Perjuangan Kawal Demokrasi hingga Ujung Sambungan Telepon
Mahasiswa di Balikpapan akan terus berunjuk rasa hingga pendaftaran peserta pilkada dimulai.
Oleh
SUCIPTO
·2 menit baca
Di Balikpapan, desakan untuk mengawal putusan MK soal pilkada sampai ke sambungan telepon. Mereka bilang, jangan lengah.
Asap hitam membubung di depan kantor DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (23/8/2024) siang. Fido Fortunatus (22) berteriak dengan pengeras suara di genggaman dan mengelilingi ban yang dibakar.
Di depan sedikitnya 100 orang, ia melontarkan kekesalan soal kelakuan DPR dan pemerintah yang sepakat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghitungan batas usia calon kepala daerah. Fido bilang, DPR bukan akronim dewan perwakilan rakyat, tetapi dewan pengkhianat rakyat.
Dalam orasinya itu, ia tiba-tiba menyatakan lapar. ”Lapar akan keadilan!” katanya, disambut sorak dan teriakan pengunjuk rasa dari mahasiswa dan masyarakat umum.
Kesempatan berorasi digilir. Kali ini seorang perempuan berjilbab memegang pengeras suara berkelir merah.
Ia memperkenalkan diri sebagai seorang ibu. Dengan suara yang tak kalah lantang, ia melanjutkan ejekan untuk perwakilan rakyat dan pemimpin negeri ini.
Ia bilang, para anggota dewan dan pemimpin negeri ini dulu mengemis suara rakyat saat bertarung dalam pemilu dan pilkada. Namun, ia melanjutkan, kini malah membela oligarki. Ia mewanti-wanti agar jangan main-main dengan rakyat sebab rakyat sudah muak.
”Hanya demi satu keluarga, geger negeri ini!” katanya berteriak.
Orasi berlanjut ke mahasiswa lain sampai akhirnya unjuk rasa menjadi lebih panas. Sejumlah mahasiswa menaiki pagar kantor DPRD Kota Balikpapan.
Puluhan polisi yang berjaga hanya menenangkan dan menahan dari balik pagar. Akhirnya pagar bercorak dayak itu roboh juga.
Di samping kantor DPRD, polisi dengan tameng, pentungan, dan perlengkapan pengendali masa diminta tak bergerak. Hanya polisi tanpa senjata yang menahan mahasiswa di pintu masuk DPRD.
Adu mulut antara barikade polisi tanpa senjata dan mahasiswa sempat terjadi dengan diiringi saling dorong. Situasi mulai reda saat Wakil Ketua DPRD Kota Balikpapan Budiono keluar menemui puluhan mahasiswa. Perwakilan mahasiswa kemudian membacakan tuntutan.
Mereka meminta DPRD Balikpapan turut mengawal putusan MK Nomor 70/PUU-XII/2024 dan putusan Nomor 60/PUU-XII/2024. Putusan tersebut mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pilkada dan penghitungan usia calon kepala daerah.
Mahasiswa juga meminta DPRD Balikpapan mendesak KPU untuk membuat revisi Peraturan KPU sesuai putusan MK segera.
Kami aliansi masyarakat penyelamat demokrasi Balikpapan mengimbau untuk terus mengawal putusan MK sampai dengan 27 Agustus 2024.
Budiono menyampaikan, sepakat dengan tuntutan mahasiswa. Kader PDI-P itu mengatakan, dirinya menolak revisi UU Pilkada. Mahasiswa ingin pernyataan itu sebagai pernyataan lembaga. Mereka ingin Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh yang menyampaikan secara resmi.
Budiono bilang, Abdulloh sedang tidak di Balikpapan karena sedang sakit. Mahasiswa menyatakan bakal menunggu.
Akhirnya Budiono menelepon Abdulloh. Budiono mendekatkan suara telepon di hadapan pengeras suara.
Dari sambungan telepon, Abdulloh berjanji bakal menyampaikan tuntutan mahasiswa ke DPR RI. Mahasiswa membalas, mereka ingin Abdulloh membacakan pernyataan tertulis dan tuntutan mahasiswa melalui video. Abdulloh sepakat dan akan mengirimkannya hari itu juga.
”Jadi statement saya, sepakat menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat,” kata Abdulloh.
Telepon ditutup dan mahasiswa memasuki gedung DPRD Balikpapan. Mereka berjajar dengan atribut kampus dan organisasi masing-masing di lantai dua gedung tersebut.
Untuk diketahui, 27 Agustus 2024 adalah masa pendaftaran pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada 2024. Mahasiswa akan berunjuk rasa sampai tanggal tersebut agar tak ada upaya mengakali putusan MK soal pilkada.
”Jangan lengah, merdeka!” kata mereka yang kemudian membubarkan diri sekitar pukul 17.00 Wita.