Dugaan Kasus Kasat Narkoba Polres Batam, Polri Didesak Evaluasi Menyeluruh
Polda Kepri mengusut dugaan keterlibatan Kepala Satresnarkoba Polres Batam dan anggotanya dalam peredaran narkotika.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kepulauan Riau didesak mengusut tuntas dugaan keterlibatan anggota Satuan Reserse Narkoba Polres Kota Batam-Rempang-Galang atau Barelang dalam peredaran narkotika. Satu tahun belakangan, setidaknya ada 69 anggota Polri di Indonesia yang terlibat kasus narkoba.
Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad, Jumat (16/8/20224), mengatakan, Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Kepri telah mengamankan sejumlah oknum Satresnarkoba Polresta Barelang yang diduga terlibat kasus narkotika. Ia meminta publik bersabar karena butuh waktu untuk mengungkap kasus narkotika sampai tuntas.
”Sekarang mereka tengah ditanyai soal kode etik kepolisian. Mereka ditempatkan di ruang khusus selama pemeriksaan berlangsung. Polri akan bersikap tegas sesuai arahan Kepala Polri untuk bersikap presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan),” kata Pandra.
Kasus yang melibatkan Kepala Satresnarkoba Polresta Barelang Komisaris Satria Nanda dan sejumlah anggotanya itu mulai terendus sejak Juli 2024. Dari informasi yang beredar, mereka diduga menjual barang bukti sabu sekitar 1 kilogram.
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Parroha Patar Siadari mengapresiasi keterbukaan Polda Kepri dalam pengusutan kasus di Satresnarkoba Polresta Barelang. Ia berharap keterbukaan tersebut dapat diikuti dengan sikap tegas untuk menghukum anggotanya apabila terbukti terlibat jaringan narkotika.
Lagat menyebut, kasus di Satresnarkoba Polresta Barelang itu amat memalukan dan tidak dapat dimaafkan. Satuan tersebut diberikan tanggung jawab oleh negara untuk memberantas narkoba, tetapi mereka justru menjual barang bukti yang seharusnya dimusnahkan.
”Ini bukan lagi oknum karena pelakunya seorang Kepala Satresnarkoba dan melibatkan para anggotanya. Jika terbukti bersalah, mereka harus dihukum seberat-beratnya. Jangan diberi ampun karena itu demi perbaikan institusi kepolisian,” ujar Lagat.
Pada 2017, Kepala Satresnarkoba Polres Bintan, Kepri, dan dua anggotanya juga terlilit kasus serupa. Oleh karena itu, Lagat mendesak agar Polda Kepri melakukan evaluasi menyeluruh agar kasus serupa tidak terulang kembali.
”Saya curiga ini adalah fenomena gunung es. Saya khawatir hal seperti ini sudah sering terjadi, tetapi tidak terbongkar,” ucapnya.
Ini bukan lagi oknum karena pelakunya seorang Kepala Satresnarkoba dan melibatkan para anggotanya.
Kewenangan luas
Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Hans Giovanny mengatakan, pada Juli 2023 hingga Juni 2024 ada 69 anggota Polri yang terlibat tindak pidana narkotika. Sebanyak 17 orang di antaranya menjadi pengedar.
Menurut Hans, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberi kewenangan amat luas bagi kepolisian untuk memberantas tindak pidana narkotika. Wewenang itu diberikan mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, hingga penyimpanan barang bukti.
”Ketika wewenang yang luas ini tidak disertai pengawasan yang ketat, maka terjadi penyalahgunaan wewenang, seperti yang terjadi dalam kasus di Polres Batam,” kata Hans saat dihubungi dari Batam.
Kasus narkotika tidak hanya menjerat perwira menegah, seperti Kasatres Narkoba Polresta Batam, tetapi juga perwira tinggi, salah satunya bekas Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.
Hans menilai tumpukan peristiwa itu seharusnya menjadi alarm untuk meningkatkan mekanisme pengawasan terhadap anggota polisi yang menangani kasus narkotika.
”Keterlibatan Kepala Satresnarkoba Polresta Barelang dan Teddy Minahasa itu menunjukkan betapa mudahnya oknum di kepolisian menggunakan akses dan jabatan untuk terlibat di kegiatan ilegal. Kepolisian jangan hanya melakukan penegakan hukum secara parsial, tetapi harus ada perbaikan secara institusional,” tutur Hans.