Keluarga menyebut mendiang ARL, mahasiswi PPDS Anestesi, dirundung sampai akhir hayatnya. Keluarga menuntut keadilan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Mendiang ARL (30), mahasiswa program pendidikan dokter spesialis Anestesi Universitas Dipongeoro, disebut keluarganya mengalami perundungan sejak awal masuk PPDS hingga akhir hayat. Mereka berharap para perundung ARL bisa segera ditangkap dan dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Nuzmatun Malinah, ibu mendiang ARL, akhirnya buka suara terkait dengan perundungan yang menimpa anak sulungnya, ARL. Menurut Nuzmatun, ARL dirundung sejak pertama kali masuk PPDS, yakni tahun 2022.
”Jam 03.00 dini hari, dia diharuskan sudah ada di ruangan (rumah sakit). Lalu, pulangnya itu jam 01.00-01.30 di hari berikutnya. Rutinitasnya begitu terus sampai akhirnya pada 25 Agustus 2022 karena saking ngantuk-nya, dia pulang dari rumah sakit itu jatuh ke selokan,” kata Nuzmatun dalam konferensi pers yang digelar di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (18/9/2024).
Akibat peristiwa itu, ARL disebut mengeluhkan sakit pada kaki dan punggungnya. Dalam kondisi sakit, ARL sering kali diminta berdiri selama lebih dari satu jam hingga kakinya bengkak.
Pihak keluarga mengaku beberapa kali menghadap kepala program studi Anestesi Undip untuk menjelaskan kondisi ARL dan memohon agar ARL diberikan keringanan dalam bekerja karena gangguan kesehatan tersebut. ”Tapi, saat itu malah dijawab sama kaprodi anestesi kalau itu adalah (bentuk) penguatan mental dalam menghadapi berbagai pasien,” tutur Nuzmatun.
Selama menjalani PPDS, ARL juga mengeluh kepada keluarga bahwa dirinya sering kali dibentak dan mendapatkan kata-kata kasar. Hal itu membuat ARL tertekan dan sangat ketakutan.
Tak hanya itu, ARL juga diminta menyetorkan sejumlah uang dengan nominal berbeda setiap bulannya. Setoran uang itu dilakukan ARL sejak semester satu hingga Agustus 2024 atau akhir hayat ARL.
”Waktu semester pertama itu nominalnya besar-besar. Semester berikutnya, nominalnya sudah tidak sebesar semester pertama, tapi tetap masih ada (kewajiban menyetorkan uang). Jadi, sebagian uang itu mengalir dari saya kepada almarhumah. Lalu, dari almarhumah dikirim ke sejumlah orang. (Nama-nama penerimanya) itu semua sudah tercatat di rekening koran,” imbuh Nuzmatun.
Jika berdasarkan hasil pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan pengembangan ke pejabat-pejabat kampus, pemeriksaan kepada pejabat kampus akan dilakukan.
Nuzmatun berharap ARL bisa mendapatkan keadilan. Keluarga menginginkan supaya polisi bisa segera menangkap para pelaku dan menghukum mereka sesuai dengan aturan yang ada.
Sebelumnya, keluarga ARL telah melaporkan tiga dugaan tindak pidana terhadap ARL ke Kepolisian Daerah Jateng. Tiga jenis tindak pidana yang dilaporkan, yakni perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, dan pemerasan.
Pelaporan yang dilakukan keluarga ARL, disebut pengacara keluarga ARL, Misyal B Achmad, menginspirasi korban-korban lain untuk melapor. Sejauh ini, sudah ada tiga korban lain yang berniat untuk melapor ke Polda Jateng terkait dengan perundungan dan pemerasan yang menimpa mereka. Mereka merupakan teman seangkatan ARL di PPDS anestesi.
”Tiga orang ini sedang menunggu surat jaminan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi turun. Intinya, mereka minta jaminan setelah melapor akan dilindungi selama proses belajar di PPDS dan dilindungi dalam kariernya sebagai dokter. Setelah surat itu turun, dalam satu atau dua hari ke depan, mereka akan lapor,” ujar Misyal.
Selama ini, keluarga melaporkan bahwa perundungan itu dilakukan oleh para senior ARL di PPDS Anestesi. Namun, pihak keluarga juga berharap para pejabat Undip turut diperiksa.
”Keluarga sudah ada laporan kepada Kaprodi Anestesi, tapi tidak ada tanggapan. Kalau sampai nanti pembuktian benar (ada perundungan), maka Kaprodi bisa juga dijadikan tersangka karena dia yang seharusnya bertanggung jawab,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Artanto mengatakan, pihaknya terbuka dan siap menerima laporan dari korban-korban lain. Ia pun berkomitmen, identitas korban bakal dilindungi.
”Kami menunggu juga. Kalau ada mahasiswa lain yang mau melaporkan, alhamdulillah. Kami akan jamin identitas ataupun kerahasiaannya,” ucap Artanto.
Hingga Rabu, sebanyak 34 orang telah diperiksa oleh penyidik Polda Jateng terkait dengan kasus dugaan perundungan terhadap ARL. Mereka ialah keluarga ARL, pihak Kemenkes, pihak Kemendikbudristek, teman-teman satu angkatan ARL di PPDS Anestesi, dan para ketua angkatan PPDS Anestesi, dari yang paling yunior sampai senior.
”Kami perlu menganalisis satu per satu dari masing-masing keterangan tersebut. Kemudian, kami melakukan klarifikasi, sinkronisasi, termasuk kaitannya dengan data itu, kan, harus diklarifikasi betul-betul,” kata Artanto.
Saat disinggung mengenai kemungkinan pemeriksaan terhadap pejabat di Undip, Artanto menuturkan, hal itu menunggu keputusan penyidik. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan pengembangan ke pejabat-pejabat kampus, pemeriksaan kepada pejabat kampus akan dilakukan.