Tunda Jual Jadi Solusi Petani Hadapi Fluktuasi Harga Kopi Robusta
Tunda penjualan stok bisa menjadi solusi jangka pendek ideal untuk petani hadapi penurunan harga kopi robusta saat ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Menghadapi fenomena penurunan harga kopi robusta yang drastis, petani disarankan untuk menunda jual hasil panen. Harga kopi diperkirakan akan kembali naik dalam satu-dua bulan ke depan.
Industri diperkirakan hanya mampu menyimpan stok bahan baku biji kopi maksimal untuk tiga bulan ke depan. Saat stok berkurang, industri diprediksi akan kembali aktif mencari biji kopi. Saat itulah harga komoditas kembali naik.
”Kalau stok berkurang, industri tidak mungkin baru beli saat stoknya habis. Mereka akan mulai beli lagi minimal sebulan sebelum stok itu habis,” ucap Ketua Dewan Kopi Indonesia Sumsel Zain Ismed, Jumat (2/8/2024).
Berdasarkan data Dekopi Sumatera Selatan per Kamis (1/8/2024) pukul 17.30 WIB, harga kopi robusta turun drastis dua pekan ini setelah sempat tembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Harga kopi robusta petik buah asalan yang semula Rp 70.000-Rp 80.000 per kilogram menjadi Rp 50.000 per kg, sedangkan harga kopi robusta petik buah merah sebelumnya Rp 100.000-Rp 120.000 kini jadi rata-rata Rp 80.000.
”Harga saat ini mirip dengan harga pada awal April atau ketika harga baru mau merangkak naik,” ucap Zain.
Harga akan kembali merangkak naik pada September. Kemungkinan, industri aktif lagi membeli sehabis panen terakhir Agustus ini.
Secara tegas, Zain memprediksi harga akan kembali merangkak naik pada September nanti. ”Kemungkinan, industri aktif lagi membeli sehabis panen terakhir Agustus ini. Karena produksi dunia sedang terbatas akibat Brasil dan Vietnam gagal panen, mau tidak mau, mereka akan kembali rebutan membeli kopi di Indonesia. Itu yang bisa memicu harga naik,” ujarnya.
Zain pun mengingatkan petani agar tidak cemas berlebihan. Dari siklus fluktuasi harga yang pernah terjadi selama ini, penurunan harga kopi di suatu musim panen tidak akan atau jarang sekali menyentuh harga yang sama seperti musim panen sebelumnya.
Artinya, penurunan harga saat ini tidak akan terus merosot hingga menyamai harga rata-rata musim panen tahun lalu. ”Pada tahun lalu, harga robusta asalan Rp 35.000-Rp 40.000 per kg dan robusta petik merah sekitar Rp 50.000 per kg,” ujar Zain.
Bahkan, harga tinggi tahun ini diprediksi bertahan hingga tiga tahun ke depan. ”Brasil dan Vietnam harus meremajakan kebun yang rusak karena perubahan cuaca ekstrem. Menurut siklus pertumbuhan kopi, kebun itu baru bisa dipanen paling cepat tiga tahun lagi. Dengan begitu, petani Indonesia bisa menikmati harga stabil tinggi setidaknya hingga tiga tahun ke depan,” kata Zain.
Atas dasar itu, Zain mengatakan, petani tidak boleh gegabah dengan buru-buru melepas semua stok kopinya di tengah isu penurunan harga saat ini. Mereka sebaiknya tenang dengan menyimpan stok yang masih ada secara baik agar kualitas tidak turun.
Sembari itu, petani harus terus mengamati pergerakan harga dan siap-siap menjual saat harga kembali naik. ”Menunda penjualan adalah solusi jangka pendek yang ideal untuk petani saat ini. Dengan begitu, mereka bisa terhindar dari kerugian kalau buru-buru menjual kopinya sekarang,” ujar Zain.
Saat ini, penurunan harga cukup tajam terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan yang merupakan penghasil kopi terbesar di Sumsel. Petani asal Sindang Danau, OKU Selatan, Setia Budi (38), mengatakan, harga kopi asalan turun Rp 1.000-Rp 1.500 per kg setiap hari dalam dua pekan terakhir. Saat ini, harga kopi asalan Rp 56.000-Rp 57.000 per kg.
”Harga terendah ada di Kecamatan Kisam, yakni kopi asalan yang hanya Rp 51.000 per kg,” ujarnya.
Di Kota Pagar Alam, salah satu penghasil kopi utama di Sumsel, harga kopi asalan turun bertahap dari sekitar Rp 70.000 per kg menjadi Rp 58.000-Rp 60.000 per kg dalam dua pekan terakhir. ”Empat hari terakhir, penurunannya cukup signifikan. Senin sore, salah satu gudang besar di sini masih menghargai kopi asalan sekitar Rp 68.000 per kg. Kamis sore, harganya turun menjadi Rp 58.000-Rp 60.000 per kg,” kata Novian Fazli (50), petani di Pagar Alam.
Tak tertutup kemungkinan, harga tembus di atas Rp 80.000 per kg pada September nanti.
Namun, tak sedikit petani yang sudah menyadari solusi pentingnya menahan diri untuk tidak cepat menjual hasil panen kopi. Petani sekaligus pengusaha warung kopi asal Kisam, OKU Selatan, Marlio Andriansi (37), misalnya. Dia tidak buru-buru menjual 600 kg kopi yang baru didapatnya dari panen terakhir. Dia percaya di akhir Agustus, harga akan kembali merangkak naik.
”Tak tertutup kemungkinan harga tembus di atas Rp 80.000 per kg pada September nanti,” ungkapnya.
Marlio menyampaikan, setelah masa panen berakhir yang biasanya di akhir Agustus, peredaran kopi yang diperjualbelikan akan berkurang. Saat itu, gudang-gudang besar di Lampung akan kembali rebutan mencari kopi.
”Sesuai hukum ekonomi, ketika barang sedikit dan permintaan banyak, harga barang itu akan meningkat. Saya menunggu momentum itu untuk menjual stok kopi dari panen terakhir saya,” kata Marlio, yang punya kebun kopi seluas 2,5 hektar.
Sementara itu, sejak awal hingga akhir masa panen medio April-Juli, Novian malah belum pernah sekali pun menjual hasil panennya. Dia masih menunggu harga berada di atas Rp 80.000 per kg. ”Dari yang sudah-sudah, harga kopi pasti akan kembali naik selepas Agustus hingga Desember karena saat itu menjadi masa paceklik kopi,” tutur Novian, yang mendapatkan hasil panen hingga 1,5 ton.
Petani sempat tersentak. Setelah melejit menembus rekor tertinggi, harga kopi berangsur turun dalam dua pekan terakhir. Maka itu, penundaan penjualan stok menjadi siasat petani agar tetap bisa menikmati berkah dari tingginya harga kopi saat harga kembali naik.