”Naheik Pamau” di Sungai Penuh, Warisan Gotong Royong dari Para Leluhur
Upacara adat digelar memperingati 150 tahun Masjid Agung Pondok Tinggi. Kayu besar ditarik dari hutan adat ke masjid.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
IRMA TAMBUNAN
Warga mengikuti upacara adat naheik pamau alias menarik kayu yang digelar memperingati 150 tahun Masjid Agung Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Minggu (15/9/2024).
Napak tilas Masjid Agung Pondok Tinggi telah membawa pulang para perantauan kembali ke kampung halaman di Sungai Penuh. Ketukan gong bagaikan magis yang membangunkan batang terendam. Budaya leluhur jadi warisan untuk terus dirawat.
Nyaris sepanjang hidup Bopi Cassiaputra (50) belum pernah menjalani ritual naheik pamau, adat menarik batang kayu besar dari hutan untuk membangun tempat ibadah dan rumah di alam Kerinci. Ritual yang lama meredup itu hanya kerap diceritakan dari mulut ke mulut.
Kala mendengar kabar bahwa ritual bakal kembali digelar, semangatnya menyala-nyala. Naheik pamau diselenggarakan untuk memperingati berdirinya Masjid Agung yang memasuki usia ke-150 tahun ini.
Bopi yang telah bertahun-tahun merantau di Kota Jambi pun tersedot untuk pulang ke kampung halaman di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi. ”Sewaktu mengetahui akan digelar naheik pamau, saya langsung bersiap pulang,” ujarnya.
Hari yang ditetapkan pun tiba. Minggu (15/9/2024) pagi, Bopi dan ribuan warga berkumpul di wilayah adat Pondok Tinggi. Sebatang besar kayu surian (Toona sureni) berdiameter 1 meter dan panjang hampir 20 meter siap ditarik.
Kayu yang ditebang pada pekan sebelumnya dari hutan adat ditarik bersama-sama menuju masjid. Upacara penarikan kayu naheik pamau menjadi bagian tapak tilas tradisi yang dikemas dalam Kenduri Swarnabhumi.
Gelora yang menyala-nyala itu dirasakan oleh kebanyakan warga. Mereka berbaris dari pangkal hingga ujung kayu. Pada bagian pangkal, mereka coba mendorong kayu sekuat-kuatnya. Namun, kayu besar itu hanya tergeser ke kiri dan ke kanan. Kayu terasa begitu berat.
Mengetahui situasi itu, pemimpin upacara, Hasril Meizal, lekas menyetop massa. Lewat pengeras suara ia lantang mengajak seluruh warga berdoa. Ia pun mengajak bicara para leluhur untuk memberi restu atas jalannya ritual itu.
Upacara adat naheik pamau alias menarik kayu di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Minggu (15/9/2024).
Sungguh magis, tak lama kemudian kayu berhasil didorong dan ditarik menuju masjid yang berjarak 1 kilometer itu. Dua wanita salih (dukun) terus mengiringi perjalanan sembari mengasap kemenyan dan menabur beras kunyit.
Hampir dua jam kemudian, batang kayu besar akhirnya sampai di tujuan diiringi sorak gembira masyarakat. Tugas besar dan berbahaya itu akhirnya tuntas dikerjakan. Mereka pun beristirahat dan makan bersama.
Banyak sekali orang. Mereka beramai-ramai membawa kayu besar untuk membangun rumah warga.
Salah seorang warga Pondok Tinggi, Esi (56), mengenang ritual naheik pamau terakhir kali digelar 50 tahun silam. Saat itu, dirinya masih berusia kira-kira 6 tahun. Namun, ia masih ingat betul betapa ramainya orang berkumpul dan bergotong royong menarik kayu.
”Banyak sekali orang. Mereka beramai-ramai membawa kayu besar untuk membangun rumah warga,” kenangnya.
Situasi kala itu lebih sulit karena medan yang dilalui lebih berat. Belum ada jalan aspal. Padahal, kayu yang dibawa jauh lebih besar dan lebih panjang. Namun, karena dibawa beramai-ramai, kayu akhirnya sampai juga di tujuan.
