Sepekan di Kendari, Guru Cabuli Murid hingga Ayah Perkosa Anak
Kurang dari sepekan, dua kasus kekerasan anak terungkap di Kendari. Darurat kekerasan perempuan dan anak terus terjadi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kurang dari sepekan, dua kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kasus seorang ayah memerkosa anak tirinya terungkap setelah kasus guru mencabuli sejumlah siswi juga dilaporkan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak terus menimbulkan korban tanpa adanya upaya penanganan berarti.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Kendari Ajun Komisaris Nirwan Fakaubun menyampaikan, dua kasus kekerasan seksual terhadap anak memang terjadi dan telah ditangani oleh kepolisian. Dua pelaku dari dua kasus tersebut telah ditangkap, ditahan, serta ditetapkan sebagai tersangka.
”Terakhir adalah kasus pemerkosaan oleh LR (42), yaitu seorang ayah terhadap anak tirinya. Pelaku ditangkap dan kini ditahan atas perbuatan yang dilakukannya,” kata Nirwan di Kendari, Sabtu (7/9/2024).
Pemerkosaan itu dilakukan oleh LR sejak November 2023 hingga Agustus 2024. Pelaku beralasan mabuk. Ia memerkosa anak tirinya dan mengancam akan membunuh ibu dan adiknya jika tidak dituruti.
Korban akhirnya terdiam dan tidak melaporkan kejadian yang dialami. Setelah berkali-kali dicabuli dan diperkosa, korban tidak tahan dan melapor ke sang ibu. Mereka lalu datang ke kantor polisi untuk mengadukan kasus yang dialami.
Selang beberapa waktu, pelaku ditangkap pada Rabu (4/9/2024). Pelaku dikenai Pasal 81 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kejadian ini berselang beberapa hari setelah kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap sejumlah siswi terungkap. SI (55), seorang guru seni di sebuah sekolah dasar di Kendari, dilaporkan oleh sejumlah orangtua siswi. Ia diketahui mencabuli siswi saat mengajar.
”Pelaku modus mengajar dengan memegang dan meraba sejumlah siswi. Korban yang mengadu ke orangtua mereka lalu melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Pelaku mengakui perbuatannya,” tutur Nirwan.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, ia melanjutkan, ada 11 siswi yang menjadi korban pencabulan. Namun, baru sebanyak lima orang yang mengajukan laporan. Pelaku telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Kesadaran publik makin tinggi
Kasus demi kasus kekerasan seksual anak terus terjadi di wilayah Kendari dan sekitarnya. Berdasarkan laporan di situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga awal September ini telah ada 37 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kendari. Jumlah ini merupakan yang tertinggi kedua setelah wilayah Baubau.
Menurut Yustina Fendritta, pemerhati kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra, terus berulangnya kasus kekerasan seksual atas perempuan dan anak di masyarakat menunjukkan sejumlah hal yang terjadi.
Semakin tingginya pelaporan berarti kesadaran masyarakat untuk mengadu semakin tinggi. Hal itu didukung dengan berbagai kanal dan saluran pengaduan, baik di lembaga pendidikan, agama, maupun masyarakat luas.
Akan tetapi, hal ini juga berhadapan dengan berbagai persoalan dalam upaya penanganan secara holistik kekerasan di masyarakat. Berbagai permasalahan mendasar masih melekat dari hulu hingga ke hilir.
Di sisi hulu, problem pola pikir dan budaya patriarki masih tertanam erat di struktur masyarakat. Program untuk mengubah hal ini masih kecil dan belum tepat sehingga perilaku masyarakat juga belum banyak berubah. Akibatnya, perempuan dan anak terkadang dianggap sebagai obyek semata.
Di tingkat hilir, terutama penanganan kasus, juga sering kali bermasalah. Meski secara substansi hukum telah didukung berbagai aturan, struktur dan penegakan hukum masih lemah. Belum lagi dengan budaya hukum yang juga bermasalah. Akibatnya, kasus sering kali jalan di tempat atau yang paling fatal adalah terjadinya rekayasa kasus.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Sultra Abdul Rahim mengungkapkan, lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memang terus terjadi. Angkanya terus bertambah dari waktu ke waktu.
Menurut dia, situasi ini menjadi hal yang menyedihkan di tengah berbagai upaya yang dilakukan. ”Angkanya sangat menyedihkan. (Situasi) ini menjadi tantangan kita dalam rangka menciptakan generasi emas 2045,” katanya.
Menurut Rahim, pihaknya berupaya agar kasus bisa dicegah. Sosialisasi dan peningkatan pemahaman dijalankan secara kontinu. Meski begitu, ia tidak membantah upaya yang dilakukan masih jauh dari maksimal. Hal itu disebabkan oleh terbatasnya sumber daya, baik manusia maupun anggaran.