Kepada Spurs, Arsenal menegaskan lagi kata-kata yang familiar di kereta bawah tanah London, ”perhatikan celahnya”.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
LONDON, MINGGU — Dua kesalahan fatal Arsenal seusai turun minum tidak cukup mengubah takdir buruk Tottenham Hotspur dalam derbi London Utara. Lewat tiga gol cepat pada paruh pertama, Arsenal sukses mengukuhkan dominasi sebagai penguasa kota. Mereka meninggalkan tim tetangga semakin jauh di belakang.
Bukan laga derbi namanya jika tidak penuh dengan drama. Situasi serba tidak pasti itu tersaji di Stadion Tottenham Hotspur pada Minggu (28/4/2024) malam WIB. Tim tamu Arsenal sudah unggul tiga gol saat jeda turun minum, lalu mereka nyaris kehilangan pijakan karena balasan sepasang gol dari Spurs di paruh kedua.
Mungkin pada musim lalu kami akan mengakhiri laga dengan hasil imbang dalam situasi seperti tadi. Namun, tidak, kami menunjukkan, kami berpengalaman.
Semua bermula dari blunder kiper Arsenal, David Raya, di menit ke-64. Dia salah mengumpan di pertahanan sendiri dan berujung gol bek Cristian Romero. Pendukung tuan rumah yang semula terdiam mendadak bangkit. Arsenal yang semula mendominasi permainan seusai turun minum juga mulai panik.
Situasi semakin tidak terkendali pada tiga menit jelang waktu normal berakhir saat gelandang Arsenal, Declan Rice, tidak sengaja menendang bek Ben Davies di kotak penalti. Kapten Spurs, Son Heung-min, mengeksekusi penalti dengan sempurna. Beruntung, tim tamu selamat dengan strategi ”parkir bus” pada pengujung laga.
Bukayo Saka, penyerang sayap Arsenal yang menyumbang satu gol, berkata, derbi selalu penuh kejutan. ”Kami tahu ini adalah derbi yang besar. Mereka pasti tidak mau kalah 3-0 di kandang sendiri. Momentum sempat berbalik ke mereka, tetapi saya bangga dengan anak-anak karena bisa menjaga tiga poin,” ujarnya.
”Kami memperlihatkan (telah belajar dari musim lalu) pada hari ini. Mungkin pada musim lalu kami akan mengakhiri laga dengan hasil imbang dalam situasi seperti tadi. Namun, tidak, kami menunjukkan, kami berpengalaman. Selama 20 menit terakhir memang kurang bagus, tetapi semua itu sepadan,” tambah Saka.
Untuk pertama kali sejak 1988, Arsenal berhasil mencatat dua kemenangan tandang beruntun dalam derbi London Utara. Sebagai konteks, ”Si Meriam” hanya menang dua kali dalam 17 laga tandang terakhir ke markas Spurs. Sisanya enam kali imbang dan sembilan kali kalah. Itu memperlihatkan betapa berharga kemenangan tersebut.
Para pendukung Arsenal langsung merayakan hari St Totteringham, waktu ketika Si Meriam dipastikan finis di atas Spurs pada akhir musim liga. Tim asuhan Manajer Mikel Arteta itu masih kokoh di puncak klasemen dengan 80 poin dari 35 laga. Secara matematis, tidak bisa dikejar lagi oleh Spurs (60 poin dari 33 laga).
Saat bersamaan, Saka dan rekan-rekan terus menjaga kans juara dalam tiga pertandingan tersisa. Alih-alih menyandung langkah tim rival, Spurs justru menelan realitas pahit. Arsenal bersaing juara saat mereka kesulitan masuk zona empat besar. Hasil derbi pun menjadi epitome (contoh yang sangat ideal) kebesaran Arsenal, tim tersukses di London Utara.
”Mengecewakan. Hari yang mengecewakan. Ini adalah laga besar untuk klub dan para pendukung. Kami kalah dalam detail kecil, hal yang bisa membuat tim Anda jadi penantang gelar. Arsenal, mereka sudah ada di sana. Mereka tim yang mengerjakan detail dengan sangat baik. Kami belum,” jelas Manajer Spurs Ange Postecoglou.
Ditanya tentang detail kecil itu, Postecoglou menjawab ada ribuan hal. ”Saya tidak bisa menjelaskan satu per satu. Tetapi, hal kecil itu tentang bagaimana Anda tidak bisa memberikan ruang dan waktu untuk pemain lawan. Anda tidak bisa kehilangan fokus begitu saja saat transisi, harus lebih peka terhadap bahaya,” ucapnya.
Postecoglou merujuk pada gol kedua Arsenal yang dicetak Saka lewat skema serangan balik kilat. Para pemain Spurs kehilangan konsentrasi setelah terjadi insiden di kotak penalti Arsenal. Mereka berharap mendapatkan hadiah penalti. Namun, beberapa detik berselang, bola sudah bersarang di gawang kiper Guglielmo Vicario.
Perbedaan dari bola mati
Perbedaan detail kecil juga terlihat dari bola mati. Bukan tanpa alasan, Arsenal dijuluki raja bola mati pada musim ini. Mereka sudah mencetak 16 gol dari tendangan sudut, termasuk sepasang gol saat derbi. Menurut OptaJoe, jumlah itu terbanyak dalam semusim sejak West Bromwich Albion pada 2016-2017 (16 gol).
Arsenal mengeksploitasi kelemahan sistem pertahanan Spurs dalam tendangan sudut. Bek sayap Arsenal, Ben White, ditugaskan mengganggu Vicario di garis gawang. Pemain Spurs lain hanya menonton. Ketidaksiapan Vicario berujung dua gol Arsenal, dari penyerang Kai Havertz dan bunuh diri Pierre-Emile Hojbjerg.
Dua tendangan sudut tim tamu pada paruh pertama berbuah sepasang gol. Postecoglou baru mengantisipasi permasalahan itu seusai turun minum. Pemain pengganti tim tuan rumah, Pape Sarr, ditugaskan menjaga White saat tendangan sudut. Pertahanan Spurs jauh lebih baik hanya dari perubahan minor tersebut.
Menurut Arteta, kemenangan dalam derbi itu adalah tentang mentalitas. ”Pertama, seberapa besar Anda menginginkan itu? Lalu, seberapa besar lagi mereka menginginkan itu? Di level seperti ini, margin sangat kecil. Semua tidak selalu berpihak pada Anda. Jadi, itu semua tentang keberanian,” ujarnya.
Adapun Arsenal mampu mempertahankan rekor positif saat bertemu tim ”klasik enam besar”. Mereka belum sekali pun kalah dari sembilan laga (5 menang, 4 seri). Dalam sisa musim ini, Si Meriam hanya menyisakan satu pertandingan lagi melawan tim klasik enam besar, yaitu Manchester United.
Di sisi lain, Arteta tetap memuji penampilan Raya walaupun melakukan blunder yang nyaris berujung petaka. ”Itu (kesalahan) Adalah bagian dari sepak bola. Tetapi, hal yang saya suka dari David adalah dia tampil sensasional selama 20 atau 25 menit terakhir, setelah insiden itu. Itu yang saya suka dari para pemain kami,” pungkasnya. (AP/REUTERS)