Meski Dititipkan di Panti Rehab, Proses Hukum Tiga Pelaku Pembunuhan Siswi SMP Tetap Berjalan
Keluarga meminta keadilan atas pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP, AA (13). Tak terima tiga pelaku tak ditahan polisi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Selatan memastikan proses hukum terhadap empat pelaku pembunuhan dan pemerkosaansiswi SMP berinisial AA (13) tetap berjalan. Tiga di antaranya dititipkan di panti rehabilitasi anak karena statusnya sebagai anak berhadapan hukum. Ketiganya juga telah ditetapkan menjadi tersangka.
”Kami juga sedang melengkapi berkas pemeriksaan dan segera melimpahkannya ke kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Sunarto, Kamis (12/9/2024).
Sunarto menyebut, kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap AA menjadi prioritas mereka. Penyidikan kasus itu dilakukan di Kepolisian Resor Kota Besar Palembang dan didampingi penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel.
Pelaku utama IS (16) ditahan di Polrestabes Palembang. Sementara tiga pelaku lainnya, yakni MZ (13), NS (12), dan AS (12), dititipkan di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) Dharmapala Indralaya.
Tragedi pembunuhan dan pemerkosaan AA dimulai ketika IS mengajak korban yang merupakan siswi SMP kelas VIII bertemu di sebuah pertunjukan kuda lumping di Palembang, Minggu (1/9/2024). IS dan AA baru berkenalan dua minggu. Mereka aktif berkomunikasi melalui Facebook.
Setelah bertemu, IS yang kecanduan film pornografi lalu mengajak AA berkeliling ke sebuah lokasi krematorium hingga ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Talang Kerikil. Tiga pelaku lain yang merupakan teman IS mengikuti mereka. Di TPU, IS membujuk AA berhubungan suami-istri, tetapi AA menolak.
Pelaku IS dan ketiga temannya memaksa AA. Gadis cilik itu diduga meninggal karena mulut dan hidungnya dibekap. IS lalu memerkosa AA kemudian diikuti tiga pelaku lainnya secara bergantian. Mereka lalu menggotong jasad AA ke lokasi kuburan yang lebih sepi dan memerkosanya untuk kedua kali.
Sunarto menyebutkan, tiga pelaku dititipkan di panti sosial rehabilitasi karena statusnya merupakan anak berhadapan dengan hukum yang belum genap berusia 14 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sesuai aturan itu, penahanan terhadap anak berhadapan dengan hukum tidak dilakukan di rumah tahanan polisi, tetapi dititipkan di panti sosial atau dikembalikan kepada keluarga.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah Efy Hendri mengatakan, kasus itu sangat memilukan karena apa yang dilakukan pelaku adalah perbuatan yang sangat keji.
Jika tiga orang hanya direhabilitasi, di mana keadilan untuk keluarga kami.
Meski demikian, Efy menyebutkan, proses hukum terhadap anak berhadapan dengan hukum harus tetap dilakukan sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012.
”Proses hukum terhadap keempat pelaku akan tetap berjalan mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga proses sidang di pengadilan. Namun, ada aturan penahanan terhadap anak yang harus dikembalikan kepada keluarga atau dititipkan di panti sosial rehabilitasi,” kata Efy.
Meski demikian, Efy menegaskan, proses penitipan di panti sosial rehabilitasi tidak mengurangi proses hukum yang ada. Ketiga tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum sebagaimana peraturan yang berlaku.
Marlina, tante AA, mengatakan, mereka tidak terima tiga pelaku tidak ditahan oleh polisi. Meskipun masih berusia anak, perbuatan pelaku dinilai sangat keji. Keluarga meminta agar semua pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.
”Keponakan saya AA diperkosa dan dibunuh oleh empat pelaku dengan sangat keji. Jika tiga orang hanya direhabilitasi, di mana keadilan untuk keluarga kami,” kata Marlina.
Marlina menyebutkan, AA merupakan gadis periang. Dia juga berusaha membantu ekonomi keluarganya. Dia biasanya berjualan balon sepulang sekolah hingga malam hari agar bisa membantu keuangan keluarga dan biaya sekolah.