Setelah Jalan Mulus, Warga Kinipan di Pelosok Kalteng Berharap Pengakuan Hutan Adat
Kunjungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ke Kinipan berdampak positif. Warga menyambutnya antusias.
Begitu cerita ada kunjungan menteri ke Desa Kinipan, sontak semua orang kaget. Apa yang ingin dilakukan Menteri di desa nun jauh di pelosok Kalimantan Tengah itu? Pertanyaan itu pun sampai sekarang masih agak sulit menjawabnya. Namun, di balik itu semua, ada cerita tangan-tangan yang bekerja keras agar kunjungan itu punya arti.
Desa Kinipan terletak di bagian barat Kalimantan Tengah (Kalteng). Butuh waktu 16-18 jam dari ibu kota provinsi, Kota Palangka Raya, untuk menuju desa itu. Jaraknya kira-kira 400 kilometer, hampir sama jarak dari Jakarta ke DI Yogyakarta. Akan tetapi, jangan harap jalannya sama seperti di Pulau Jawa.
Pertama kali Kompas.id datang ke desa itu sekitar lima tahun lalu, jalanan begitu buruk. Tak ada aspal masuk ke desa itu. Semuanya jalan tanah. Jika hujan, ban mobil harus beradu kuat dengan lumpur. Ban mobil atau motor yang ”botak” jangan harap bisa mendaki jalanan di bukit-bukit menuju Desa Kinipan.
Semuanya berubah ketika ada informasi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ingin datang berkunjung. Sejak Kamis (5/9/2024), alat-alat berat sudah meratakan jalan-jalan di bukit-bukit menuju desa yang sudah dekat dengan perbatasan Kalimantan Barat, provinsi tetangga.
Tak hanya jalan, rumput-rumput di pinggiran jalan pun dicabuti. Batu-batu kecil ditebar agar lebih keras. Memang belum diaspal, tapi jalan yang rata dan bersih itu saja sudah membuat warga Kinipan terharu. Lebih dari itu, Kinipan kembali ramai dibicarakan orang.
Rumah mertua Kepala Desa Kinipan Willem Hengki, tempat tinggalnya, sejak Kamis siang, misalnya, tidak pernah sepi. Banyak orang, mulai dari pejabat hingga aparat, datang ke rumahnya. Akibatnya, Hengki jadi susah tidur. Saat ditemui Kompas pada Jumat (6/9/2024), Hengki sedang menerima tamu yang ia juga tak pernah berjumpa sebelumnya.
”Permintaannya banyak, ada yang minta bersihkan sampah di got, sampai lumut-lumut di rumah tua juga minta dibersihkan,” kata Hengki, Senin (9/9/2024).
Apa pun bentuk programnya, baik dalam maupun luar negeri, itu harus direncanakan dan disetujui oleh masyarakat Kinipan.
Hengki berkata, dua hari sebelum kunjungan, rumahnya kedatangan tamu hingga subuh dini hari. Banyak yang bertanya siapa yang mengundang Menteri untuk datang ke Kinipan. Beberapa tetangga ikut membantu. Dapur jadi sesak, ibu-ibu ikutan begadang.
”Saya sendiri enggak tahu. Kami enggak ada pakai undangan,” ujar Hengki.
Meski begitu, Hengki dan semua warga kompak membersihkan lapangan sepak bola yang sudah ditumbuhi rumput tempat biasa sapi-sapi memakannya. Lapangan itu menjadi tempat mendarat helikopter. Saat yang lain sibuk membuat landasan helikopter, yang lain membuat pagar bambu untuk penerimaan tamu terhormat itu dengan upacara adat.
Malam sebelum hari kunjungan, aparatur desa dan tokoh adat berkumpul. Mereka hanya membahas apa yang harus dibicarakan esok. Hengki sudah menyiapkan banyak hal untuk disampaikan.
”Ini kesempatan luar biasa, saya terharu dengan kedatangan menteri. Karena di sini sedang memperjuangkan hutan adat, jadi harapan kami besar,” katanya.
Hari yang dinanti itu pun tiba, Sabtu (7/9/2024). Untuk pertama kalinya, ada pejabat tinggi datang ke pelosok itu. Bahkan, level provinsi pun begitu jarang datang ke desa yang hingga kini tanpa listrik negara itu.
Anak-anak sekolah yang harusnya libur diminta masuk menggunakan seragam. Mereka memegang bendera Merah Putih. Siswa lantas membuat barisan di sepanjang jalan berbatu untuk menyambut Siti Nurbaya dan rombongannya.
Begitu helikopter tiba, rumah-rumah kosong. Warga berlarian ke lapangan. Belum pernah seumur hidup mereka melihat helikopter sedekat itu. Angin menderu begitu kencang seiring helikopter menyentuh tanah.
