Gigih Melawan Penggusuran, Warga Rempang Raih Tasrif Award
Kegigihan warga Rempang menolak penggusuran jadi cermin perjuangan masyarakat adat yang tersisih kebijakan pembangunan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
Warga Rempang di Kepulauan Riau meraih Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen. Kegigihan melawan penggusuran Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City yang menyisihkan masyarakat adat layak mendapatkan dukungan.
Puluhan orang, sebagian besar perempuan, memadati pos ronda di Kampung Sembulang Hulu, Rempang, Jumat (9/8/2024) malam. Mereka duduk berdesakan menghadap sebuah laptop dan tak sabar menunggu nama kampung mereka disebutkan oleh pembawa acara.
Malam itu, AJI mengumumkan peraih Tasrif Award, sebuah penghargaan yang diberikan kepada yang gigih menegakkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan nilai-nilai keadilan serta demokrasi. Nama penghargaan itu diambil dari Suardi Tasrif, wartawan dan advokat yang turut mendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Tahun ini AJI memberikan Tasrif Award kepada warga Rempang dan Tim Paralegal Cinta Adat Suku Awyu Papua. Dua kelompok itu dinilai berkontribusi menegakkan nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan demokrasi.
Salah satu juri Tasrif Award, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, mengatakan, salah satu kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan penerima Tasrif Award adalah urgensi sebuah gerakan terhadap isu terkini. Salah satu isu yang disorot adalah masyarakat adat yang tersisih oleh pembangunan PSN.
Oleh sebab itu, pada tahun ini AJI memberikan Tasrif Award kepada warga Rempang dan Tim Paralegal Cinta Adat Suku Awyu Papua. Dua kelompok itu dinilai berkontribusi menegakkan nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan demokrasi.
Warga Kampung Sembulang Hulu di Rempang, Wadi (46), mengatakan, penghargaan tersebut memberi semangat baru kepada warga untuk terus berjuang mempertahankan kampung adat Melayu dari penggusuran. Penghargaan itu juga dimaknai sebagai dukungan dari masyarakat sipil lain terhadap perjuangan warga Rempang.
”Pemerintah, tolong dengarkan suara rakyatmu di Rempang. Tanpa rakyat, kalian para pemimpin dan pejabat bukan siapa-siapa. Tanpa rakyat kalian tidak akan pernah duduk di istana,” kata Wadi.
Pada tahap I pengembangan PSN Rempang Eco City akan dibangun kawasan industri terintegrasi di lahan 2.300 hektar. Lima kampung tua atau kampung adat Melayu yang akan digusur adalah Pasir Panjang, Belongkeng, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu.
Pemerintah, tolong dengarkan suara rakyatmu di Rempang. Tanpa rakyat, kalian para pemimpin dan pejabat bukan siapa-siapa.
Warga Kampung Pasir Merah, Siti Hawa (70), menyesalkan langkah pemerintah yang terus membenturkan aparat dengan warga di Rempang. Ia menyebut hal itu telah mencederai demokrasi dan kebebasan bersuara.
”(Pengerahan aparat) Itu tidak membuat kami takut. Seharusnya aparat malu melawan rakyat, mereka harusnya melindungi kami,” ujar Hawa.
Menurut dia, warga Rempang melakukan penolakan terhadap penggusuran tanpa ada pemimpin ataupun koordinator. Warga bergerak sendiri-sendiri karena kepedulian dan keinginan untuk mempertahankan kampung masing-masing.
”Ibu-ibu habis masak langsung pergi. Bapak-bapak (nelayan) pulang dari laut langsung pergi. Siang malam kami jaga kampung kami, setiap hari begitu terus,” tutur Hawa.
Selain industri terintegrasi, PSN Eco City nantinya juga akan mencakup kawasan wisata, perumahan, pembangkit listrik, serta kawasan konservasi dan cagar budaya. Terkait rencana pembangunan itu, Pulau Rempang akan dibagi menjadi enam zona pembangunan.
Wadi mengatakan, pemerintah tidak akan berhenti hanya dengan menggusur lima kampung untuk tahap pertama pembangunan PSN Eco City. Di Pulau Rempang, ada 11 kampung tua lain yang kemungkinan besar juga akan terancam pembangunan serupa.
”Dalam waktu dekat, kami akan menyelenggarakan silaturahmi dengan semua kampung tua di Rempang. Itu supaya mereka paham, setelah kami digusur akan tiba giliran mereka,” kata Wadi.
Saat ini proses relokasi warga terus berlanjut. Menurut Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait, hingga 8 Agutus sudah ada 163 keluarga yang telah pindah ke hunian sementara. Ia menyatakan, pemerintah tidak ingin ada hak warga yang terabaikan sehingga PSN Eco City mendapat dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat.
Adapun Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Boy Even Sembiring mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi PSN Eco City karena menyebabkan konflik agraria di Rempang. Pemanfaatan tanah di Pulau Rempang harus berlandaskan asas keadilan yang memprioritaskan hak masyarakat adat setempat.
”Presiden seharusnya bisa mengevaluasi konflik agraria di Rempang pada 18 Agustus nanti saat sidang tahunan di MPR. PSN Rempang Eco City bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,” ucap Boy pada 7 Juli lalu saat peluncuran kajian berjudul ”Kronik Rempang Eco City: Kontroversi Investasi Tiongkok dan Resistensi Masyarakat Rempang”.