IRMA TAMBUNAN
Dukun alias orang salih menyalakan kemenyan dan menabur beras kunyit di tengah prosesi adat naheik pamau, Minggu (15/9/2024). Kegiatan ini merupakan bagian dari perhelatan Kenduri Swarnabhumi 2024 di Kota Sungai Penuh.
Hasril yang merupakan Ketua Lembaga Adat Depati Payung Pondok Tinggi, tak memungkiri dalam proses naheik pamau bisa terjadi korban tergilas kayu. Itu pernah terjadi dalam pengambilan kayu di tengah hutan adat yang curam. Pernah juga kayu tak kunjung bergerak mesti sudah banyak orang menariknya.
Masyarakat akhirnya menyadari pentingnya menghormati kebesaran alam dan para penghuninya. Maka setiap ritual dilangsungkan, mereka akan terlebih dahulu menjalani ritual adat memohon restu nenek moyang.
Selain itu, sesuai dengan aturan adat pula. pohon yang telah ditebang harus dibayar dengan menanam pohon seratus kali lipat. Dalam perhelatan Kenduri Swarnabhumi di Kota Sungai Penuh, bibit-bibit pohon pun ditanam.
Sejarah masjid
Masjid Pondok Tinggi berdiri kokoh pada baris terdepan umoh laheak (rumah berjejer). Lokasinya berada dalam wilayah permukiman utama (Paraik basudut mpak) Desa Pondok Tinggi.
Bagi masyarakat, masjid ini bukan sekadar rumah ibadah biasa, melainkan bangunan monumental. Oleh negara, masjid ini pun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Masjid yang dibangun dengan bahan sebagian besar kayu ini memiliki konstruksi unik dengan ornamen floral yang indah. Tiap-tiap sudutnya memuat pesan moral, sosial, dan kultural yang merujuk ke hukum-hukum Tuhan.
Masjid Agung Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, merupakan cagar budaya
Januarisdi, dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang, yang juga lahir dan besar di Sungai Penuh, menyebutkan secara kultural, masjid itu merupakan karya budaya masyarakat yang menyatu dengan alam. Semua detail konstruksi dan ornamen masjid kuno menyimpan pesan budaya yang menjadi tatanan kehidupan masyarakat yang disebut Ico-Pake. Isinya merupakan pengamalan hukum-hukum Tuhan, syariat dan syarak.
Konstruksi atap, tiang, dan dinding mencerminkan struktur kepemimpinan sosial masyarakat Pondok Tinggi, yang mengerucut ke puncak tertinggi yang satu (sao), Tuhan Yang Maha Esa. Ukiran pada tiap sisi masjid didominasi motif floral, yakni sulur paku-pakuan dan kembang kacang yang dimaknai kuatnya ikatan kekerabatan dan budaya bergotong royong. Sekaligus mencerminkantali kekerabatan mengikuti garis keturunan (ayah), sekaligus tali adat yang mengikuti garis kaum atau suku ibu.
Pamong Budaya Ahli Utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Siswanto mengapresiasi Kenduri Swarnabhumi di Pondok Tinggi. ”Bagi saya yang terpenting bukan soal membawa kayunya, melainkan kontribusi masyarakat bergotong royong menjadi nilai-nilai yang patut dilestarikan,” ujarnya.
IRMA TAMBUNAN
Ribuan warga mengiringi upacara adat naheik pamau alias menarik kayu digelar memperingati 150 tahun Masjid Agung Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Minggu (15/9/2024).
Kurator kenduri itu, Deki Syaputra, menyebut naheik pamau bertujuan mengintip kejayaan peradaban dan kebudayaan yang telah dicapai leluhur. Nilai-nilai yang diwariskan dari masa lalu itu untuk menata kehidupan hari ini sekaligus untuk merajut masa depan. Perjalanan ke hutan untuk mencari bahan pembangunan masjid merupakan tapak tilas. Untuk mengenang kembali rute perjalanan dan perjuangan leluhur di masa lalu. ”Ini bagaikan membangkitkan batang terendam,” katanya.
Menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang terlupakan. Selayaknya dapat terus dijunjung dan diwariskan bagi anak cucu.