Merawat Ingatan Penderita Alzheimer di Klinik Memori RSHS
Klinik memori di RSHS Bandung memberikan harapan bagi penderita alzheimer dan keluarganya.
Ingatan yang mulai hilang hingga perilaku yang berubah membuat para penderita alzheimer dan orang-orang di sekitarnya hidup dalam kegamangan. Namun, masih ada secercah harapan yang hadir dari dalam klinik memori agar mereka bisa merawat ingatan hingga daya kognitifnya.
Sandi (32), warga Rancamanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, masih menggenggam harapan itu. Dia berharap mertuanya kembali normal setelah mengalami perubahan perilaku dalam beberapa bulan terakhir.
”Ini pertama kali saya antar mertua ke sini. Istri saya di dalam yang menemani ibunya. Sepertinya mendampingi untuk menjawab beberapa pertanyaan,” ujarnya di ruang tunggu dekat Klinik Memori di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Kamis (5/9/2024).
Klinik ini berbaur dengan berbagai layanan di Poliklinik Saraf yang berada di lantai 5 Gedung Anggrek RSHS. Sama seperti sebelumnya, ruangan-ruangan di dalam gedung pengobatan ini erat dengan keramaian lalu lalang pengunjung hingga tenaga kesehatan beserta alat-alat medisnya.
Namun, Sandi tidak tertarik dengan keramaian. Dia serius mengamati diskusi antara keluarganya dan tenaga kesehatan di ruangan itu. ”Ibu sekarang sudah banyak berubah,” kata Sandi sambil menghela napas.
Perubahan mertua Sandi yang berusia 67 tahun ini dimulai dengan khayalan yang meresahkan keluarganya. Mertuanya kesulitan memisahkan antara khayalan dan kenyataan. Mertuanya itu bahkan tidak bisa lagi mengingat jalan pulang saat bepergian.
Sandi juga kerap khawatir jika mertuanya menggunakan media sosial. Dia mudah percaya konten-konten yang berserakan di dunia maya. Seringkali, mertuanya itu menunggu orang-orang yang bahkan tidak mengenalnya. Isi konten-konten itu seakan-akan merayunya.
”Ibu sering bilang bakal dijemput hingga bakal dinikahi. Setelah saya lihat, ternyata dia baru menonton salah satu konten dari media sosial. Ada konten-konten yang seolah-olah berbicara dengan yang melihatnya. Ibu tidak sadar itu hanya konten,” kata Sandi.
Kekhawatiran itu semakin memuncak saat ibu mertua Sandi menganggap anaknya sendiri ingin mencelakainya. ”Ibu saya ngomong ke mana-mana, bilang anaknya mau mencelakainya. Padahal, istri saya ikut merawatnya. Orang-orang di sekitar kami juga khawatir sehingga kami disarankan untuk membawanya ke dokter,” paparnya.
Setelah beberapa kali konsultasi di fasilitas kesehatan lain, mertua Sandi akhirnya dirujuk ke Klinik Memori RSHS. Seusai menjalani konsultasi dan menjalani rangkaian tes, tenaga kesehatan di dalam ruangan itu mulai menganalisis gangguan yang ada dalam diri perempuan tersebut.
Klinik memori merupakan fasilitas kesehatan untuk para pasien dengan demensia atau gangguan ingatan lainnya, mulai dari stroke hingga alzheimer. Di sini, perawatan dilakukan secara interdisiplin dengan melakukan asesmen fungsi otak dan status mental pasien sebagai fungsi luhur. Hal ini dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
Di Jabar, layanannya ada di RSHS dan RS Advent. Di Klinik Memori RSHS, pasien baru yang bertambah setiap bulannya mencapai 30. Sebagian besar berasal dari Jabar.
Lewat serangkaian tes dan wawancara, ibu mertua Sandi mengalami gangguan ingatan. Bahkan, ada delusi yang dirasakan membuat pasien tidak bisa menangkap informasi yang diberikan.
