Balapan Motor di Persawahan Kering, Lagi-lagi Ironi Petani di Lumbung Padi
Petani di Indramayu dan Cirebon gelar balapan sepeda motor di atas sawah kering sebagai bentuk protes atas kekeringan.
Sejumlah petani menggelar balap sepeda motor di atas persawahan kering di Desa Karanganyar, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (20/8/2024). Aksi mereka tidak hanya bentuk protes atas kekeringan, tetapi juga potret kondisi lumbung padi yang genting.
Balap motor itu sempat ramai di media massa dan sosial. Dalam video yang tersebar, tampak empat petani bersiap memacu pedal gas sepeda motornya.
Ketika seorang warga mengangkat tongkat dengan plastik putih, sepeda motor keempat petani itu langsung melaju di atas sawah kering.
Ban sepeda motor mereka melintas di atas tanah yang retak-retak di Blok Nambo. Sejumlah petani bersorak, menyemangati para ”pebalap dadakan” yang mengenakan baju merek pupuk. Tidak hanya balap sepeda motor, beberapa petani juga lomba lari di atas persawahan kering.
Tidak ada yang menang dalam perlombaan itu, apalagi menerima piala. Mereka sejatinya sama-sama petani yang kalah akibat sulit mendapatkan air.
Balap sepeda motor dan lari di sawah yang kali pertama dilakukan itu adalah bentuk protes petani atas kekeringan. ”Petani spontan saja. Kami bikin (balap sepeda motor dan lari) ini biar kekeringan dipikirkan,” ujar H Fahrurozi, Ketua Kelompok Tani Sriwijaya IV, yang ikut pada kegiatan itu. Menurut dia, sekitar 350 hektar sawah dengan padi usia 1,5 bulan di desanya sudah 10 hari tidak mendapatkan air.
Sehari setelah video balap sepeda motor itu viral, jaringan irigasi kembali terisi. Petani pun bisa menyedot air itu dengan mesin pompa ke sawah mereka.
Sejumlah instansi terkait, seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung dan Kementerian Pertanian juga datang.
Namun, katanya, penyaluran air itu hanya sehari. Itu pun tidak semua sawah petani merasakannya karena keterbatasan pasokan air.
”Sekarang, udah enggak bisa mompa (air ke sawah) lagi. Airnya udah enggak ada,” kata Fahrurozi saat dihubungi, Selasa (27/8/2024).
Ia berharap, pemerintah segera menangani dampak kekeringan itu agar petani tidak merugi. Fahrurozi, misalnya, telah menghabiskan sekitar 14 juta untuk biaya tanam dan pemupukan 2 hektar sawahnya. Ia khawatir, tanpa pasokan air dua pekan ke depan, sawahnya jadi puso.
Ia bahkan memperkirakan ratusan hektar sawah di kecamatannya terancam puso. ”Sekitar 80 persen (dari sekitar 4.000 hektar) sawah di Kandanghaur itu kekeringan. Dari 13 desa, mungkin hanya dua desa yang bisa terselamatkan,” ungkap Fahrurozi.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Indramayu Imam Mahdi mengaku, belum menerima laporan adanya gagal panen. Data kekeringan yang ia himpun se-Indramayu, tercatat 765 hektar. Itu lebih rendah dari perkiraan Fahrurozi.
Kecamatan dengan area terdampak kekeringan paling luas adalah Gantar dengan 383 hektar, lalu Kroya (154 hektar), Terisi (151 hektar), Gabuswetan (17 hektar), dan Kandanghaur (60 hektar).
”Mungkin (jumlah sawah kekeringan) bisa bertambah. Tapi, mudah-mudahan tidak,” kata Imam.
Beberapa upaya mencegah puso adalah membuat irigasi perpompaan atau Irpom di 118 titik. Irpom merupakan sistem irigasi dengan menggunakan pompa air yang memanfaatkan air bawah tanah atau air permukaan. Ia mengklaim, sistem itu mampu mengantisipasi gagal panen petani.
Pada 2023, sekitar 8.640 hektar hektar sawah di Indramayu kekeringan dan lebih 2.000 hektar puso. Produksi padi di daerah lumbung pangan ini, 1,4 juta ton gabah kering panen. ”Tahun ini, kami perkirakan yang terdampak kekeringan tidak seluas itu. Sekarang, lebih baik,” ucapnya.
Malas ke sawah
Kekeringan juga melanda Kabupaten Cirebon. Di Desa Suranenggala, Kecamatan Suranenggala, misalnya, tanah sawah retak-retak hingga selebar 10 sentimeter. Saluran irigasi mengering, menyisakan lumpur dan sampah. Bendera sejumlah partai politik di sawah itu tidak mampu menolong.
Petani pun bisa merugi karena telah mengeluarkan biaya tanam dan pemupukan hingga Rp 10 juta per hektar.
