Dari Kedai Kopi di Pontianak, Penyandang Disabilitas ”Meracik” Hidup yang Berdaya
Dari sebuah kedai kopi di Pontianak, para penyandang disabilitas diajak berdaya agar bisa mandiri dan membantu sesama.
Sebuah kedai kopi di Pontianak, Kalimantan Barat, memberdayakan para penyandang disabilitas untuk bekerja. Mereka juga dilatih beragam keterampilan dan dibimbing agar bisa berdaya dan bahagia.
Suasana kedai kopi Satu Per Dua Kopitiam di Jalan Sepakat 2, Kota Pontianak, tampak ramai, Rabu (15/8/2024) malam. Sejumlah pengunjung terlihat duduk sambil berbincang satu sama lain. Ada juga beberapa tamu yang tengah merayakan ulang tahun anggota keluarganya.
Di antara keramaian itu, Untung (24) tampak sigap mengantarkan pesanan makanan dan minuman ke meja konsumen. Pria asal Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, itu sudah sebulan bekerja sebagai pramusaji di Satu Per Dua Kopitiam.
Untung merupakan seorang tunadaksa sejak lahir karena kakinya mengalami kelainan. Meski mengalami keterbatasan fisik, semangatnya untuk bekerja tidak diragukan. Sebelum bekerja di kedai kopi, dia menjadi montir sepeda motor di bengkel milik rekannya pada tahun 2021-2023.
”Saya belajar dengan mengamati teman memperbaiki sepeda motor beberapa bulan waktu itu,” tutur Untung.
Akan tetapi, kematian ayahnya sempat membuat Untung terpukul hingga berhenti bekerja sebagai montir. Di tengah rasa duka, ia berjumpa dengan penggagas Learning Center Pemberdayaan Penyandang Disabilitas dan pemilik kedai kopi Satu Per Dua Kopitiam, Mustaat Saman.
Dari pertemuan itu, Mustaat menyemangati Untung dan mendorongnya untuk berlatih menjadi atlet paralimpiade di cabang tenis meja. Berkat kerja kerasnya, Untung pun lolos untuk mengikuti Pekan Paralimpiade Nasional di Surakarta, Jawa Tengah, pada Oktober mendatang.
Baca juga: Semangat Wirausaha Penyandang Disabilitas, dari Katering hingga Rias Wajah
Kini, dia giat berlatih lima kali dalam seminggu. Di sela-sela latihannya, Untung bekerja di Satu Per Dua Kopitiam. Selain mendapat penghasilan, pekerjaan itu juga membuat Untung bisa belajar mengenai seluk-beluk kopi. Dia pun belajar keterampilan meracik kopi ala barista.
”Segala posisi pernah saya coba, mulai dari barista dan pramusaji. Saya menikmati semuanya. Ke depan, dengan memiliki skill (keterampilan) itu dan jika menang kompetisi sebagai atlet, saya ingin membuka warung kopi atau membuka cabang Satu Per Dua Kopitiam,” ujar Untung.
Untung bukan satu-satunya penyandang disabilitas yang bekerja di Satu Per Dua Kopitiam. Lintang (29), penyandang tunarungu dan tunawicara, juga bekerja di kedai kopi tersebut selama sebulan terakhir. Selain menjadi pramusaji, perempuan asal Kecamatan Sungai Raya Dalam, Kubu Raya, itu juga belajar memasak di Satu Per Dua Kopitiam.
Lintang pun mengaku senang bekerja di sana karena bisa berjumpa teman-teman penyandang disabilitas lain dan saling membantu. Dia juga berharap bisa menyisihkan penghasilan dari pekerjaan itu untuk ditabung demi masa depannya.
”Ini pertama kali bekerja. Biasanya menjaga adik di rumah. Sebelumnya pernah belajar menjahit, tetapi hanya satu bulan. Saya juga belum pernah melamar pekerjaan lain sebelumnya,” ujar Lintang dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan salah satu mentor sekaligus sukarelawan di Satu Per Dua Kopitiam.
Baca juga: Meninggalkan Desa demi Menjemput Rezeki di Warung Kopi Pontianak
Di Satu Per Dua Kopitiam terdapat 26 penyandang disabilitas yang terdiri dari tunarungu tunawicara, tunadaksa, tunagrahita, dan tunanetra. Sekitar 16 orang di antaranya merupakan atlet paralimpiade. Mereka sehari-hari didampingi 13 mentor yang juga sukarelawan. Dalam kondisi tertentu, misalnya saat jumlah pengunjung membeludak, para sukarelawan juga ikut bekerja.
