Tuah Trans Metro Pekanbaru di Kota Bertuah, Copet Pun "Minggir"
Di ”Kota Bertuah” di Negeri Lancang Kuning, Trans Metro Pekanbaru mengangkut 2,5 juta orang per tahun.
Bagian ke-3 dari 21 laporan tentang bus kota modern di Indonesia
Sudah 15 tahun bus Trans Metro Pekanbaru menjelajah, merambah hingga pinggiran Kota Pekanbaru. Tujuannya hanya satu, memberikan akses transportasi laik bagi siapa saja di ibu kota Riau, negeri Lancang Kuning. Angkutan pengumpan berbasis listrik menjadi mimpi kawasan urban berjuluk ”Kota Bertuah” itu berikutnya.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru, Riau, jumlah penumpang Trans Metro Pekanbaru atau TMP kini mencapai 2,5 juta penumpang per tahun.
TMP ini buah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2009 yang memasukkan Pekanbaru sebagai salah satu kota percontohan untuk penataan transportasi di Indonesia. Gayung bersambut, Pemerintah Kota Pekanbaru pun tergerak untuk menyediakan angkutan modern bagi warganya. Kerja sama pusat dan daerah itu kemudian bergulir sampai sekarang.
Sekretaris Dinas Perhubungan Pekanbaru Sunarko, Rabu (11/9/2024), mengatakan, jumlah penumpang sempat mencapai 3 juta orang pada 2019. Angka itu turun drastis selama pandemi Covid-19, tetapi kini kembali menanjak bertambah. Tarif bus TMP Rp 3.000 untuk pelajar dan Rp 4.000 untuk umum.
”Tarif ini tidak pernah naik sejak pertama kali beroperasi. Itu karena pemerintah daerah terus memberikan subsidi agar tarif bus terjangkau,” katanya.
Tarif TMP tidak berbeda jauh dengan angkutan reguler atau angkot yang lebih dulu beroperasi di Pekanbaru. Namun, TMP memiliki keunggulan dari aspek keamanan dan kenyamanan.
Baca juga: Dengan Transpadang, Kulari ke Pantai Padang
Anie Yahya (45) setia memilih TMP sebagai sarana transportasinya untuk bekerja. Dalam sekali perjalanan, aparatur sipil negara di Kota Pekanbaru ini mengeluarkan Rp 4.000. Jumlah ini jauh lebih murah dibandingkan ongkos sekali jalan pakai ojek daring Rp 15.000 per hari. Di dalam bus, terasa lebih dingin dan ada kamera pemantau (CCTV).
”Berbeda dengan naik angkot, kita harus panas-panasan dan bisa jadi korban pencopetan,” katanya.
Yosef Perdi (63) turut menggarisbawahi bahwa bus TMP tergolong moda transportasi publik paling aman di Pekanbaru. Selama beroperasi sekitar 15 tahun, ia tidak pernah mengalami dan jarang mendengar kabar ada laporan kasus kriminalitas menimpa penumpang TMP.
”Berbeda jika berada di angkot biasa, kerap terdengar tindak kriminal di dalamnya,” kata Yosef.
Meski demikian, di balik keunggulan itu, penumpang TMP memang harus banyak bersabar. Bagaimana tidak, waktu tunggu kedatangan antara satu bus dengan bus yang lain (headway) bisa 25 menit. ”Berbeda ketika pertama kali beroperasi, waktu tunggu hanya 10 menit,” kata Anie.
Hal serupa disampaikan pelanggan lain, Marwah (50). Ibu rumah tangga ini mengapresiasi kehadiran bus TMP. ”Tapi, AC-nya sudah tidak dingin lagi, apalagi kalau situasi di dalam bus penuh (penumpang),” katanya.
Selain itu, kedatangan bus sulit diprediksi. Marwah harus menunggu hingga 30 menit menanti bus yang akan mengantarkannya pulang. Meskipun demikian, seperti Anie, Marwah enggan beralih ke moda transportasi lain karena TMP tetap lebih aman, nyaman, dan murah.
Baca juga: Adem, Murah, dan Cepat, Trans Metro Deli Mengantar Warga Keliling Medan
Marwah dan Yosef berpesan agar pemerintah daerah kembali memberi perhatian penuh pada TMP agar semakin banyak orang mau menggunakannya. Saat ini, ia melihat halte bus TMP mulai kurang nyaman. Ada yang penuh corat-coret, bahkan ada bagian yang rusak.