”Petani sudah malas ke sawah, takut pingsan,” kata Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Desa Suranenggala Astika mengenai sepinya areal persawahan pagi itu, Jumat (23/8/2024). Menurut dia, petani nyaris frustrasi karena sudah dua pekan sawah mereka tidak mendapat air.
Desanya sudah dua kali mendapat pasokan air. Penyaluran air itu dilakukan sekali dalam 11 hari.
Distribusi air dari Bendung Rentang di Kabupaten Majalengka, Jabar, itu pun hanya 12 jam. ”Memang ada tata gilir air. Tapi, airnya enggak sampai di sini, habis di jalan,” katanya.
Selain Suranenggala, Desa Bungko dan Desa Suranenggala Lor juga kesulitan air. Daerah ini berada di hilir saluran irigasi.
”Total ada 450 hektar sawah di tiga desa ini, yang kekeringan sekitar 200 hektar. Yang kekeringan dan sudah mati ada 3 hektar,” ungkap Astika.
“Kalau air enggak nyampe (ke sini) dalam kurun satu minggu, otomatis ada gagal panen lagi,” ucapnya.
Petani pun bisa merugi karena telah mengeluarkan biaya tanam dan pemupukan hingga Rp 10 juta per hektar. Kondisi lebih buruk karena sawah petani hanya 2 kilometer dari laut.
Air laut bisa merusak sawah petani. Jangankan padi, ikan air tawar di irigasi juga mati karena airnya asin.
Baca juga: Ratusan Sawah Tadah Hujan di Klaten Gagal Panen
Kini, sebelum menyedot air, petani sampai mencicipi airnya. Jika asin, pemompaan tidak jadi. Itu sebabnya, Astika berharap pasokan air segera datang agar menyelamatkan padi.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Cirebon Kuryadi mengatakan, meski selamat, perkembangan padi yang kekeringan tak lagi optimal. ”Kalau kering, pertumbuhan anakan padi tidak maksimal. Jadi, penurunan produksi bisa 30 persen sampai 40 persen,” ujarnya.
Setiap tahun produksi padi di Cirebon bisa mencapai sekitar 500.000 ton GKP per tahun. Adapun kekeringan saat ini, katanya, melanda sekitar 3.000 hektar sawah di sejumlah kecamatan, seperti Suranenggala dan Kapetakan. Pemicunya, dari kondisi infrastruktur pengairan hingga perubahan iklim.
Indikasi perubahan iklim tampak dari bergesernya masa tanam. Biasanya, petani menanam mulai April. Namun, kini ada yang baru menanam bulan Juni seiring masuknya kemarau.
”Infrastrukturnya juga harus diperbaiki, seperti mengeruk sedimentasi saluran irigasi,” ujarnya.
Kerap disalahkan
Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dwi Agus Kuncoro mengatakan, seharusnya sawah petani di Cirebon dan Indramayu bisa terairi. Sebab, saat ini, volume Waduk Jatigede surplus 150 juta meter kubik.
”Artinya, (pasokan air dari Waduk Jatigede) ini cukup 23 hari ke depan kalau enggak ada hujan. Ini sesuai rencana. Jadi, tidak ada defisit (air),” kata Agus.
Dari Jatigede, air menuju Bendung Rentang yang mengairi sekitar 87.800 hektar sawah di Majalengka, Cirebon, dan Indramayu.
Baca juga: Ribuan Hektar Lahan Pertanian di Bandung Barat Kekeringan
Air lalu menuju saluran induk Sindupraja dan Cipelang (Cpl) hingga ke saluran irigasi. Namun, pihaknya hanya berwenang mengatur pembagian air hingga Cpl 5. Dari sana, setidaknya masih ada 21 pintu air menuju sawah petani yang pembagiannya wewenang pemda.
”Artinya, (pasokan air) aman. Pas dibagi-bagi (air) enggak adil. Jadi, dari sumbernya, airnya aman, enggak kurang. Membaginya yang bermasalah,” ujar Agus. Akan tetapi, katanya, pihaknya kerap disalahkan jika sawah petani kekeringan atau jebol karena banjir.
”Makanya, kami mengusulkan, (pengoperasian pintu air) itu wewenang kami semua. Jadi, kalau ada yang macam-macam, saya bisa pecat langsung orangnya,” ungkapnya. Agus juga meminta dinas pertanian setempat mengatur pola tanam, seperti palawija yang tidak butuh banyak air.
Hampir setiap tahun kekeringan melanda daerah lumbung pangan. Kondisi ini bak kaset usang yang diputar berulang kali. Bedanya, kali ini, ada balapan sepeda motor di atas sawah kering.
Entah apa lagi tahun depan. Yang pasti, ironi perlombaan hidup petani di negeri agraris ini tidak boleh terus terjadi.
Baca juga: Kekeringan di Jawa, Bagaimana Situasinya dan Apa Dampaknya?