Ditinggal Ridwan Kamil, Kontestasi Pilgub Jabar Dinilai Lebih Dinamis
Kontestasi pilkada di Jabar dinilai lebih dinamis ketika Ridwan Kamil ditunjuk sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Ridwan Kamil menempati posisi teratas di kalangan pemilih muda Jawa Barat dalam sebuah survei yang digelar selama kurun 25 Juli hingga 5 Agustus 2024. Namun, peta kontestasi dinilai akan lebih dinamis karena eks-Gubernur Jabar periode 2018-2023 ini ditunjuk Partai Golkar sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta.
Berdasarkan survei peta dukungan kalangan muda oleh Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC), gubernur yang kerap dipanggil Emil ini dipilih oleh 39 persen responden. Dalam simulasi 10 nama calon ini, Dedi Mulyadi menempati posisi kedua dengan persentase 36,1 persen.
Dua tokoh lainnya, yakni Bima Arya dan Ono Surono, jauh tertinggal. Secara berurutan, keduanya mendapatkan 6,8 persen dan 6,7 persen dari total sekitar 1.200 responden. Populasi survei berasal dari seluruh kabupaten dan kota di Jabar. Rentang usia responden 27-39 tahun.
Namun, hasil survei ini kemungkinan bakal semakin dinamis karena Emil dan Bima Arya keluar dari peta kontestasi Pilgub Jabar. Bima menyampaikan pengunduran diri secara langsung pada Rabu (7/8/2024) malam, sementara Emil didukung oleh partai-partai gabungan Koalisi Indonesia Maju dan lainnya atau disebut KIM Plus menjadi calon gubernur DKI Jakarta.
Menurut peneliti IPRC, Fahmy Iss Wahyudy, kondisi itu membuat pemilihan gubernur Jabar menjadi lebih dinamis. Potensi suara dari Emil dan Bima Arya yang mencapai 40 persen lebih menjadi rebutan.
Dedi Mulyadi menjadi tokoh dengan potensi keterpilihan tertinggi. Namun, keberadaan Ono Surono yang menempati posisi keempat tidak bisa diabaikan.
”Dedi mendapat nilai tinggi karena mendapat ekspose besar-besaran di publik saat survei digelar. Di sisi lain, keterpilihan Ridwan Kamil yang disebut didominasi gen Z dan gen Y (milenial) ternyata tidak lebih dari 50 persen. Jadi, ada peluang berubah,” ujarnya.
Sementara itu, tingkat keterpilihan Ono terus melejit. Fahmy memaparkan, berdasarkan survei sebelumnya, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini hanya meraih 1 persen lebih dan tertinggal jauh dibandingkan kontestan lainnya.
”Ada sekitar 40 persen pemilih yang diperebutkan. Kalau tidak ada dua nama tadi (Emil dan Bima Arya), Ono diperkirakan ada di posisi kedua. Nama-nama lainnya belum signifikan karena tidak terlihat serius sehingga angkanya melemah,” ujarnya dalam paparan hasil survei di Kota Bandung, Jabar, Jumat (16/8/2024).
Menurut Fahmy, tokoh dan figur masih memegang peranan penting dalam Pilgub di Jabar. Oleh karena itu, keempat posisi teratas dalam survei kali ini dipegang oleh politisi yang sering terlihat di media sosial dan terpampang di jalan-jalan.
Akan tetapi, partai politik masih memainkan peran penting. Fahmy berujar, institusi politik ini menjadi penjelas dalam identifikasi tokoh yang ada.
Dengan situasi yang dinamis dan peluang yang datang dari berbagai pihak, Fahmy berharap tidak ada kotak kosong dalam Pilgub Jabar. Kotak kosong terjadi jika hanya ada satu pasangan calon dalam kontestasi, baik pemililhan umum maupun pilkada.
”Pilkada di Jabar itu figure center. Namun, partai politik juga punya peranan yang signifikan. Dengan kondisi ini, saya berharap tidak ada kotak kosong karena itu menunjukkan kemunduran dari demokrasi. Semakin banyak figur akan semakin baik,” ujarnya.
Politisi PDI-P Ono Surono juga berupaya menghindari terjadinya pilkada dengan kotak kosong di Jabar. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk menjadi opsi calon meskipun tidak bisa sendirian.
”Kami sepakat, jangan sampai ada kotak kosong. Namun, kami tidak bisa sendiri karena hanya mendapatkan 17 kursi. Kami sudah komunikasi dengan ketua partai yang ada,” ujarnya.