Rekonsiliasi dari Altar Paus Fransiskus, Pertemukan Dua Sobat yang Terpisahkan
Kunjungan Paus Fransiskus ke Timor Leste mempertemukan banyak orang, termasuk sahabat yang terpisah akibat perang
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Saat Paus Fransiskus tiba di Lapangan Tasitolu, Dili, Timor Leste, pada Selasa (10/9/2024) petang, ratusan ribu orang berteriak. Di kota yang pernah menjadi saksi tragedi kemanusiaan selama bertahun-tahun di masa lalu itu, kini orang-orang menitikkan air mata haru atas kunjungan Bapa Suci.
Di salah satu sudut lapangan, Arkadius Seran (56) berdiri di samping Lewi Sarmento (55), dua sahabat lama yang terpisah sekitar 25 tahun lalu. Arkadius datang dari Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia, sedangkan Lewi berasal dari Distrik Ermera, Timor Leste.
Suasana haru, terlebih ketika mereka mengenang masa kecil di Ermera, sekitar 60 kilometer (km) selatan Dili. Mereka pernah tinggal bersebelahan rumah, belajar di satu sekolah, serta tumbuh dan besar bersama-sama. Mereka sudah seperti keluarga kandung.
Namun, Jajak Pendapat tahun 1999 yang diikuti perang saudara memaksa mereka terpisah. Keluarga Arkadius memilih pergi ke Belu dan menetap di sana. Sejak saat itu, mereka tidak pernah lagi berjumpa. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon. Pun baru beberapa bulan terakhir.
”Kunjungan Bapa Suci Paus Fransiskus mempertemukan kami. Kalau tidak, belum tentu kami ada bersama di sini. Ini rencana Tuhan untuk kami yang dulu pernah bersama, lalu berpisah,” kata Arkadius disambut anggukan Lewi.
Arkadius dan Lewi berkumpul bersama 700.000-an orang yang hadir dalam misa akbar bersama Paus Fransiskus di Lapangan Tasitolu. Lebih dari 1.000 orang yang datang dari Indonesia termasuk di antaranya. Khusus dari Indonesia, banyak yang punya kenangan dengan Timor Leste yang dulu adalah Provinsi Timor Timur, bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persaudaraan sejati adalah nilai yang selalu ditekankan Paus Fransiskus dalam banyak kesempatan dan di semua negara yang dikunjungi. Tak hanya bagi 1,39 miliar orang umat Katolik di dunia yang ia pimpin saat ini, warta kasih persaudaraan ia bagikan ke seluruh ujung Bumi.
Dalam homili dan sambutan singkatnya sebelum menutup misa akbar, Paus Fransiskus menyinggung tentang harmonisasi dan perdamaian. Ia memuji banyak kemajuan yang dialami Timor Leste, negara yang baru merdeka penuh pada tahun 2002 itu.
Atas kasih persaudaraan itulah, Pemerintah Timor Leste membuka pintu bagi umat Katolik dari NTT yang ingin pergi menghadiri misa di Dili. Berbagai kemudahan pun diberikan, mulai dari pemeriksaan di pintu masuk. Warga negara Indonesia (WNI) diperbolehkan membawa makanan jadi. Puluhan kendaraan yang masuk ke Dili tidak dipungut bayaran.
Kunjungan Bapa Suci Paus Fransiskus mempertemukan kami. Kalau tidak, belum tentu kami ada bersama di sini. Ini rencana Tuhan untuk kami yang dulu pernah bersama, lalu berpisah.
Di Dili, WNI yang berjumlah hampir 1.000 orang itu diinapkan di mes pemerintah, dekat Lapangan Tasitolu. Tersedia tempat tidur, kasur, serta pendingin ruangan. Ada kamar yang dilengkapi kamar mandi. Terdapat puluhan kamar mandi dan WC dalam mes itu sehingga tidak terjadi antrean panjang.
Pada jam tertentu, petugas datang mengantar makanan bagi WNI. Ada juga warung makan yang tersedia di dalam kompleks itu. Pembayarannya bisa menggunakan rupiah. Padahal, Timor Leste menggunakan dollar Amerika Serikat. Lokasi penginapan WNI dijaga aparat keamanan. WNI diperlakukan begitu istimewa.
”Kami ingin memberikan yang terbaik semampu kami. Kita adalah saudara, kita adalah sahabat. Nikmatilah ini. Kami senang bisa melayani saudara kami dari Indonesia,” kata Meta Pires, salah satu pejabat pada Kementerian Administrasi Negara Timor Leste.
Sementara itu, warga lokal Timor Leste yang datang dari berbagi perkampungan menumpang bus, mobil bak terbuka, dan dump truck. Mereka membangun tenda di pinggiran kota. Bahkan hingga radius 10 km dari Lapangan Tasitolu. Diperkirakan ratusan ribu orang yang datang ke Dili.
Gabriel Goa, tokoh NTT, mengatakan, kunjungan Paus Fransiskus diyakini kian menguatkan rekonsiliasi antara masyarakat Timor Lorosae atau Timor Leste dengan masyarakat Timor Loromonu atau Timor di wilayah NTT. ”Ada energi positif yang dibawa Paus. Berkat untuk rekonsiliasi,” katanya.
Gabriel yang mengenal banyak tokoh di Timor Lorosae itu mengaku terus membangun pertemanan sejak lama, jauh sebelum jajak pendapat. Gabriel dulu sering berjumpa Xanan Gusmao ketika Xanana ditahan di Jakarta. Setelah Timor Leste merdeka, Xanana pernah jadi presiden dan kini menjabat perdana menteri.
Gabriel berharap, orang-orang yang meninggalkan Timor Lorosae ketika perang dulu suatu waktu bisa kembali berinteraksi secara langsung dengan keluarga di sana. Mereka bisa diterima sebagai saudara yang lama terpisah. Sebab sejatinya, rekonsiliasi bisa terwujud ketika semua pihak saling mengampuni.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Timor Leste mempertemukan banyak orang, termasuk sesama saudaranya terpisah akibat perang. Sejak suara Paus pertama kali terdengar dari altar kudus di Lapangan Tasitolu sekitar pukul 16.44 waktu setempat, semangat rekonsiliasi itu terus dipupuk dari sana.
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Group Pembaca Kompas ”Liputan Khusus Kunjungan Paus”. Melalui grup tersebut, Kompas akan mengirimkan rekomendasi bacaan terkait kunjungan Paus Fransiskus. Klik di sini untuk mendaftar dan bergabung.