Integrasi AI yang bertanggung jawab memerlukan langkah-langkah proaktif untuk meminimalkan konsekuensi negatif.
Oleh
ZAINAL ARIFIN
·5 menit baca
Pada terbitan September lalu, majalah Time menampilkan 100 orang paling berpengaruh di bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Di antara tokoh yang dibahas adalah CEO OpenAI Sam Altman, yang mungkin merupakan orang paling berpengaruh di bidang AI saat ini. Tokoh di dalam TIME100 AI lainnya adalah Sneha Revanur, gadis berusia 18 tahun yang memimpin Encode Justice, sebuah gerakan anak muda yang fokus pada isu-isu etika terkait AI. Tak ketinggalan juga sang godfather AI, Geoffrey Hinton yang berusia 76 tahun.
Topik AI sudah beberapa kali jadi sampul muka majalah dua mingguan yang terbit pertama tanggal 3 Maret 1923 ini. Pada edisi Juni 2023, Time menampilkan judul provokatif ”End of Humanity” dengan gambar teks dari ChatGPT. Liputan itu dikecam banyak pihak sebagai berita palsu: ”Bukan hanya sangat tidak akurat, tetapi berbahaya”. Sebagian menganggap editor Time berlebih-lebihan dalam mengekspose AI. Beberapa kritikus secara sinis menyatakan bahwa ancaman bencana yang disebabkan oleh AI belum muncul secara terbuka kecuali dalam film seperti Avengers: Age of Ultron.
Terlepas dari kontroversi tersebut, AI sebenarnya sudah ada di mana-mana. Masyarakat sudah lama menggunakan dan memanfaatkan AI dalam kehidupan sehari-hari. Para pengguna media sosial, mulai dari Facebook, X (Twitter), Line, dan Instagram, dipandu oleh AI untuk mendapatkan referensi terkait keputusan saat menentukan topik penelusuran, interaksi, tontonan video, dan sebagainya. Sebagian orang terbiasa menggunakan Google Assistant, asisten pintar yang bisa diperintah lewat suara untuk melakukan berbagai macam hal, mulai dari membuka aplikasi, memutar musik, membuka rute jalan, hingga mengirim e-mail. AI dalam layanan pengaliran konten musik, seperti Spotify atau Youtube, akan merekomendasikan lagu dan video sesuai perilaku pengguna. Google Maps sebagai navigasi perjalanan juga menggunakan AI untuk menginterpretasikan ratusan ribu titik data yang diterima untuk memberi info data lalu lintas secara real time. Singkatnya, AI sudah menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan masyarakat.
AI untuk bisnis
AI mengacu pada pengembangan sistem komputer yang dapat melakukan tugas-tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia. Pembelajaran mesin (machine learning), pemrosesan bahasa alami (natural language processing), dan robotika adalah beberapa komponen utama AI.Dengan bantuan AI, perusahaan di semua industri dapat menggunakan data dan memperoleh wawasan untuk mengotomatisasi proses, menambah atau meningkatkan kemampuan, serta membuat keputusan yang lebih baik.
Riset terbaru memperkirakan potensi nilai ekonomi dari penerapan AI mencapai 17 triliun dollar AS hingga 26 triliun dollar AS (McKinsey, 2023). Jumlah perusahaan yang mengadopsi AI tersebut semakin meningkat; proporsi organisasi yang merespons dan mengadopsi AI naik lebih dari dua kali lipat dari 20 persen pada tahun 2017 menjadi 50 persen pada tahun 2022. Survei pada tahun 2022 juga menunjukkan bahwa penerapan AI dapat memberikan manfaat finansial yang signifikan: 25 persen dari responden menghubungkan 5 persen atau lebih pendapatan perusahaan mereka dengan AI. Perusahaan yang telah mengadopsi AI juga meningkatkan jumlah kemampuan yang mereka gunakan hampir dua kali lipat.Manfaat AI dalam perusahaan sangat beragam dan beberapa di antaranya sebagai berikut.
Alat dan aplikasi berbasis AI dapat membantu karyawan dalam tugas sehari-hari, seperti penjadwalan, pengelolaan dokumen, dan kolaborasi. AI dapat mengotomasi tugas-tugas yang biasa dan berulang, membuatkaryawanuntuk fokus pada aspek yang lebih strategis dan kreatif dalam pekerjaan mereka. Ini menyebabkan peningkatan produktivitas dan efisiensi tempat kerja secara keseluruhan (Damioli et al, 2023).
Algoritma AI dapat menganalisis kumpulan data besar dengan cepat dan mengidentifikasi pola, tren, dan wawasan yang mungkin tidak langsung terlihat oleh manusia.AI juga dapat memprediksi tren dan perilaku di masa depan berdasarkan data historis. Ini membantu bisnis mengambil keputusan yang tepat dan mengantisipasi perubahan pasar, fluktuasi permintaan, dan faktor lain yang dapat memengaruhi operasi mereka.Pendekatan berbasis data ini dapat membantu pengambilan keputusan dan perumusan strategi yang lebih baik (Lai et al, 2021).
Chatbot dan asisten virtual yang didukung AI dapat menangani pertanyaan rutin pelanggan, memberikan dukungan, dan bahkan membantu dalam membuat keputusan pembelian. AI memungkinkan bisnis menawarkan pengalaman yang dipersonalisasi kepada pelanggan dengan menganalisis preferensi, perilaku, dan riwayat pembelian mereka. Hal ini mengarah pada peningkatan kepuasan, loyalitas, dan keterlibatan pelanggan (Prentice at al, 2020).
