Siti Nurbaya Janji Atasi Konflik Hutan Adat Kinipan, Warga Minta Deforestasi Distop
Pemerintah berjanji selesaikan konflik hutan adat di Kinipan. Namun, apa rencana berikutnya ketika BEF hadir?
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
NANGA BULIK, KOMPAS — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar berjanji akan duduk bersama masyarakat, bahkan bakal bertemu pengusaha pemegang konsesi untuk selesaikan konflik hutan adat. Pemerintah daerah pun berkomitmen selesaikan konflik.
Seusai kunjungan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Sabtu (7/9/2024), pemerintah ingin bergerak cepat untuk memfasilitasi masyarakat mendapatkan pengakuan dan penetapan hutan adat Kinipan.
Penjabat Bupati Lamandau Said Salim mengatakan bakal menjaga dan melanjutkan perjuangan masyarakat Desa Kinipan agar konflik bisa reda. Namun, karena belum sebulan dilantik menjadi penjabat bupati, dirinya perlu belajar banyak hal soal itu.
”Saya dukung betul soal duduk bersama, nanti sambil kami cek jadwal kementerian. Saya dengan sekda juga akan duduk bersama supaya bisa lebih paham persoalan,” kata Said Salim saat ditemui di sela-sela kunjungan tersebut.
Konflik di Kinipan sudah berlangsung selama 10 tahun. Pada 2019, konflik meruncing ketika beberapa perusahaan perkebunan sawit yang sudah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan itu membuka hutan yang diklaim oleh warga sebagai wilayah kelola adat mereka. Tanah leluhur itu dibuka dan ditanami sawit. Berdasarkan keterangan yang dihimpun Kompas, setidaknya lebih kurang 1.800 hektar wilayah kelola adat itu sudah dibuka.
Tokoh adat Kinipan, Effendi Buhing, mengungkapkan, masyarakat adat Kinipan mulai legawa dengan hutan yang dibuka, tetapi ia menginginkan agar pembukaan lahan dihentikan dan tidak dilanjutkan mengambil sisanya.
”Kami itu sudah legawa sebenarnya dengan yang dibuka. Tetapi, kan, masih ada yang belum, nah, kalau bisa itu sudah cukup jangan sakiti hutan kami, jangan sakiti kami lagi. Makanya kami berharap betul dengan kedatangan menteri, masalah ini bisa selesai,” ujar Buhing, Senin (9/9/2024).
Saat berdialog, Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan, ia setuju untuk duduk bersama dengan masyarakat guna mencari solusi dari persoalan di Kinipan. Ia bahkan berjanji akan bertemu dengan para pemegang konsesi perkebunan untuk bisa bersama-sama warga Kinipan membahas persoalan mereka.
”Kalau enggak salah, kan, pengusaha (pemegang konsesi), orang Lamandau, pasti sayang sama hutan Lamandau, pasti bisa dibicarakan. Saya sepakat tidak ada masalah yang tidak selesai jika kita semua duduk bersama,” ujar Siti.
Bisnis karbon
Menanggapi hal itu, Direktur Save Our Borneo Muhammad Habibi mengungkapkan, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar tidak datang sendiri saat kunjungan ke Kinipan. Ia membawa Presiden dan CEO Bezos Earth Fund (BEF) Andrew Steer dan petinggi BEF lainnya.
Kedatangan Menteri LHK bersama BEF itu, menurut Habibi, melahirkan spekulasi, salah satunya adalah bisnis karbon, seperti yang dilakukan BEF ketika diluncurkan oleh pemiliknya, salah satu orang terkaya dunia, Jeff Bezos.
”KLHK sebagai official program penurunan emisi karbon hingga tahun 2030 nanti (Folu net sink) akan menggalang dukungan dari mana pun, terutama dari negara-negara beruang atau negara maju. Sepertinya BEF menjadi salah satu pihak yang akan mendukung program ini,” kata Habibi.
Masyarakat adat seperti Kinipan yang selama ini mati-matian menjaga hutan dari ancaman deforestasi yang menyebabkan terjadinya emisi karbon.
Menurut Habibi, masalah baru bisa saja muncul. Pasalnya, program ini belum tentu benar-benar diimplementasikan di lapangan, terutama di Kinipan. Apalagi, emisi karbon itu diciptakan oleh kebijakan pemerintah, contohnya persoalan di Kinipan.
”Di Kinipan, KLHK telah menyebabkan deforestasi. Melalui apa? Melalui keputusannya yang memberikan izin pelepasan kawasan hutan seluas 19.000 hektar lebih kepada perusahaan perkebunan sawit. Untuk Kinipan, deforestasi akibat pelepasan yang diberikan KLHK itu sekitar 1.800 hektar. Dan, masih ada 3.000 hektar lagi yang terancam,” ucap Habibi.
Lalu, KLHK sebagai official dari MoEF ingin menjadi solusi atas masalah yang ia buat sendiri. Padahal, kata Habibi, masyarakat adat seperti Kinipan yang selama ini mati-matian menjaga hutan dari ancaman deforestasi yang menyebabkan terjadinya emisi karbon.
”Mereka (masyarakat Kinipan) tidak dapat apa-apa, bahkan menghadapi ancaman kriminalisasi. Tapi, sebagai strategi, apa yang dilakukan KLHK ini bisa dimanfaatkan, paling tidak untuk membantu perjuangan Kinipan agar dapat pengakuan sebagai MHA dan menyelamatkan hutan serta ruang hidup mereka seluas 16.000 hektar lebih itu,” ucap Habibi.