Jasa Suruh ala Gen Z Lampung, Mereka Siap Bekerja Apa Saja
Fenomena munculnya bisnis jasa suruh dinilai sebagai pertanda kian susahnya mendapat pekerjaan di sektor formal.
Bisnis jasa suruh yang menawarkan layanan siap bekerja apa saja kini sedang viral di media sosial. Di Lampung, usaha ini dirintis oleh generasi Z. Mengapa mereka mau melakukan hal itu?
Alin Sani Failasuf (25) beristirahat seusai meninjau pekerjaan pembangunan rumah kos di Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Senin (5/8/2024) siang. Di sebuah warung di pinggir jalan, Sani memesan segelas es kelapa muda untuk menghilangkan dahaga.
Kepada Kompas, Sani lalu bercerita bagaimana ia merintis usaha jasa suruh sejak tiga bulan lalu. Mahasiswa jurusan ekonomi syariah di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandar Lampung itu mengaku awalnya jenuh menanti jawaban lamaran kerja. ”Saya sudah memasukkan sekitar 150 berkas lamaran kerja, tetapi tidak ada satu pun yang diterima,” katanya.
Ketika ratusan lamaran pekerjaan belum membuahkan hasil, Sani secara tidak sengaja melihat postingan akun Instagram @santo_suruh di media sosial. Santo, pria asal Bekasi, Jawa Barat, sudah lebih dulu menawarkan jasa siap disuruh apa saja. Saat ini, akun Instagram Santo yang dibuat sejak tahun 2019 sudah mempunyai 169.000 pengikut.
Berbekal postingan itu, Sani mencoba membuat akun Instagram @jasasuruh_bdl untuk menawarkan layanan serupa di Bandar Lampung. Tak disangka, sepekan kemudian Sani mendapatkan pesanan pertama untuk membereskan sebuah ruang kelas di Bandar Lampung. Ia menawarkan tarif upah Rp 30.000, tetapi si pemesan justru memberikan uang jasa Rp 100.000.
Sani menyadari hanya punya modal media sosial untuk menjalankan usaha itu. Karena itu, ia merekam semua aktivitasnya saat melakukan pekerjaan dan mengunggahnya di Instagram. Sejak itu, pesanan demi pesanan berdatangan setiap hari.
”Kalau sekarang sudah lebih dari sepuluh pesanan yang masuk setiap hari. Jenis pekerjaan umum yang paling sering dilakukan, misalnya, membersihkan rumah dan mengantar paket,” ujarnya.
Baca juga: Lika-liku Gen Z Mencari Lapangan Kerja
Meski begitu, tak jarang ia juga diminta melakukan berbagai pekerjaan unik. Sani mengaku pernah diminta bantuan untuk menangkap tokek, mengubur kucing mati, mengantar kondangan, sampai menemani curhat.
”Pernah ada ibu-ibu yang ditinggal suaminya dan sempat masuk rumah sakit jiwa. Dia minta didengarkan dan ditemani curhat. Waktu itu, saya mencoba profesional dengan fokus mendengarkan dan sebisa mungkin memberikan solusi,” katanya.
Sesuai namanya, Sani memang tidak memilih-milih pekerjaan. Sepanjang permintaan itu masuk akal dan tidak melanggar hukum, Sani siap melayani. ”Kami memang siap disuruh apa saja dan kapan saja, dari antar paket sampai bangun candi. Tapi, permintaan bangun candi yang belum ada,” kata Sani sambil tertawa.
Ia mengaku tidak mematok tarif khusus, tetapi bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Sani mencontohkan, untuk pengantaran paket jarak dekat, tarifnya mulai dari Rp 5.000 saja.
Baca juga: Pengusaha dan Serikat Pekerja Cemaskan PHK Bakal Terus Terjadi
Namun, untuk jenis pekerjaan yang lebih berat, seperti membersihkan halaman rumah atau menguras kolam, tarifnya berkisar puluhan sampai ratusan ribu rupiah. Harga jasa bergantung dengan kondisi dan luas area yang dikerjakan.
Setiap menerima pesanan, Sani memastikan bahwa pekerjaan itu tidak melanggar hukum dan berisiko terhadap keselamatan nyawa. Misalnya, saat menerima pesanan mengantar paket, ia memastikan bahwa barang yang diantar bukan benda terlarang, seperti narkoba. Para pemesan juga harus bersedia didokumentasikan sebagai bukti.
Ratusan mitra
Sani mengaku tak menyangka bisnis yang dirintisnya itu mendapat respons yang cukup bagus. Saat ini, ia sudah menerima berbagai jenis pesanan. Tak hanya pekerjaan umum, ia juga melayani jasa reparasi kendaraan bermotor hingga jasa konstruksi. Bahkan, ia sudah mendapat pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak mencapai ratusan juta rupiah.
Pesanan yang masuk setiap hari membuat Sani harus merekrut banyak mitra. Saat ini, ia sudah mempunyai 100 mitra yang siap melayani berbagai pesanan yang masuk setiap hari. Di luar itu, ia juga mempunyai sekitar 100 mitra lain yang melakukan pekerjaan secara tentatif. Dia pun merekrut seorang pekerja sebagai admin dan petugas layanan pelanggan.