Ibu ini tidak bisa mencerna informasi dengan baik. Contohnya, saat anaknya melarang untuk tidak menjemur baju di atas mobil karena kendaraan itu kotor dan berdebu, justru dia menganggap anaknya tidak suka mobilnya menjadi tempat berjemur,” papar Febby Rosa, asisten psikologi kepala Klinik Memori.
Di pelosok-pelosok, kami sering mendengar, orang dengan alzheimer ini dipasung karena memang kadang mereka menyerang dan mencelakai orang-orang di sekitarnya setelah mengalami gangguan pikiran. Kondisi ini justru semakin memperpendek usia dari pasien.
Kepala Klinik Memori RSHS dokter Anam yang turut memeriksa pasien ini menyatakan, delusi yang ada menjadi pertanda pasien mengidap alzheimer. Namun, serangkaian tes dan analisis tetap harus dilakukan untuk memastikan pasien karena penyakit ingatan ini dapat memengaruhi kehidupan mereka.
”Kami tidak bisa sembarangan menyatakan seseorang itu pikun karena ada konsekuensi hukumnya. Orang demensia, terutama karena alzheimer, tidak bisa lagi mengambil keputusan sendiri. Mulai dari bekerja, berniaga, hingga menandatangani perjanjian dan wasiat,” paparnya.
Pembatasan ini, lanjut Anam, dilakukan karena kemampuan kognitif dari para pengidap alzheimer yang menurun bahkan mengalami gangguan perilaku. Kondisi ini terjadi karena ada kerusakan saraf di otak yang mengganggu transfer informasi dan ingatan yang diperlukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
”Kabel-kabel dari sel saraf yang saling berkomunikasi ini terganggu karena penumpukan protein amiloid. Kondisi ini juga merusak mitokondria yang menyediakan energi bagi metabolisme sel. Otak jadi menciut serta berdampak pada gangguan memori dan perilaku,” paparnya.
Kurikulum
Para pengidap alzheimer di Indonesia mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Anam memaparkan, sekitar 80 persen dari total orang Indonesia yang mengalami demensia disebabkan oleh alzheimer. Bahkan, angka ini cenderung bertambah karena semakin banyak warga Indonesia yang berjalan menuju usia senja.
”Generasi baby boomer sudah mulai menua. Di usia 70-80 tahun, potensi demensia semakin besar dan alzheimer menjadi salah satunya. Karena itu, saya melihat penyakit ini sebagai ancaman yang sulit untuk dibendung seperti tsunami,” kata Anam.
Alzheimer di Indonesia semakin sulit ditangani karena persebaran pelayanan kesehatan yang belum menyeluruh. Anam menyatakan, setidaknya pelayanan untuk penyakit alzheimer ada di setiap kabupaten, tidak hanya terpusat di kota-kota besar.
”Dokter saraf di Indonesia itu sekarang lebih kurang 2.500 orang. Bisa bayangkan, hanya ribuan dokter untuk mengurus Indonesia seluas ini, dengan jumlah penduduk 270 juta. Satu persen saja tidak cukup,” tuturnya.
Jabar juga bernasib serupa. Anam menyebut, jumlah dokter saraf di provinsi ini hanya sekitar 100 orang.
Namun, tidak semua daerah dekat dengan akses terhadap dokter saraf. ”Di Jabar itu, saya kira sudah ada 100 dokter saraf, tetapi itu masih kurang. Tidak banyak dokter juga yang ikut pendidikan subspesialis karena memakan waktu lebih lama. Dan untuk mendirikan klinik memori, juga dibutuhkan pendidikan tambahan,” paparnya.
Baca juga: Duduk Lama Berjam-jam Meningkatkan Risiko Demensia
Minimnya persebaran dan keterjangkauan ini mengurangi angka harapan hidup para pengidap alzheimer. Anam menjelaskan, pasien yang bisa mengakses obat Donepezil untuk alzheimer bisa hidup 8-11 tahun. Namun, angka ini jauh lebih rendah bagi yang tidak berobat dan bahkan lebih buruk jika ditangani dengan salah.
