Pembelaan terhadap warga miskin harus menjadi panggilan setiap pemerintahan dan masyarakat yang berkecukupan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Orang kaya makin kaya karena akses modal lebih besar, sementara orang miskin makin miskin karena upah riil yang diterima turun. Intervensi perlu dilakukan.
Sejak tahun 2020, kesenjangan ekonomi di dunia semakin lebar. Lima orang terkaya di dunia, yakni CEO Tesla Elon Musk; Bernard Arnault dari perusahaan barang mewah LVMH; pendiri Amazon, Jeff Bezos; pendiri Oracle, Larry Ellison; dan pakar investasi Warren Buffet, menjadi lebih kaya dua kali lipat atau 114 persen sejak tahun 2020, antara lain, berkat lonjakan harga saham. Kekayaan mereka meningkat dari 405 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6,3 kuadriliun pada 2020 menjadi 869 miliar dollar AS atau sekitar Rp 13,5 kuadriliun pada 2022.
Sementara laporan tahunan mengenai kondisi kesenjangan di seluruh dunia dari lembaga amal Oxfam ini dipublikasikan sebelum Forum Ekonomi Dunia dimulai di Davos, Swiss, Senin (15/1/2024). Oxfam merupakan konfederasi internasional yang terdiri atas 20 organisasi yang bekerja sama dengan 90 negara untuk membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan. Di 52 negara yang dianalisis, upah riil rata-rata hampir 800 juta pekerja turun. Para pekerja ini telah kehilangan total kerugian 1,5 triliun dollar AS atau sekitar Rp 23 kuadriliun selama dua tahun terakhir atau setara dengan hilangnya gaji selama 25 hari untuk setiap pekerja (Kompas.id, 16/1/2024).
Masalah ini membutuhkan intervensi dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Upaya yang bisa dilakukan adalah membuat program-program pemerintah yang bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Dalam waktu singkat, program bantuan langsung tunai dibutuhkan, tetapi sayangnya di beberapa negara program ini disimpangkan untuk kepentingan politik menjelang pemilihan umum. Langkah jangka panjang, pemerintah harus mengentaskan keluarga miskin dengan cara yang lebih struktural, seperti perbaikan lapangan pekerjaan, akses modal yang lebih mudah, dan pengembangan usaha kecil dan menengah.
Intervensi masyarakat sipil diperlukan untuk menopang berbagai akses hajat hidup sehingga bisa menekan pengeluaran warga miskin. Melalui berbagai program, mereka bisa meningkatkan keterampilan warga dalam berusaha, akses permodalan, dan mengembangkan lembaga usaha kecil dan menengah di masyarakat. Di sisi lain, kelompok orang kaya didorong untuk peduli melalui filantropisme.
Program ini sering ditanggapi sinis, tetapi tidak bisa diabaikan. Perbaikan filantropisme yang makin menekankan nilai-nilai mulia dibandingkan dengan pamer kebaikan dibutuhkan sehingga dana besar bisa digunakan untuk perbaikan hidup kelompok miskin.Fenomena di atas akan terus berulang dan terjadi di berbagai negara tanpa ada intervensi yang memadai dari berbagai pihak. Pembelaan terhadap warga miskin harus menjadi panggilan setiap pemerintahan dan masyarakat yang berkecukupan.