Malam itu, misalnya, ada lima penyandang disabilitas dan enam mentor yang bekerja di Satu Per Dua Kopitiam. Sejak dibuka pada 11 Juli 2024, kedai kopi tersebut rata-rata dikunjungi sekitar 200 orang tamu per hari.
Indra (33), salah satu mentor dan sukarelawan, menuturkan, dirinya menjadi sukarelawan sejak awal Satu Per Dua Kopitiam dibuka. Dia mengaku tertarik menjadi sukarelawan di kedai kopi itu setelah sebelumnya menjadi sukarelawan olahraga disabilitas.
Dengan menjadi sukarelawan, Indra berharap bisa membantu para penyandang disabilitas untuk mandiri. Guna memudahkan komunikasi, dia dan para sukarelawan lain pun belajar bahasa isyarat.
Ke depan, dengan memiliki skill (keterampilan) itu dan jika menang kompetisi sebagai atlet, saya ingin membuka warung kopi.
Bisa mandiri
Pemilik Satu Per Dua Kopitiam, Mustaat Saman, menuturkan, sebelum membuka kedai kopi itu, dirinya dan sejumlah teman menjadi pegiat olaharaga disabilitas sejak 2018. Mustaat juga mendirikan Komunitas Parapreneur yang menggelar berbagai pelatihan untuk penyandang disabilitas.
Kegiatan yang pernah digelar komunitas itu, antara lain, pelatihan barista, desain grafis, hingga pembuatan kue tradisional. Setelah itu, Mustaat pun mendirikan Satu Per Dua Kopitiam agar para penyandang disabilitas bisa bekerja dan berlatih beragam keterampilan.
Baca juga: Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Jadi Harapan Difabel Netra di Pemilu 2024
Menurut Mustaat, sebelum bekerja di kedai kopi tersebut, sebagian penyandang disabilitas itu bekerja sebagai tukang ojek serta pemanjat pohon kelapa dan pohon langsat. Ada juga yang tidak pernah bekerja sama sekali.
Ada pula penyandang disabilitas yang awalnya takut berjumpa orang lain. Bahkan, sebagian penyandang disabilitas itu ternyata pernah berniat ingin bunuh diri.
Baca juga: Warung Kopi Pontianak Melintasi Zaman
Meski demikian, di Satu Per Dua Kopitiam, mereka dibimbing agar bisa kembali bersemangat dan mampu bersosialisasi dengan baik. ”Kebahagiaan bukan dari organ tubuh dan uang, tetapi diri sendiri menciptakannya,” ujar Mustaat, yang juga penyandang tunadaksa.
Selain itu, mereka juga didampingi melakukan berbagai pekerjaan, mulai dari menyapu, meracik kopi, memasak, hingga mencuci piring. Jam kerja mereka pun fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Adapun gaji mereka berkisar Rp 800.000-Rp 2 juta per bulan, tergantung berapa lama mereka bekerja.
Mustaat dan para sukarelawan juga memberi perhatian pada kegiatan kerohanian para penyandang disabilitas. Mereka kerap diantar ke rumah ibadah masing-masing, baik masjid maupun gereja.
Dengan berbagai bekal itu, diharapkan suatu saat mereka bisa mandiri dan membantu penyandang disabilitas lain untuk bekerja. ”Kami menyebut mereka bukan karyawan, tetapi adik-adik asuh. Disabilitas bisa tumbuh mentalnya apabila mereka bersama,” tutur Mustaat.
Sejumlah pengunjung mengaku terkesan dengan pemberdayaan penyandang disabilitas di Satu Per Dua Kopitiam. Dela (18), salah satu pengunjung, mengaku cukup sering ke kedai kopi itu untuk menggarap berbagai pekerjaan. Dia pun terkesan dengan para penyandang disabilitas yang bekerja di sana karena mereka memiliki semangat tinggi untuk bekerja.
Edi Samsu (52), pengunjung lainnya, menuturkan, para penyandang disabilitas di kedai kopi itu memiliki kepercayaan diri yang baik. ”Kepercayaan diri mereka tumbuh. Paradigma ini yang tidak ditemukan di tempat lain,” ujarnya.
Dari Satu Per Dua Kopitiam, para penyandang disabilitas diajak untuk berdaya, bahagia, dan berdamai dengan diri sendiri. Mereka diajak meresapi makna salah satu tulisan di tembok kedai kopi itu yang menyatakan, ”Bahagia Tidak Harus Sempurna”.