Fluktuasi Harga Kopi di Tingkat Petani Lebih Dalam dari Pasar Dunia
Menyikapi fenomena turunnya harga kopi, petani disarankan untuk tidak tergesa-gesa menjual hasil panen.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Setelah sempat menembus harga Rp 70.000–Rp 75.000 per kilogram, harga jual biji kopi robusta atau green bean di tingkat petani di Lampung berangsur turun, dua pekan terakhir. Petani disarankan untuk tidak tergesa-gesa menjual hasil panen karena harga kopi diperkirakan kembali naik.
Ketua Dewan Kopi Lampung Mukhlis Basri mengatakan, tren penurunan harga kopi di tingkat petani lebih dalam dibandingkan dengan kondisi di pasar dunia. Ia menyebut, harga kopi di terminal London memang mengalami penurunan, tetapi tidak begitu signifikan.
Pada Selasa (6/8/2024), harga jual harian kopi robusta di terminal London berkisar 4.066–4.173 dollar AS per ton atau sekitar Rp 67,5 juta (kurs rupiah Rp 16.190). Kopi sempat berada pada rentang harga 4.500–4.600 dollar AS pada Juli 2024.
Petani sebaiknya tidak langsung menjual semua kopi hasil penennya, tapi sesuai dengan kebutuhan saja sambil menunggu pergerakan harga kopi beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, harga jual kopi asalan di tingkat petani di Lampung saat ini berkisar Rp 52.000–Rp 55.000 per kilogram. Adapun harga jual kopi petik merah berkisar Rp 100.000–Rp 120.000 per kilogram.
Menurut Mukhlis, penurunan harga kopi di tingkat petani yang cukup signifikan tersebut lebih dipengaruhi karena industri besar untuk sementara waktu menghentikan pembelian kopi dari petani. Selain karena stok gudang yang sudah penuh, para eksportir kopi juga masih memantau pergerakan harga kopi.
Di sisi lain, masa panen raya kopi di sejumlah daerah di Lampung masih terus berlangsung. Tidak menuntup kemungkinan, langkah industri menahan sementara pembelian kopi itu dilakukan agar harga kopi di tingkat petani semakin merosot.
”Kondisi penurunan harga kopi di tingkat petani ini tidak begitu menggambarkan harga jual kopi robusta di pasar dunia. Saat ini, harga jual kopi robusta di London masih cukup tinggi,” kata Mukhlis saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (6/8/2024).
Karena itulah, para petani diminta untuk tidak tergesa-gesa memanen dan menjual seluruh kopinya. Dalam beberapa bulan ke depan, harga kopi robusta diperkirakan masih bisa naik seiring berkurangnya stok bahan baku di gudang industri. Saat stok berkurang, industri akan kembali aktif mencari bahan baku sehingga harga komoditas bisa kembali terdongkrak.
”Petani sebaiknya tidak langsung menjual semua kopi hasil penennya, tapi sesuai dengan kebutuhan saja sambil menunggu pergerakan harga kopi beberapa bulan ke depan,” katanya.
Malvin Syavana (45), petani kopi asal Kecamatan Sekincau, Lampung Barat, mengatakan, saat ini sebagian besar petani kopi di wilayah itu baru memasuki masa panen raya.
Meski harga kopi berangsur turun, Malvin mengaku tidak begitu cemas atau panik. Ia masih menunggu panen hingga sebagian besar biji kopi di pohonnya memerah. Dengan begitu, ia berharap bisa mendapat harga jual kopi yang lebih bagus.
”Kalau sudah dijemur, kopi ini akan saya simpan dulu sambil menunggu harga kopi naik lagi. Perkiraan kami, harga kopi akan kembali naik pada September 2024,” katanya.
Abdul Charis selaku Ketua Koperasi Produsen Kopi Agro Panca Bakti di Sekincau mengatakan, para petani kopi di wilayah itu membangun koperasi untuk mendorong hilirisasi kopi di wilayah itu. Selama ini, Sekincau memang menjadi daerah yang paling akhir panen kopi di Lampung Barat. Karena itulah, petani seringkali tidak menikmati harga jual kopi yang tertinggi.
”Kami ingin mendorong hilirisasi. Kalau bisa, membuat pusat produksi bubuk kopi di Lampung Barat dan petani yang kelola,” katanya.
Dukungan pemerintah
Mukhlis mengatakan, pembelian kopi dalam jumlah besar saat ini masih didominasi oleh industri penanaman modal asing (PMA). Sementara kondisi fiskal eksportir lokal cukup terbatas sehingga kapasitas penyerapan kopi mereka tidak begitu besar.
Ia mengatakan, eksportir lokal membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk bisa meningkatkan kapasitas usahanya. Misalnya, dengan mendapatkan kredit usaha dari perbankan. Dengan begitu, para eksportir lokal bisa meningkatkan kapasitasnya untuk menyerap kopi petani dan bersaing dengan industri PMA.
Koordinator Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kadin Lampung Romi Junanto Utama mengatakan, fluktuasi harga kopi memang sangat dipengaruhi oleh pasokan dari negara penghasil kopi dan permintaan dunia. Kendati begitu, kopi yang berkualitas akan tetap mendapat harga jual yang lebih baik.
Karena itulah, pemerintah harus terus mendorong agar petani kopi di Lampung melakukan panen petik merah. ”Harga kopi berkualitas yang akan tetap bertahan dengan harga jual yang tinggi,” katanya.