”Jika pemerintah ingin warganya menggunakan transportasi publik, saya berharap bus TMP dibenahi segera,” kata Yosef.
5 persen APBD
Mendengar keluhan itu, Sunarko menjelaskan, lamanya headway karena kurangnya armada yang dimiliki. Sekarang, dari 85 bus yang ada, hanya 58 yang beroperasi. Alasanya, jumlah rute dikurangi dari 13 rute menjadi 8 rute. Pengurangan ini hasil dari evaluasi operasional dalam beberapa tahun terakhir, termasuk akibat dampak pandemi.
Pihaknya membuka kemungkinan rute kembali untuk memenuhi kebutuhan mobilitas ulang-alik dari kawasan sekitar Pekanbaru, seperti Kampar, Pelalawan, dan Siak. ”Skemanya seperti aglomerasi yang diterapkan PT Trans Jakarta di wilayah Depok, Bekasi, dan Tangerang,” katanya.
Pemkot Pekanbaru telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Kelola Angkutan Massal. Di dalamnya tertuang aturan pengalokasikan sebesar 5 persen dari APBD Kota Pekanbaru untuk pengembangan angkutan massal, termasuk jaringan TMP.
Regulasi itu menjadi pelecut, apalagi pada 7 September 2024 lalu, Pemkot Pekanbaru meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) kategori Kota Raya. Prestasi ini menempatkan Kota Bertuah akronim dari semboyan bersih, tertib, usaha bersama, aman, dan harmonis itu di antara kota besar lain penerima penghargaan, yaitu Semarang, Surabaya, Depok, dan Palembang.
Pelibatan komunitas dalam pengembangan TMP sangat diperlukan utamanya dalam hal edukasi.
Untuk tahun 2024, pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp 34 miliar untuk perbaikan infrastruktur TMP, termasuk pembenahan halte dan menyediakan angkutan pengumpan agar cakupan layanan TMP bisa lebih luas. Pada 2025, akan ada 20 unit angkutan pengumpan yang dioperasikan di empat koridor.
”Jika dipandang berkembang, tentu jumlahnya akan ditambah sesuai kebutuhan diterapkan dengan skema buy the service sehingga pemerintah akan membayar layanan per kilometer dari operator. Cara ini dipandang lebih efektif dibanding harus membeli armada bus baru,” kata Sunarko.
Dalam penerapannya, angkutan pengumpan ini akan menggunakan kendaraan listrik dan menggunakan tarif terintegrasi. Dengan beragam pembenahan ini diharapkan minat masyarakat untuk menggunakan Bus TMP kian bertambah.
”Target awal, jumlah penumpang tahun 2025 bisa mencapai 3 juta orang,” kata Sunarko.
Libatkan komunitas
Elfiandri, pengamat kebijakan publik dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas angkutan publik di Pekanbaru dan sekitarnya.
Menurut dia, untuk mendorong penggunaan transportasi publik, hal yang paling penting adalah aksesibilitas, keamanan, kenyamanan, dan kualitas layanan. Perbaikan infrastruktur, seperti halte dan armada yang laik, menjadi hal penting yang harus diperhatikan.
Nyatanya, banyak halte yang ada saat ini ditempatkan di kawasan yang kurang strategis dengan kondisi halte yang tidak laik. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk menata rute (re-routing) yang dilewati agar kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Kepastian jadwal juga menjadi salah satu pertimbangan bagi penumpang. Jangan sampai karena keterbatasan armada, kepastian jadwal lalu diabaikan.
Selain itu, Elfiandri berpandangan, pelibatan komunitas dalam pengembangan TMP juga sangat diperlukan utamanya dalam hal edukasi. Tujuannya tidak lain untuk memperkenalkan angkutan ini kepada warga secara lebih luas.
Di sisi lain, TMP harus menjadi lapangan kerja baru bagi para pengendara yang kehilangan pendapatan akibat trayeknya dilintasi oleh angkutan massal perkotaan berbasis bus ini. ”Walau TMP terus berkembang, tidak ada satu pihak pun yang tersingkirkan,” kata Elfiandri.
Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa mengutarakan, pihaknya telah mengevaluasi kendala di lapangan, terutama terkait pelayanan, penganggaran, dan pembangunan infrastruktur. Hasil evaluasi ini akan menjadi parameter untuk perbaikan TMP.
Menurut dia, evaluasi diperlukan untuk mencari solusi dari segala permasalahan yang terjadi.
”Ketika pelayanan transportasi publik tidak optimal, wargalah yang akan merasakan dampaknya,” kata Risnandar.