Pemasangan Ditunda, Catra di Candi Borobudur Tak Disusun Kembali
Setelah pemasangan ditunda, catra di Candi Borobudur tak disusun lagi. Batu-batu penyusun catra itu tetap disimpan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan menunda pemasangan catra atau payung kebesaran di bagian puncak stupa induk Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Catra yang tersusun dari batu dan telah dibongkar beberapa hari lalu itu diputuskan tidak disusun kembali. Batu-batu penyusun catra itu kini disimpan di kantor Unit Warisan Dunia Borobudur Museum dan Cagar Budaya.
Penanggung Jawab Unit Warisan Dunia Borobudur Museum dan Cagar Budaya (MCB) Wiwit Kasiyati menjelaskan, sejak beberapa hari lalu, catra (chattra) tersebut memang dibongkar. Pembongkaran untuk penyusunan kajian teknis yang dilakukan tim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kajian teknis itu dilakukan atas permohonan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama terkait rencana pemasangan catra di stupa induk Candi Borobudur. Menurut rencana awal, pemasangan catra di Candi Borobudur akan diresmikan pada 18 September 2024.
Namun, pemerintah menunda pemasangan itu. Alasannya, perlu studi lebih mendalam terkait otentisitas atau keaslian catra itu.
Wiwit memaparkan, setelah ada keputusan penundaan itu, batu-batu penyusun catra tersebut disimpan di kantor Unit Warisan Dunia Borobudur MCB. Unit ini di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Catra itu, kan, dibongkar dalam rangka penyusunan kajian teknis yang dilakukan BRIN dan Kementerian Agama beberapa hari lalu. Jadi, itu memang sudah terbongkar dan kajian sudah selesai. Sekarang kami simpan, tapi sudah tidak tersusun lagi,” ujar Wiwit saat dihubungi dari Yogyakarta, Jumat (13/9/2024).
Wiwit memaparkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan, catra tersebut bukan termasuk data arkeologi karena keasliannya diragukan. Oleh karena itu, diputuskan catra tersebut tidak disusun lagi.
”Setelah diteliti dan diukur, catra itu bukan data arkeologi. Jadi, memang tidak perlu disusun kembali. Kalau disusun kembali, malah muncul banyak pertanyaan karena diragukan keasliannya,” ungkapnya.
Catra yang hendak dipasang ke stupa induk Candi Borobudur merupakan hasil rekonstruksi yang dilakukan Theodoor van Erp, ahli yang memimpin pemugaran pertama Candi Borobudur pada tahun 1907-1911.
Van Erp sempat memasang catra hasil rekonstruksi itu di Candi Borobudur. Namun, kemudian dia menurunkannya lagi.
Berdasarkan kajian Balai Konservasi Borobudur (BKB) yang kemudian berganti nama menjadi Unit Warisan Dunia Borobudur MCB, dari keseluruhan batu penyusun catra itu, hanya 42 persen yang merupakan batu asli dari sekitar Candi Borobudur. Itulah sebabnya, keaslian catra tersebut diragukan.
Menurut Wiwit, setelah diturunkan Van Erp, catra tersebut sebenarnya tidak disusun kembali. Hanya saja, kemudian ada pihak yang menyusun kembali catra itu. Catra lalu diletakkan di Museum Karmawibhangga di kompleks Candi Borobudur.
Namun, sejak beberapa tahun lampau, catra itu dipindahkan ke halaman BKB atau Unit Warisan Dunia Borobudur MCB. Ini merupakan lokasi terakhir catra sebelum dibongkar beberapa hari lalu untuk penyusunan kajian teknis yang dilakukan BRIN.
Setelah diteliti dan diukur, catra itu bukan data arkeologi. Jadi, memang tidak perlu disusun kembali.
Penolakan
Sebelumnya, sejumlah ahli arkeologi telah menyampaikan penolakan terhadap rencana pemasangan catra di stupa induk Candi Borobudur. Sebab, pada masa lalu, stupa induk di Candi Borobudur diyakini tidak memiliki catra.
Dosen Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Aditya Revianur, memaparkan, berdasarkan sejumlah penelitian, candi-candi di Nusantara memang tidak memiliki catra pada bagian stupa induknya. Selain itu, relief Gandawyuha di Candi Borobudur juga menggambarkan stupa besar tanpa catra.
”Berdasarkan perbandingan dengan relief dan candi-candi yang sezaman, stupa induk Candi Borobudur itu tidak memiliki catra,” kata Aditya dalam Diskusi Permasalahan Rencana Pemasangan Catra Borobudur, Kamis (12/9/2024), di Kampus Fakultas Ilmu Budaya UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Aditya menuturkan, keberadaan stupa yang tak memiliki catra itu bisa disebut sebagai ciri khas arsitektur candi di Nusantara. Dia menilai, kondisi itu terjadi karena para pembuat candi di Nusantara pada masa lalu telah mempertimbangkan kerawanan bencana, seperti gempa bumi dan sambaran petir. Hal itu berpotensi merusak catra dan membahayakan orang yang beraktivitas di candi.
Menurut Aditya, di Indonesia memang ditemukan sejumlah stupa yang memiliki catra. Namun, stupa-stupa dengan catra itu berukuran kecil, tidak berbentuk candi yang besar. Itulah sebabnya, para arkeolog meyakini di stupa induk Candi Borobudur pada masa lalu tidak terdapat catra.
Aditya pun berharap catra tersebut tidak dipasang di stupa induk Candi Borobudur. ”Menurut saya pribadi, karena sudah ada bukti-bukti itu, ya, seharusnya tidak sepantasnya untuk dipasang. Dan itu (tidak dipasangnya catra) juga tidak mengurangi keutamaan Candi Borobudur,” tuturnya.
Sementara itu, Kemenag menyatakan, penundaan pemasangan catra diputuskan dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pelestarian Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia. Penundaan ini disebut selaras hasil kajian teknis dan detail engineering design (DED) yang disusun tim ahli BRIN yang menyimpulkan perlunya studi lebih mendalam tentang otentisitas catra.
Oleh karena itu, rencana peresmian catra di Candi Borobudur pada 18 September 2024 ditunda untuk dievaluasi kembali agar selaras dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya serta Konvensi Warisan Dunia Tahun 1972.
Juru Bicara Kemenag Sunanto menyatakan, dari hasil kajian teknis pakar BRIN yang dilakukan atas permohonan Ditjen Bimas Buddha Kemenag, kondisi material catra saat ini belum memungkinkan pemasangan catra karena kondisi batu yang antara lain tidak utuh.
”Berdasarkan hasil kajian teknis yang komprehensif, meliputi pengamatan langsung, pengukuran, pengujian, serta perhitungan dan analisis kekuatan, bahwa kondisi material catra ada yang tidak utuh atau terbagi banyak bagian batu dan batu bahan material tidak memiliki kait antarbatu,” kata pria yang akrab disapa Cak Nanto itu dalam keterangan yang dimuat di situs Kemenag, Rabu (11/9/2024).