”Di pelosok-pelosok, kami sering mendengar, orang dengan alzheimer ini dipasung karena memang kadang mereka menyerang dan mencelakai orang-orang di sekitarnya setelah mengalami gangguan pikiran. Kondisi ini justru semakin memperpendek usia dari pasien,” ujarnya.
Menurut Anam, sudah saatnya semua pihak lebih peduli terhadap pasien alzheimer. Keberadaan klinik memori juga menjadi cara agar para pengidap gangguan saraf ini bisa hidup lebih baik.
Klinik Memori di RSHS, lanjut Anam, telah hadir sejak tahun 2004. Seiring berjalannya waktu, RSHS tidak lagi menerima pasien secara langsung karena berstatus sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) level 3.
Di level ini, RSHS berfungsi menjadi tempat rujukan dari PPK 2, seperti rumah sakit umum daerah atau RS tipe B. Menurut Anam, saat ini Klinik Memori RSHS juga menjadi tempat pelatihan para dokter yang ingin membuka klinik serupa di PPK 2.
”Rujukan dari PPK 2 ini untuk gangguan spesifik alzheimer serta kasus lain dengan diagnosis yang tidak pasti. Klinik ini lebih berfungsi untuk menerima fellowship untuk dokter spesialis neurologi yang mau membuka klinik memori di PPK 2. Di sini juga menjadi tempat penelitian mahasiswa dengan publikasi lebih dari 50 jurnal nasional dan internasional,” ujarnya.
Sebagai bagian dari pendidikan, Klinik Memori RSHS juga bekerja sama dengan RS PPK 3 lainnya untuk mengembangkan kurikulum yang lebih ramping. Harapannya, para dokter spesialis tertarik dan mau mengikuti pendidikan ini sehingga klinik memori bisa tersebar lebih luas.
”Saat ini masih dalam tahap uji coba sejak tahun 2023. Tahun ini, ada satu dokter yang tengah fellowship di RSHS sepanjang 6 bulan. Ini yang pertama, dan kami berharap lebih banyak lagi dokter yang kami terima setelah kurikulumnya rampung,” ujar Anam.
Langkah awal
Persebaran klinik memori ini juga menjadi langkah awal bagi masa depan penanganan alzheimer di Indonesia. Anam memaparkan, RSHS juga telah siap dengan pengobatan alzheimer paling mutakhir dengan seluruh fasilitas yang memadai.
Pengobatan ini menggunakan Lecanumab dan Donanemab yang berfungsi untuk mengatasi penyakit alzheimer tipe ringan. Namun, pengobatan ini butuh penyaringan yang ketat karena harus tepat sasaran.
Menurut Anam, RSHS sudah siap menyambut pengobatan itu. Selain memiliki peralatan yang dibutuhkan, seperti PET Scan dan MRI 3 Tesla, para petugas juga bisa memeriksa pasien dengan indikator yang dibutuhkan untuk menentukan kondisi alzheimer yang dialami pasien.
”Penyaringan alzheimer ringan untuk terapi modifikasi penyakit monoclonal antibody juga dilakukan di Klinik Memori RSHS. Kami sudah memiliki persyaratan dari SDM hingga peralatan. Obat ini juga masih menunggu izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” ujarnya.
Namun, karena pengobatan ini cukup mahal, pelayanan premium pun bakal disiapkan. Menurut Anam, hal ini dilakukan agar para pasien tidak perlu berobat keluar negeri, sesuai dengan keinginan pemerintah.
”Sekali pengobatan itu biayanya hingga Rp 600 juta. Jadi, kami bakal menyiapkan pelayanan yang terbaik. Semua ini dilakukan agar pasien yang ingin berobat alzheimer ini tidak perlu keluar negeri. Cukup datang ke Bandung,” kata Anam.
Dengan berbagai upaya, para pasien alzheimer mencoba mengurangi kerusakan di otaknya. Namun, belum semua orang di negeri ini yang bisa mengakses pengobatannya. Persebaran klinik memori menjadi tumpuan harapan para pengidap alzheimer agar bisa hidup lebih lama.
Baca juga: Jaga Kualitas Hidup Lansia untuk Cegah Depresi dan Demensia