Optimasi Lahan Terkendala, Pemerintah Gandeng Pengusaha Kalteng
Optimasi lahan dan cetak sawah di depan mata. Meski terkendala lahan, pemerintah optimistis dengan libatkan perusahaan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKA RAYA, KOMPAS — Kepemilikan lahan masih jadi kendala memuluskan program strategis nasional optimasi lahan dan cetak sawah di Kalimantan Tengah. Banyak lahan tidak diketahui keberadaan pemiliknya. Pemerintah berencana melibatkan perusahaan untuk mengerjakan lahan yang sangat luas itu.
Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja Pemantapan Optimasi Lahan Food EstatePadi Nasional di Kalteng, pada Kamis (29/8/2024) di Kantor Gubernur Kalteng, Kota Palangka Raya. Rapat dipimpin Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dan Danrem 102 Panju-Panjung Brigadir Jenderal TNI Iwan Rosandrianto.
Dalam paparannya, Sugianto mengungkapkan di wilayah Kabupaten Kapuas banyak lahan ditinggalkan pemiliknya, bahkan dijual. Kapuas merupakan salah satu wilayah fokus kerja food estate.
Lahan yang ditinggalkan tersebut, kata Sugianto, harus dicari pemiliknya. Ia bahkan menyebut bahwa sebagian besar pemiliknya tidak tinggal di Kalteng.
”Ada yang tinggal di Banjarmasin, nanti harus dicari agar lahannya dikelola, nanti dibagi hasil,” ungkap Sugianto.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyebut Kalteng memiliki potensi lahan untuk perluasan pertanian sebesar 2,4 juta hektar. Lokasinya tersebar di 14 kabupaten dan kota.
Akan tetapi, dalam program optimasi lahan dan cetak sawah Kementan hanya membutuhkan 621.684 hektar.
Total luas itu tersebar di seluruh wilayah Kalteng. Kabupaten Katingan menjadi wilayah terluas dengan total 192.920 hektar. Selanjutnya ada Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, dan Kota Palangka Raya.
Kementan juga berencana menggunakan tiga jenis lahan, antara lain Area Penggunaan Lain (APL), kawasan Hutan Produksi (HP), dan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).
APL adalah satu-satunya jenis lahan yang bisa dikuasai masyarakat dengan sertifikat tanah. Adapun jenis kawasan lainnya butuh izin pelepasan kawasan dari pemerintah pusat, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pelibatan pengusaha
Dalam paparannya, Sugianto menambahkan, lahan-lahan yang dikuasai negara bakal dikerjakan terlebih dahulu oleh pengusaha. Pihaknya akan menawarkan lahan dengan konsep kerja sama.
Salah satu perusahaan yang sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian adalah PT CBI (Citra Borneo Indah). Perusahaan tersebut salah satu yang bergerak di perkebunan sawit. Mereka beroperasi di sebagian wilayah Kalteng, seperti Kotawaringin Barat dan sekitarnya.
”Saat ini bekerja di Blok A (Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas), sisanya nanti menunggu kebijakan,” ungkap Sugianto.
Danrem 102 Panju-Panjung Brigadir Jenderal TNI Iwan Rosandrianto mengungkapkan, pengerjaan optimasi lahan ini seperti pergi berperang. TNI yang menjadi pelaksana program optimasi lahan tersebut.
”Ilustrasinya seperti zona perang, zona pertempuran. Peralatan perangnya sudah disiapkan, ada traktor dan lain sebagainya. Sekarang tunjukkan lokasi perangnya, kami bekerja,” ungkap Iwan.
Direktur Save Our Borneo (SOB) Muhammad Habibi mengungkapkan, pengembangan sistem ketahanan pangan seperti ini hanya akan meminggirkan masyarakat atau petani, apalagi peladang tradisional. Program serupa sudah dijalankan sejak 25 tahun lalu dan selalu berujung. Bukan hanya gagal, program itu memicu bencana.
Dengan pola kerja sama swasta-petani, Habibi tak yakin petani di daerah betul-betul dilibatkan, seperti program-program sebelumnya. ”Pemerintah selalu memberikan karpet merah untuk swasta, tapi abai dalam memajukan petani. Dari tahun ke tahun, luas lahan atau ladang petani itu semakin sempit,” ujarnya.
Menurut Habibi, pola kerja cetak sawah hanya akan melahirkan sistem pertanian yang dimonopoli pihak-pihak tertentu. ”Seperti 15.000 hektar di Kapuas itu yang diberikan ke perusahaan itu, kan, seperti izin konsesi. Pemerintah bukan menciptakan petani baru, tetapi buruh tani,” katanya.