Baca juga: Penganggur dan Pekerja Sama-sama ”Susah”
Sani menyebut, sebagian besar mitranya adalah orang yang baru dikenal di media sosial. Ia juga tidak melihat latar belakang usia atau pendidikan para mitranya. Selama mereka mau bekerja dan punya keahlian, Sani akan mendistribusikan pekerjaan kepada mereka.
Sani mengaku sedang menyiapkan legalitas perusahaan dan menyiapkan aplikasi untuk mengembangkan bisnisnya. Ia juga berencana mengembangkan berbagai unit jasa, seperti layanan perbaikan kendaraan yang bisa datang ke rumah, layanan jasa konstruksi, hingga layanan penyaluran tenaga kerja.
Layanan jasa suruh ini juga sudah berjejaring di 17 kota di Indonesia. Sani pun menyakini, peluang usaha jasa suruh akan semakin baik ke depannya.
M Ilham Maulana (25), salah satu mitra jasa suruh Bandar Lampung, mengaku tertarik bergabung di jasa suruh karena ingin mendapatkan penghasilan tambahan. Saat ini, Ilham sebenarnya sudah bekerja di salah satu perusahaan farmasi sebagai anggota tim pemasaran.
Namun, lulusan SMK jurusan otomotif ini mengaku masih ingin menyalurkan keterampilannya. Lewat jasa suruh Bandar Lampung, Ilham sering mendapatkan pekerjaan memperbaiki sepeda motor setiap akhir pekan. Ia pun mendapat penghasilan tambahan minimal Rp 800.000 per bulan, bergantung dari banyaknya pekerjaan yang dia terima.
Ilham menyadari semua risiko atas pekerjaan itu ditanggung sendiri olehnya. Karena itu, ia tetap mengikuti standar operasional saat bekerja memperbaiki sepeda motor, seperti memakai sarung tangan dan sepatu.
Baca juga: Jurus Jakarta Hadapi Pemutusan Hubungan Kerja
Sementara itu, salah satu pemesan jasa suruh Bandar Lampung, Cori Krisna (25), mengaku terbantu saat memesan jasa membersihkan rumah. Meski baru melihat di media sosial, Cori tidak ragu memesan layanan jasa suruh.
”Saya melihat dari media sosial mereka sepertinya tepercaya dan bisa mengerjakan apa pun. Waktu itu kebetulan ada kotoran kucing di rumah. Jadi, saya minta layanan jasa bersih-bersih jam 10 malam. Tarifnya juga terjangkau hanya Rp 50.000 ditambah uang tip seikhlasnya,” katanya.
Keterdesakan
Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Lampung, Fuad Abdulgani, berpendapat, munculnya bisnis jasa suruh yang diinisiasi oleh kalangan Gen Z tersebut merupakan reaksi dari kondisi sulitnya lapangan pekerjaan, terutama di sektor formal.
”Saya melihat fenomena ini sebagai reaksi yang timbul atas keterdesakan kondisi. Kebetulan ada celah kesempatan peluang pasar. Secara terminologi, mereka ini siap disuruh apa saja dan tergolong sektor informal dan berisiko dari sisi keselamatan kerja. Kondisi ini sebetulnya agak mencemaskan jika dilihat dari situasi ketenagakerjaan,” kata Fuad.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Lampung, pada Februari 2024 tingkat pengangguran terbuka di Lampung sebesar 4,12 persen. Jumlah pengangguran di Lampung tercatat sebanyak 207.700 orang atau hanya berkurang 1.420 orang dibandingkan kondisi Februari 2023 yang sebanyak 209.110 orang.
Sementara itu, perekonomian Lampung pada triwulan II-2024 tercatat tumbuh sebesar 4,80 persen secara tahunan. Kondisi itu lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4 persen.
Fuad menilai kondisi ketenagakerjaan di Lampung belum berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Meskipun secara makro ekonomi Lampung terus tumbuh, tidak banyak lapangan pekerjaan yang tersedia. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak terdistribusi secara merata ke semua kalangan masyarakat.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menjadi penopang utama perekonomian Lampung juga tidak tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Diversifikasi usaha di tiga sektor penopang utama itu juga belum berkembang. Padahal, industri hilir di tiga sektor utama itu dibutuhkan untuk bisa menyerap tenaga kerja.
Fuad juga menyoroti kegelisahan Gen Z yang semakin sulit mendapat pekerjaan di sektor formal. Ketersediaan lapangan kerja yang semakin sedikit dan syarat mendaftar kerja yang semakin ketat membuat persaingan di dunia kerja formal semakin sengit.
Secara terminologi, mereka ini siap disuruh apa saja dan tergolong sektor informal dan berisiko dari sisi keselamatan kerja. Kondisi ini sebetulnya agak mencemaskan jika dilihat dari situasi ketenagakerjaan.
Pada akhirnya, mereka yang tidak terserap sektor formal terpaksa mengadu nasib di sektor informal yang risikonya lebih besar. ”Banyak sekali orang di sekitar kita yang terjun ke sektor informal bukan karena keinginannya, melainkan karena mentok,” ujarnya.
Padahal, kata Fuad, di berbagai negara maju, lapangan pekerjaan dapat diakses siapa saja. Usia tidak lagi menjadi batasan orang untuk bisa bekerja di sektor formal, termasuk kalangan lansia.
Fenomena munculnya jasa layanan ”palugada” ini semestinya menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperluas lapangan kerja. Apalagi, kondisi ini bisa jadi pertanda deindustrialisasi di Indonesia.