Pasokan Air dari Waduk Jatigede Diklaim Cukup, Sawah Tetap Kekeringan
BBWS Cimanuk Cisanggarung mengklaim, pasokan air Waduk Jatigede cukup ke sawah petani. Tapi, kekeringan tetap terjadi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung mengklaim, pasokan air dari Waduk Jatigede ke lahan pertanian di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, masih cukup. Namun, ratusan hektar sawah tetap dilanda kekeringan.
Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dwi Agus Kuncoro mengatakan, ketinggian air di Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jabar, saat ini berkisar 251,32 meter di atas permukaan laut. Itu di bawah kondisi normal, 260 mdpl.
Meski berkurang, kondisi waduk masih di atas elevasi minimal, yakni 230 mdpl. Volume waduk, lanjutnya, juga surplus 150 juta meter kubik dari batas minimal volume air, sekitar 200 juta meter kubik. Adapun debit air yang dikeluarkan per hari sekitar 75 meter kubik per detik.
”Artinya, (pasokan air dari Waduk Jatigede) ini cukup 23 hari ke depan kalau enggak ada hujan. Ini sesuai rencana. Jadi, tidak ada defisit (air),” kata Agus di Cirebon, Senin (26/8/2024). Dari Jatigede, air menuju Bendung Rentang di Kabupaten Majalengka lalu dibagi ke saluran induk.
Bendung Rentang mengairi sekitar 87.800 hektar sawah di Majalengka, Cirebon, dan Indramayu. Air lalu menuju saluran induk Sindupraja dan Cipelang. Dari sana, air disalurkan ke irigasi Bondan dengan debit 47,4 meter kubik per detik dan Rancajawat, 36 meter kubik per detik.
Adapun batas minimal debit air di kedua saluran itu adalah masing-masing 43 meter kubik per detik dan 27 meter kubik per detik. ”Artinya, (pasokan air) aman. Pas dibagi-bagi (air) enggak adil. Jadi, dari sumbernya, airnya aman, enggak kurang. Baginya yang bermasalah,” ujarnya.
Menurut Agus, pihaknya hanya berwenang mengatur pembagian air dari Jatigede ke Rentang hingga Cipelang (Cpl) 5. Namun, penyaluran air selanjutnya ke sawah petani bukan tanggung jawab BBWS Cimanuk Cisanggarung. ”Dari Cpl 5, masih ada sekitar 21 pintu air,” ungkapnya.
Ia menuturkan, pembagian air hingga ke sawah petani itu merupakan wewenang satuan kerja perangkat daerah tugas pembantuan operasi pemeliharaan irigasi dari pemda. Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan penyaluran air irigasi sampai ke petani.
”Kami juga berkomunikasi dengan dinas pertanian agar petani menanam sesuai pola tanam,” ucapnya. Petani, misalnya, bisa menanam palawija yang kebutuhan airnya tidak sebanyak padi. Jika pola tanam dan penyaluran air sesuai, katanya, pasokan air dari Jatigede pasti mencukupi.
Tidak kebagian
Pembagian air yang tidak menyeluruh ke sawah petani ini, antara lain, terjadi di Desa Suranenggala, Kecamatan Suranenggala, Cirebon. Astika, Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Desa Suranenggala, mengatakan, wilayahnya mendapat giliran pembagian air.
”Tapi, airnya enggak sampai di sini, habis di jalan,” ucapnya. Desanya harusnya mendapat giliran pembagian air setiap satu kali dalam 11 hari. Itu pun hanya berlangsung 12 jam.
Akibatnya, sekitar 200 hektar sawah di desanya dan desa tetangga pun tidak kebagian air dua pekan terakhir. Bahkan, katanya, 3 hektar sawah di antaranya sudah gagal panen. Padahal, usia padi di area itu rata-rata sudah 1,5 bulan dan telah mendapatkan pemupukan.
Kekeringan ini juga berdampak pada produksi padi di Cirebon. Kalau kering, pertumbuhan anakan padi tidak maksimal. Jadi, penurunan produksi bisa 30 persen sampai 40 persen. (Kuryadi)
Potret kekeringan di sawah itu tampak dari tanah yang retak-retak dan saluran irigasi yang mengering. Ia pun berharap, kekeringan lahan pertanian bisa segera teratasi. ”Kalau air enggak nyampai (ke sini) dalam kurun satu minggu, otomatis ada gagal panen lagi,” ujar Astika.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Cirebon Kuryadi mengatakan, selain memastikan pembagian air ke petani, pemerintah juga perlu menangani sedimentasi yang menghambat penyaluran air. Tanpa antisipasi, kekeringan berdampak pada penurunan produksi.
”Kekeringan ini juga berdampak pada produksi padi di Cirebon. Kalau kering, pertumbuhan anakan padi tidak maksimal. Jadi, penurunan produksi bisa 30 persen sampai 40 persen,” tuturnya. Setiap tahun, produksi padi di Cirebon bisa 500.000 ton gabah kering panen (GKP).
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Alex Suheriyawan mengatakan, telah berkoodinasi dengan dinas pekerjaan umum dan penataan ruang setempat serta BBWS Cimanuk Cisanggarung terkait pembagian air. Pihaknya juga menyiapkan pompa air untuk mencegah kekeringan.
Di Indramayu, data sementara menunjukkan 765 hektar sawah kekeringan. Area itu tersebar di Kecamatan Gantar, Kroya, Terisi, Kandanghaur, dan Gabuswetan. Pemerintah setempat mengoptimalkan irigasi perpompaan di 118 lokasi untuk mengantisipasi kekeringan.
Irigasi perpompaan dilakukan dengan memanfaatkan air bawah tanah atau air permukaan. ”Pembangunannya sudah 90 persen dan telah membantu petani,” ucap Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Indramayu Imam Mahdi.