z berada di usia mahasiswa. Ini berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.
Pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada mahasiswa.
Dari sekian banyak analisis, David Stillman dan Jonah Stillman (2017) memberikan gambaran komprehensif tentang karakter gen Z. Dalam bukunya, Gen Z @ Work: How The Next Generation is Transforming the Workplace, teridentifikasi tujuh karakter utama gen Z, yaitu digital, fear of missing out (FOMO), hiperkustomisasi, terpacu, realistis, weconomist, dan do it yourself (DIY).
Dalam konteks pendidikan vokasi, memberikan kebebasan mahasiswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Oleh karena itu, pendekatan heutagogik menjadi relevan dalam pembelajaran ini, di mana individu diberikan otonomi penuh untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri.
Pendekatan ini berbeda dari andragogi yang menekankan pembelajaran orang dewasa karena heutagogik lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada pembelajar dan memungkinkan mereka untuk menjadi agen dalam proses pembelajaran mereka sendiri. Dalam konteks heutagogik, pembelajar diharapkan untuk mengembangkan keterampilan belajar mandiri, kemandirian, refleksi diri, dan kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pembelajaran yang tersedia.
Dosen perlu mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap mahasiswa dan memberikan lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas kampus. Karakter hiperkustomisasi menyebabkan mahasiswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya.
Baca juga: Peluang dan Tantangan Teknologi Digital di Pasar Kerja
Penting bagi ekosistem pendidikan vokasi untuk memberikan ruang kepada para mahasiswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi gen Z.
Dengan demikian, mahasiswa menjadi sangat kompetitif dengan keragaman potensi yang dimilikinya. Ini perlu menjadi catatan penting bagi pendidikan, khususnya dosen, untuk mampu memfasilitasi karakter terpacu tersebut melalui berbagai media yang mampu mengakomodasi potensi siswa yang beragam, tanpa mengarahkan pada upaya memperbandingkan antara mahasiswa yang satu dan yang lainnya. Mahasiswa perlu lebih banyak diapresiasi dan menjadikan praktik tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya-upaya reflektif semua pihak dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.
Dalam era di mana teknologi terus berkembang dengan cepat dan tren pekerjaan terus berubah, lulusan vokasi yang memiliki keunggulan kompetitif karena kemampuan mereka untuk terus belajar dan beradaptasi menjadi dasar dasar kuat yang dapat diterapkan secara langsung dalam berbagai industri sehingga membuat mereka menjadi talenta yang sangat dicari oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Dengan demikian, lulusan pendidikan vokasi benar-benar akan sepenuhnya siap menghadapi berbagai perubahan di era ketidakpastian ini.
Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan vokasi merupakan langkah yang sangat penting bagi pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Dengan menghasilkan lulusan vokasi yang terampil dan siap pakai, kita dapat memastikan bahwa ekonomi kita terus berkembang dan mengikuti arus globalisasi yang semakin kompleks.
Pendidikan vokasi maju, maka negaranya akan maju!
Willy Bachtiar, Dosen Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University; dan Asbid Talent Development Lembaga Kepemimpinan dan Pendidikan Eksekutif IPB University