AI dapat mengoptimalkan manajemen rantai pasokan dengan memprediksi permintaan, mengelola tingkat inventaris, dan mengidentifikasi area pengurangan biaya. Otomatisasi melalui AI dapat menghasilkan penghematan biaya dengan mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual dalam berbagai proses. Ini akan berdampak pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya (Rivzi et al, 2023).
AI ada di hampir setiap produk dan layanan yang kita beli dan gunakan. Selain itu, penerapannya dalam pemecahan masalah bisnis semakin berkembang pesat. Namun, pada saat yang sama, kekhawatiran mengenai dampak AI semakin meningkat: dampak otomatisasi yang didukung AI terhadap tempat kerja, lapangan kerja, dan masyarakat. Muncul paradoks AI dalam bisnis; meskipun AI tidak dapat disangkal menawarkan manfaat, sisi gelapnya mengungkapkan sejumlah kekhawatiran dan masalah bagi bisnis dan individu. Kekhawatiran paling umum adalah AI berpotensi menggantikan pekerjaan tertentu.
AI dan pasar kerja
Pesatnya kemajuan AI di pasar kerja telah menimbulkan banyak kekhawatiran dan tantangan yang tidak dapat diabaikan. Teknologi AI unggul dalam melakukan tugas rutin dan berulang dengan lebih efisien dibandingkan manusia sehingga mengarah pada otomatisasi pekerjaan di berbagai industri. Posisi yang melibatkan entri data, layanan pelanggan, dan analisis dasar menjadi sangat rentan. Chatbot dan asisten virtual, misalnya, dapat menangani pertanyaan dan dukungan pelanggan sehingga mengurangi kebutuhan akan keterlibatan manusia. Perubahan ini menciptakan tantangan besar bagi individu yang terkena dampak sehingga menyebabkan pengangguran dan ketidakamanan pendapatan.
Di bulan Mei 2023, sebanyak 3.900 pekerja di Amerika Serikat kehilangan pekerjaan akibat AI. Sebanyak 14 persen pekerja mengaku kehilangan kerja diganti oleh robot. Sekitar 81,6 persen pemasar digital percaya bahwa penulis konten akan kehilangan kerja karena AI. British Telecom juga berencana menggantikan 10.000 karyawannya dengan AI dalam jangka tujuh tahun. Dalam laporan terbaru, Joseph Briggs dan Devesh Kodnani memperkirakan kemajuan otomatisasi akibat AI generatif dapat berdampak pada 300 juta pekerjaan penuh waktu, termasuk dua pertiganya di Amerika Serikat (Goldman Sachs, 2023).
Dampak AI di pasar kerja tidak merata di seluruh industri. Meskipun beberapa sektor mengalami perpindahan pekerjaan yang signifikan, sektor lain hanya mengalami sedikit gangguan atau bahkan pertumbuhan lapangan kerja. Industri yang sangat bergantung pada tenaga kerja manual atau tugas-tugas rutin sangat rentan terhadap otomatisasi AI. Ketidakseimbangan ini memperburuk kesenjangan antara pekerja berketerampilan tinggi dan rendah sehingga berkontribusi terhadap ketimpangan pendapatan.
Integrasi AI yang bertanggung jawab memerlukan langkah-langkah proaktif untuk meminimalkan konsekuensi negatif. Dunia usaha, pemerintah, dan lembaga pendidikan harus berkolaborasi untuk mengembangkan strategi komprehensif yang memprioritaskan kesejahteraan pekerja, menyediakan program pelatihan ulang dan dukungan, serta memastikan pasar kerja yang adil dan inklusif di era AI. Hanya dengan mengatasi permasalahan ini, masa depan dunia kerja yang seimbang dan berkelanjutan bisa terwujud (Elia Clark, 2023).
Meskipun AI dapat menggantikan peran pekerjaan tertentu, AI juga menciptakan peluang dan tuntutan baru untuk keahlian yang berbeda. Untuk menghadapi perubahan lanskap, individu dan organisasi dapat mempertimbangkan strategi berikut: Pembelajaran seumur hidup: melakukan pembelajaran berkelanjutan dan berinvestasi untuk memperoleh keterampilan baru yang dibutuhkan di pasar kerja berbasis AI.Kemampuan beradaptasi dan ketahanan: menumbuhkan pola pikir kemampuan beradaptasi dan ketahanan untuk menerima perubahan dan meraih peluang baru. Fleksibilitas dan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat akan sangat penting dalam pasar kerja yang terus berkembang.Kolaborasi dengan AI: daripada takut pada AI, manfaatkanlah AI sebagai alat untuk berkolaborasi dan melakukan augmentasi. Jelajahi cara memanfaatkan teknologi AI untuk meningkatkan pekerjaan dan produktivitas. Keterampilan manusia, seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan pemikiran kritis, dapat melengkapi kemampuan AI.
Dengan menerapkan pembelajaran seumur hidup, mendorong kemampuan beradaptasi, dan berkolaborasi dengan AI, paradoks AI dalam bisnis bisa diarahkan dengan menavigasi lanskap yang terus berubah dan memanfaatkan potensi AI untuk masa depan dunia kerja yang lebih baik (Anuja Jain, 2023). Kuncinya terletak pada penggunaan AI sebagai alat augmentasi dan menemukan cara untuk menyelaraskan keterampilan manusia dengan kemampuan AI untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.
Zainal Arifn,Dosen Program Studi Pascasarjana di Institut Teknologi PLN dan Pengurus Indonesia Strategic Management Society