Permintaan Minyak Bumi Masih Kuat, Energi Hijau Tetap Ditumbuhkan
Dalam 10 tahun ke depan, permintaan atas minyak bumi masih akan tinggi. Namun, energi hijau juga tumbuh.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Permintaan minyak bumi yang diproyeksi masih tinggi dalam 10 tahun ke depan membuat PT Pertamina Hulu Energi terus memperkuat kehadiran dalam sektor tersebut. Namun, lini energi baru dan terbarukan juga dikembangkan untuk mengantisipasi perkembangan tren konsumsi energi dunia.
Hal itu diungkapkan Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Rachmat Hidajat saat menjadi pembicara dalam acara Pertamina Goes to Campus. Acara yang dihadiri sekitar 800 mahasiswa itu dihelat di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (5/9/2024).
Rachmat menyampaikan, setidaknya dalam 10 tahun ke depan minyak bumi masih akan memegang peranan penting dalam sektor energi dunia. ”Konsumsi minyak dunia saat ini masih di atas 100 juta barel per hari. Itu angka yang luar biasa,” katanya.
Adapun terkait harga, Rachmat menyebut, ada banyak ketidakpastian yang memengaruhinya sehingga berpotensi naik dan turun. Namun, proyeksi terbaiknya, harga akan tetap seperti sekarang di level 80 dollar AS per barel.
PHE sebagai produsen minyak dan gas bumi nasional pun berupaya terus meningkatkan kinerja produksi dan investasi. Hal ini juga sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan energi nasional.
Rachmat mengungkapkan, pada 2023, kontribusi Pertamina mencapai 69 persen dari total produksi minyak bumi nasional dan 34 persen dari produksi gas bumi. Produksi migas Pertamina juga tumbuh 7 persen pada saat produksi migas secara nasional menurun 2 persen.
Adapun jika dikonversi setara minyak, produksi Pertamina mencapai 1 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) dari total produksi nasional 1,79 juta BOEPD. Khusus minyak bumi, produksi domestik Pertamina 400.000 barel per hari.
Untuk meningkatkan produksi, Rachmat mengutarakan, PHE juga mengembangkan operasi di luar negeri. Hingga saat ini, PHE telah memiliki 25 wilayah kerja di luar negeri, yang didominasi di Malaysia dan Afrika. ”Kami terus mencari aset baru di domestik maupun luar negeri, termasuk menambah kepemilikan aset di Irak,” katanya.
PHE juga menggenjot investasi, terutama di dalam negeri. Secara rata-rata, selama 10 tahun terakhir PHE mengucurkan investasi 3 miliar dollar AS setiap tahun. ”Sekarang menjadi 4 miliar dollar AS-5 miliar dollar AS per tahun,” ujarnya.
Meski masih berfokus di migas, lanjutnya, pihaknya juga terus membangun lini energi baru terbarukan (EBT) atau energi hijau, salah satunya bioetanol. Hal ini untuk mengantisipasi perkembangan konsumsi energi masyarakat.
Sumber energi terbarukan sangat melimpah, tapi saat ini belum bisa dioptimalkan pemanfaatannya.
”Kami menyadari kebutuhan masyarakat ke depan mulai menyeleksi kualitas energi itu sendiri. Pertamina melakukan pertumbuhan ganda, yakni memaksimalkan bisnis yang sudah ada dan membangun sektor rendah karbon,” katanya.
Terkait EBT, Dekan Fakultas Teknik UGM Selo, yang juga menjadi pembicara, memaparkan, pemerintah sudah mencanangkan kebijakan net-zero emission (emisi nol bersih) pada 2060. Ini berarti emisi karbon yang dihasilkan suatu negara paling tidak harus seimbang dengan penyerapan emisi tersebut.
Selo mengatakan, sumber energi bersih di antaranya dapat berasal dari air, angin, dan matahari. ”Sumber energi terbarukan sangat melimpah, tapi saat ini belum bisa dioptimalkan pemanfaatannya,” ucapnya.
Fakultas Teknik UGM, kata Selo, berupaya mengembangkan teknologi EBT tersebut dan menerapkannya di lingkungan kampus. Salah satunya dengan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya untuk memenuhi sebagian kebutuhan listrik di kampus.
UGM juga memiliki program daur ulang baterai yang diperoleh dari ponsel, laptop, atau kendaraan listrik yang telah rusak. Hal ini untuk memanfaatkan kembali berbagai komponen berharga di dalam baterai tersebut, seperti litium, kobalt, dan nikel.
”Kalau bahan-bahan itu diambil terus-menerus, selain alamnya rusak, depositnya juga terbatas sehingga akan habis. Jadi, perlu upaya daur ulang baterai seperti ini,” katanya.
Dalam acara Pertamina Goes to Campus tersebut, Pertamina juga menjalin kerja sama dengan Kompas.id. Kerja sama itu berupa pemberian akses Kompas.id kepada 1.000 mahasiswa UGM selama satu tahun. Kerja sama ini bertujuan meningkatkan minat baca, memberi referensi informasi yang akurat, dan menumbuhkan literasi digital di kalangan mahasiswa.