Banyak warga berlindung di balik pohon, ibu-ibu menutupi mata anak balitanya dalam gendongan agar tidak kemasukan debu, mereka menyipitkan mata sambil memegang telepon pintar untuk mengabadikan momen itu.
Baca juga: Penahanan Effendi Buhing dan Anggotanya Ditangguhkan
Helikopter pertama tiba. Warga mengira itu helikopter yang digunakan ibu Menteri, ternyata bukan. Wajah-wajah asing turun dari helikopter pertama. Beberapa pejabat berlarian, ada yang sambil memegangi topi, ada yang memegangi kantong agar telepon genggam mereka tak jatuh, dan banyak lagi. Mereka bersalaman dengan siapa pun yang turun dari heli pertama.
Helikopter kedua turun. Siti Nurbaya bersama tiga orang asing berambut putih dan pirang. Masih sama, beberapa pejabat daerah berlarian ke arah helikopter. Mereka bersalaman lalu mengarahkan Siti Nurbaya dan rombongan ke mobil yang sudah disiapkan.
Mobil-mobil besar dan mewah menyambut rombongan itu dan mengantar mereka ke ujung jalan berbatu, melewati barisan anak-anak yang melambaikan tangan. Lambaian itu dibalas Siti yang membuka kaca jendela mobil.
Sampai di ujung yang berjarak lebih kurang 500 meter, mobil berhenti, Siti melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke arah gapura bambu tempat upacara adat penyambutan dilaksanakan. Ia memotong kayu menggunakan mandau (parang Khas Dayak), sebagai simbol agar kunjungan itu tidak menemui rintangan.
Saat kayu dibelah, langit meredup tanda hujan segera turun. Namun, hingga helikopter pergi, tak ada hujan yang mampir.
Berdialog
Siti Nurbaya datang bersama dengan perwakilan dari Bezos Earth Fund (BEF), sebuah yayasan milik salah satu orang terkaya dunia Jeff Bezos. Mereka diterima secara adat, lalu duduk berdialog dengan masyarakat.
Effendi Buhing, tokoh adat Desa Kinipan, mengungkapkan, ada tiga poin penting yang ingin disampaikan. Pertama, soal pengakuan wilayah adat yang terkatung-katung. Pihaknya sudah empat kali mengirimkan dokumen untuk persyaratan pengakuan hutan adat. Namun, semuanya tak kunjung direspons dengan baik.
Kedua, kata Buhing, pencadangan hutan adat yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 6.800 hektar itu harus segera diverifikasi lapangan. Alasannya, ada ladang masyarakat yang masuk ke dalam pencadangan hutan adat tersebut.
Poin ketiga, soal isu bisnis karbon dengan kehadiran BEF itu diharapkan melibatkan masyarakat Kinipan dan atas persetujuan warga Kinipan. ”Apa pun bentuk programnya, baik dalam maupun luar negeri, itu harus direncanakan dan disetujui oleh masyarakat Kinipan,” tuturnya.
Persoalan Kinipan sudah berlangsung sejak lebih kurang 10 tahun lalu sejak perusahaan sawit masuk di wilayah kelola adat Kinipan. Pada 2015, mereka bersama Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) membuat peta indikatif bersama dengan luas wilayah adat Desa Kinipan mencapai lebih kurang 16.000 hektar. Setidaknya ada 1.800 hektar yang sudah dibuka perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Hal itu yang memicu perlawanan masyarakat adat Kinipan. Effendi Buhing bahkan pernah ditangkap aparat dengan tuduhan otak pencurian, padahal tak ada barang yang dicuri. Buhing juga menyinggung soal Willem Hengki yang pernah dituduh korupsi, tetapi tak terbukti dan bebas dari penjara.
”Kami minta supaya ada duduk bersama,” ujar Buhing.
Siti menjawabnya dengan berkata, ”Soal tata batas ada prosedurnya, nanti kami lihat. Saya setuju untuk kita lebih banyak duduk bersama dan nanti kami coba bicara dengan para pemegang konsesi (yang berkonflik dengan Kinipan),” kata Siti.
Dialog tak berlangsung lama, lebih kurang hanya satu jam. Siti kemudian meninggalkan tempat bersama rombongan. Mereka menaiki helikopter lalu terbang lewat langit-langit Kinipan.
Mantir atau pemuka adat Kinipan, Pilemon, gusar dirinya tak sempat berbicara. ”Saya cuma mau bilang semoga ibu menteri bisa sering-sering ke sini biar jalan kami diperbaiki terus,” katanya sambil bergurau.
Kinipan sudah lama berjuang untuk masa depan lahannya. Kali ini, warga kembali berharap ujungnya berakhir sesuai keinginan mereka.
Baca juga: Setelah Empat Kali Diusulkan, Hutan Adat Kinipan Mulai Temukan Titik Terang